Mohon tunggu...
Sayyid Jumianto
Sayyid Jumianto Mohon Tunggu... Guru - Menjadi orang biasa yang menulis
Akun Diblokir

Akun ini diblokir karena melanggar Syarat dan Ketentuan Kompasiana.
Untuk informasi lebih lanjut Anda dapat menghubungi kami melalui fitur bantuan.

Menulis untuk perubahan yang lebih baik

Selanjutnya

Tutup

Fiksiana

Pathok Bandara, Sebuah Novel 33

13 Maret 2016   21:48 Diperbarui: 13 Maret 2016   22:18 55
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

[caption caption="alsayidja"][/caption]Tidak tahu tentang gerhana yangmelintas bumi ini dan tentang usaha kami  mempertahankan hidup ini dan aku juga harus tetap konsen dengan tugasku mengajar nampaknya membuat segala agaknya kan lebih banyak "kerjaan" dalam diriku ini.  Malam senin ini ada yang membuatku gundah dari rumah  tetangga sebelah desa sudah sms aku mas Paimo mengDaku"mba siap-siap  saja semua yang amau dan tidak mau mendukung mega proyek ini tetap di gusur" deg darah serasa tidakemngali,  bagimana aku harus bersikap dan bagaimana aku harus menjelaskan dengan simbok dan paklik serta bulik yang akrab dan mengusahakan tanah warisan kami?

Kepalaku serasa berdenyar hebat ingin memuntahkan rasa dan kata-kata yang  sungguh tidakbisa kaugambarkan: pemaksaan ! dan mengabaikan pendapat rakyat!, padahal kau tahau inilah penguasa baru dan inilah partai yangdulu serta merta suka membuat danmenjual"rakayat bawah harus diperjuangkan!" sekarang terbalik setelah ebrkuasa aku baru tahu, sama dnegan yang kemarin berkuasa juga akhirnya UUD (ujung-ujungnya uang), benar adanya!

 

Berani!

 

sumpah aku belum tahu maksud mereka

yang menghargai uang

menjual harga diri

 

dan  saudara sendiri

dimakan bangkai-bangkai

dan darahnya

 

aku belum berani

langsung padamu

entah  besok atau lusa

 

aku tetap harus berani

menghargai 

menolak keputusan ini

alsayid ja13032016

 

"apakah harus aku sampaikan ini?" 

"apakah tidak membuat kaget selurah sedulur disini?"

'apakah danapakah ini harus  wajib diberitahukan? nanti bukan dicap pembuat onar dan  provakasi"??

Gelut daam rongga hati dan batinku, tetapi otakku tidak menerima bila kita di"kalahkan" semua terjadi aku sudah punya bukti mereka bermain"kasar" dalam bentuk lain, saksi pendapa rumah kami, pernah sekalidi serang, sekarang belumketangkap juga!
"baiknya kalian menyetujui saja" teringat pesan bapak lurah dan camat waktu sosialisasi dulu, 

"Harusnya begitu enaknya begitu tinggal nanti mau dibayar berapa juta"kata sang calo tangan panjang pengusah  properti Cakil

Aneh inikah jawaban gerhana kemarin ataukah harus kami yang kecil ini tidak boleh tersenyum dan harus di singkirkan sistem pemerintahan baru ini, aku baru tahu ya UU agraria baru bisa jadi nanti rumah, ladangbdan sawah yang "mbandel"akan sita tanpa ganti rugai  benar adanya.

 

Paginya dimeja makan  ini berapa kali aku harus membuat simbok tersenyum padaku

"mbok pendataan terdampak akan segera dilakukan,  sepertinya hari ini" pintakupada simbok

"pasarah nduk, pemerintah yang buat kita membantu dan ikhlas bila semua ladang sawah kita ter dampak"

aku diam bila  sombok sudah bilang begitu tetapi hatiku tetap njola, berontak padamu!

BERSAMBUNG

'...

"gelut : berkelahi

NJola : kaget sekali

mbadel: mirip nakal, pembangkangan

 

cerita ini baru ada dikompasiana saja!

*) Cerita No. 32

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Fiksiana Selengkapnya
Lihat Fiksiana Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun