Gerimis masih menimpa sedang Biru masih terpaku merenungi ditingkah angin yang sedikit agak keras membuat sebagaian jilbabnya terkena angin siang itu.
“Hari-hari akan sepi tanpanmu esok dan esok lusa seperti pagi yang akan berganti siang dan siang berganti sore, dan bila malam aku kan berdo’a untukmu mas dan untuk kita”
“mari pulang mama” celetuk anak pertamanya
“bapak sudah bobo, tidur mama, kita pulang”ajak anaknya yang kedua
Bibinya yang disamping kedua anak ini membimbing Biru untuk pulang walau berat hati ini semakin berat meninggalkan tanah persitirahatan terakhir suaminya, hatinya sudah mantap.
“mas do’aku semoga mas kembali padaNya dengan amal perbuatan yang baik dan di terima dengan baik disisihNya”
“mba sudahlahkita pulang kerumah” kata bibinya pada Biru , hanya mengangguk kecil dan mereka naik mobil pengiring keluarga kerumah, komplek perumaham polisi.
Aku tahu hari-hari ini akan sulit tanpamu mas, tetapi setiap saat akan ada pertolonganNya, bila kami kesulitan, aku akan bersiap diri menjadi ibu dan sekaligus sebagai “ayah” mereka, tekad hatinya semakin membara di dadanya.
Foto suaminya di dekap erat di dadanya di dalam mobil hanya sedih kerinduan dan rasa kehilangan yang dalam seakan hanya diri dan tangisnya hanya satu untuk suaminya yang tercinta ini.
Memang dulu mas Harun hanya kenalan itu saja dikenalkan bapak ibu pada Biru, dulu sekali dia mempunyai seorang lelaki idaman hatinya yang di kenalnya waktu kuliah dulu dikampus.
Takdir Allah swt ternyata berpihak padanya dan mereka memutuskan menikah mesti kuliahnya Biru waktu itu belum selesai, meninggalkan kekasih hatinya yang sekarang entah pergi kemana, Biru anak dari kedua orang tua yang juga mengabdi pada bangsa dan tanah air ini, maka nilai-nilai birokrat masuk dalam tulang rusuknya juga!