Mohon tunggu...
Sayyid Jumianto
Sayyid Jumianto Mohon Tunggu... Guru - Menjadi orang biasa yang menulis
Akun Diblokir

Akun ini diblokir karena melanggar Syarat dan Ketentuan Kompasiana.
Untuk informasi lebih lanjut Anda dapat menghubungi kami melalui fitur bantuan.

Menulis untuk perubahan yang lebih baik

Selanjutnya

Tutup

Fiksiana Pilihan

Pathok Bandara, sebuah novel 32

11 Maret 2016   20:58 Diperbarui: 11 Maret 2016   21:06 43
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

[caption caption="alsayid ja.paint"][/caption]

http://fiksiana.kompasiana.com/alsayidjumianto/pathok-bandara-sebuah-novel-31_56e0498dbd22bda623a161f9

 

Belum juga kering baju ini hujan sore ini semakin deras, gerimis seakan menumpah di kota Batas, desa Pembagian kami basah kuyub oleh hujan kali ini tidak tahu, siang panas, malam hujan, sore panas  pagi hujan. Sebagaian orang tidak ikhlas bila hujan datang tetapi kami para petani dan penggarap ladang dan sawah seakan berharap hujan akan kembali deras untuk membasahi calon-clon tanaman yang kami harapkan tumbuh untuk memenuhi niat dan harapan hidup kami.

Sore yang aneh, dan bukan aneh karena sore ini benar-benar aneh hujan seakan tertumpah dari langit dan membuat  baju-baju yang aku cuci seakan kembali  ke ember-ember  dan masih basah karena hujan tiba-tiba semakin deras.

"ayo diambil tuh jemurannya" akta simbok padaku

"Nggih "

"kamu tahu ini musim yang aneh nduk setelah gerhana matahari, hujan sehari, panas sehari  nampaknya sebagai ujian maret ini"

"tetapi mbok ini aneh ya?"

"apa benar pranata mongso  sudah tidak dipakai nduk"

"apa itu ?"

"ah kamu nduk tidak pernah belajar, perhitungan tentang musim itu.,,"

"oh begitu? "aku smabil mengemasi jemuran dan hanger-hanger baju itu aku loroti masukan kembali ke tali-tali yang sengaja untuk memajang jemuran dlam rumah kami entah musim yang aneh begitu simbok berkata padaku dan ada hati yang aneh didalam hati ini.

" ettapi inikan musim hujan ya?"

"tidak  juga, ora nduk kudhune yo wes ketiga"

aku diam, sementar lik Tum disebelah simbok tertwa kecil dan membuatku bertanya

"ada apa lik?"

"itu ad ayang malas dan bete belum kering sudah dihujani lagi"

bu lik tum tertawa  aku juga tertwa menghitung nasib jemuranku ini, aku mengejar mau mencubitnya simbok menghalanginya, yah lik Tum juga sebaya simbok , kalau simbok empat puluhan tahun, bu Lik sekira tig puluhan liama tahun, aku tahu , gemas aku dibuatnya.

"sudah Tum nanti pada gojek kok kaya kucing dan anjing"

kami tertwa walau hujan rintik itu kembali deras dengan guntur dan kilat yang entah mengapa membuat kami bertiga pada diam

"tuh kan gunturnya tidak rela  kita pada guyonan" sela simbok padaku

"aku mbereskan  gaweanku yo..." kata lik Tum ngeloyor pergi, memang kami juga membungkusi sayuran untuk dijual ke pasar esok paginya kadang kami juga diambilpara mbok bakul bebarap sayur yang kami bungkus dengan palastik  ini.

 

Sore  ini

 

aku dan simbok berdamai

dengan hujan

dengan marahnya guntur

 

bu lik senyum

walau kecut 

gabahnya belum kering

 

sayurannya belum dikemasi semua

aku hanya manyun

cucianku belum juga kering

 

semoga..

semua menjadi nyata

yang terbaik buat kami

 

semuanya

yang ada

 

ada yang aneh dengan cuaca sore ini benar adanya karena ada  yang salah dengan musim hari ini aku hanya berharap bahwa  inilah agar kita bersyukur atas karuniaNYa ini! 

BERSAMBUNG...

 

Lagi wae di tulis neng kompasiana

 

gaweanku=pekerjaanku

Lorot= ambili

ketiga=musim kemarau

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Fiksiana Selengkapnya
Lihat Fiksiana Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun