Mohon tunggu...
Sayyid Jumianto
Sayyid Jumianto Mohon Tunggu... Guru - Menjadi orang biasa yang menulis
Akun Diblokir

Akun ini diblokir karena melanggar Syarat dan Ketentuan Kompasiana.
Untuk informasi lebih lanjut Anda dapat menghubungi kami melalui fitur bantuan.

Menulis untuk perubahan yang lebih baik

Selanjutnya

Tutup

Fiksiana Pilihan

Buku Biru 21, [Tantangan Menulis Novel 100 hari]

3 April 2016   20:16 Diperbarui: 3 April 2016   20:51 92
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

[caption caption="alsayidja.paint"][/caption]

cerita yang kemarin 

BAB III

Kenangan Itu

 

Liburan yang indah walau aku masih ragu  dan belum menjawab permintaan mas Bejo tetapi inilah hari yang tidak bisa kulupakan mba Sri istri mas Bejo seakan tidak mau tahu dan rela bila aku sendiri membesarkan kedua buah hatiku DInda dan Dion sebagai orang tua tunggal tetapi inilah takdirNYa yang aku harus alami dalam mengarungi hidup.

Hari yang membuatku berpikir keras untuk menjawab bukan mau atau tidak mau tetapi ini masalah hati, walau bapak dan ibu almarhum mas Harun seakan member lampu hijau hatiku tetap tidak ikhas untuk di duakan.

Sore ini ada berita adari adik bapak yang ada di Kulon progo, ya Pak lik yang  menjaga dan mengolah tabon bapak ibuku di Temon Kulon Progo tiba-tiba menelepon aku

nduk begini ya sawah dan kebun milik romo katut ya ikut kena dampak pembangunan bandara itu bagaimana menurutmu?’

“Saya belum bisa memutuskan pak LIk”

“ya harus bersikap dan nantinya karena ini Mei besok akan segera dibangun”

“aduh bagimana ya pak lik?”

“kalau pendapa kita bisa kita pindah tetapi sawah dan kebun yang  kena dampak ya harus  diikhlaskan dulu”

“Ikhlas pak lik?”

“ya bagaimananpun ini untuk masyarakat dan rakyat Jogja nduk”

“nggih pak lik, tetapi kenagan saya cuma itu pakl lik pendapa tempat saya  lahir dan saya di besarkan disitu juga

Saya tahu proyek ini memang untuk kemajuan rakyat Daerah Istimewa Yogyakarta, tetapi apakah rela dihilangkan dari tanah tumpah darah, tempat lahir kita?

nduk ini mau dimulai Mei bagi yang setuju akan diberikan ganti ruginya, bagi yang tidak mau di kembalikan lewat kejaksaan setempat mengambilnya”

“ya pak lIk yang baik saja, tetapi aku minta pendapanya di pindah saja ke tanah yang baru kelak’

“Aku juga sedih nduk lha nanti yang biasa ngarap sawah pada nganggur “

“ya begitu, tetapi jangan samapi kena calo  lho lik”

“aku tahu nduk sudah ada yang mau membeli tetapi inikan punya pemerintah yang memberikan uang ganti ruginya besok”

“Ya hati-hati mawaon pak lik”

telepon itu disudahioleh pak Lik, ini apakah sekenarionya untuk menjauh dari Bantul ? ataukah ini garis Allah swt yang menentukan? Tabon itu untuk orang banyak yang sekarnag kena dampak calon Bandara aku juga kaget dibuatnya , tetapi  harus ikhlas  menerima ini.

“mama siapa yang telepon?”

“eyang kulon progo “

“kita kesana besok ya mama mampir ke waduk sermo”

“kamu senangnya  dolan terus kaya mama waktu muda”

kami tertawa senang,kulihat Dinda memainkan laptopny , main game kesukaanya

“kakak, jangan keseringan main gamenya nanti lupa belajarnya”

“ya mama, barusaan “

“satu jam saja lalu belajar sayang”

“mama kaka bandel ya?”

“Dion” agaknya Dinda akan marah

“sudah sana Dion belajar ya sayang”

“ya mama”

Aku lihat mba MIn sedang meringaks seragam  disebelahnya ad ameja seterikan yang di apnasiinya

“mba MIn seragam dulu saja yang disetrika ya?”

“nggih buk” jawabnya singkat dia memang rajin , mais dan biasa ikut saya sejak kami menjadi pengatin baru, dia punya pacar tetapi masih jadi TKI di arab dan dia menjadi pembantuku di rumah dinas yang besar ini.

“sewaktu-waktu kit aharus pindah juga dari rumah ini”

“kok begitu bu?”

“ya bukan  milik kita mba min”

“ya tahu milik negera”

“tetapi masih ada waktu kan bu?”

“aku belum menerima sk Pensiun dini mas harun dari pihak Polda dan aku ikhlas kalau harus meninggalkan rumah dinas ini”

“kita kemana nanti bu?”

“kita ke Kulon Progo, tabon bapak dan simbok”

“tidak kena proyek bandara bu?”

“ya kena Min, lha bagaimana kita harus ikutin apa mau pemerintah bila adil”

“dapat beli rumahbaru ya?”

“rencana pak lik memindah pendapa kita ketaanahyang baru”
 “dimana bu?’

“di Hargorejo, kokap katanya”

“aduh ikut senang cuma  jauh dari kota Jogja”

“ya harus prehatin dong..”

kami diam dalam pikiran masing-masing dan kami tahu apa yang akan dimau oleh kita

“mama ngantuk”tiba-tiab DIon merangkulku dari belakang dan aku tahu dia

“ya  baru jam delapan”

“nagntuk”

“PRnya sudah selesai sayang?” aku peluk dia

“sudah beres mama”

akusenyum kucium pipiny jagoanku yang manis dan ganteng ini>

“mama mau tidur aku”

“ya..”

 BERSAMBUNG

 

novel buku biru

Al Muru'ah Sayyid Jumi Anto

no.62

jumlah kata: 649

 

-novelbukubirualsayidja-

 

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
Mohon tunggu...

Lihat Konten Fiksiana Selengkapnya
Lihat Fiksiana Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun