Mohon tunggu...
Sayyid Jumianto
Sayyid Jumianto Mohon Tunggu... Guru - Menjadi orang biasa yang menulis
Akun Diblokir

Akun ini diblokir karena melanggar Syarat dan Ketentuan Kompasiana.
Untuk informasi lebih lanjut Anda dapat menghubungi kami melalui fitur bantuan.

Menulis untuk perubahan yang lebih baik

Selanjutnya

Tutup

Fiksiana Pilihan

Pathok Bandara, Sebuah Novel (14)

5 Februari 2016   21:01 Diperbarui: 5 Februari 2016   22:04 87
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

cerita yang kemarin:

http://fiksiana.kompasiana.com/alsayidjumianto/pathok-bandara-sebuah-novel-13_56b1fdbc2623bd1a0bbd82db

 

Hujan bulan  ini mengingatkan akau pad aayahku di pendapa duduk sehabis ashar selalu akmi bercanda ceria akau dan ayah  selalu saling mengingatkan tentang arti hidup ini

“nduk kamu walau wanita jangan mudah menyerah apapun yang terjadi kamu yang membela simbok dan sedulur-sedulur disini” kata bapak kepadaku. Aku hanya diam kala itu akubelum tahu mengapa aku harus membela simbok dan mebela sedulur  semua di kiri kanan rumah kami.

Merekalah yang member arti hiudup padaku yang dianggapnya ku rewel dan anak manja juga nakal adlah celoteh mereka karena kau anak semata wayang dari bapak yang agaknya disegani oelah kiri kanan rumahkami, sebab kakek buyut kamilah  yang menurut sedulur  adalah salah satu cikal bakal dari desa ini maka penghormatan yang layak sampai pada ku.

Aku sebenarnyamalukarena belum bisa berbuat banyak didesaku ini, ibaratnya hanya pulang kuliah langsung tidur dulu sekarang juga pulangkerja langsung tidur juga, tetapi entahmaengapa kau harus benar-bear melek untuk melihat keadaan sekeliling mengapa emreka resah ada yang mebekas di hatiku apalagi melihat lik legiman yang selalu menaykan padaku tenatng keresahanya lewat sms membuat kau yakin aku berpihak pada yang benar adalah kenyataan yang tidak bisa aku tolak.

“pak lik tetap menolak mas guru,  kata pak lik padaku, apalagi yang bisa aku andalkan kelak? aku hanya bisa menjadi buruh saja” keluhnya lewat sms   “sabar mas, aku juga baru berusaha  untuk memilih dan memilah  suasana desa kita ini, “jawabku lewat sms  “benar “balasnya lewat sms juga

Dalam gelisah yang dalam aku mengetikan kata di HPku :

Menolak

 

Bila proyek ini

meganya tidak untuk rakyat

hasilnya hilang

hanya untuk cukong

dan penguasa yang lalim

dan pengusaha yang lapar uang

 

Apa daya

rakyat hanya punya niat dan

doa

disudut-sudut hatinya

 

berharap kejujuran

pemegang kuasa

dan pemilik modal

 

Terkesima tidak bisa berkata-kata hanya wajah bapak yang kuingat benar  dan kata-kata itu membuat semangatku kembali untuk melanjutkan esok, menghilangkan kegundahan hatiku, dan melenyapkan rasa takutku, yang benar akan  benar yang salah akan salah Gusti ora sare.

“apakah kamu tega pada seduur itu nduk mereka berusaha menyenangkan diri mereka pagi keladang dan sawah mereka, sore pulang dengan senyum dan hasil keringat mereka dari sawah dan ladang mereka” setangah bertanya bapak padaku

“dan mengapa mereka tetap betah disini nduk karena merekalah yang mau dan meampu mengolah tanah  bumi jamrud katulistiwa ini menjadikan buat mereka penghidupan yang baik dan memberi mereka makan dengan cukup” lanjut bapak lagi padaku

Walau bapak sudah meninggal dunia dua tahun yang lalu tetapi ajaran dan kebiasaan bapak memberi tauladan baik ini menular sekitar sedulur kiri kanan, tak lupa kau harus juga bisa membuat semua menjadi teratur rapi dan bahagia walau kehidupan ini sederhana mereka tetap damai dan akrab.

”cobo nduk bapakmu iseh sugeng” keluh simbok padaku

“sudah mbok sudah , semua karena Allah swt lebih sayang pada bapak “kataku menghibur simbok

“keadaan begini ibaratnya kembali kemasa lalu yang tidak mesti dan membuat ketidak pastian hati ini, simbok tetap memilih pasrah saja pada pemerintah nduk”keluh simbok padaku

 

 Gusti ora sare=Tuhan tidak tidur

”cobo nduk bapakmu iseh sugeng=coba bapak masih hidup

cikal bakal: perintis

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Fiksiana Selengkapnya
Lihat Fiksiana Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun