Mohon tunggu...
Sayyid Jumianto
Sayyid Jumianto Mohon Tunggu... Guru - Menjadi orang biasa yang menulis
Akun Diblokir

Akun ini diblokir karena melanggar Syarat dan Ketentuan Kompasiana.
Untuk informasi lebih lanjut Anda dapat menghubungi kami melalui fitur bantuan.

Menulis untuk perubahan yang lebih baik

Selanjutnya

Tutup

Fiksiana

Pathok Bandara, Sebuah Novel

19 Januari 2016   17:18 Diperbarui: 19 Januari 2016   17:35 84
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

[caption caption="HANYA SEBUAH PAINT DARI AL SAYID"][/caption]Sinopsis: CERITA INI HANYA FIKTIF SAJA

Aku sebenarnya tahu manfaat dari bandara bagi kota kami yang tercinta ini, entah mengapa haruskah rakyt kecil yang dikorbankan demi dan demi pembangunan industri penerbangan yang nilai investasinya lebih dari milyaran bahkan trilyunan.

Aku baru tahu ini soal singgungan antara bisnis dan politik dan kerjasama antara bos-bos besar yang ada  dan pengusaha BUMN dan swasta untuk"mengubah " suasana desa yang tentram dan damai yangmengandalkan pertanian, menjadi " terang dan benderang menjadi lampu yang akan di kerumini oleh laron-laron" penikmat dunia dan pencarian lainnya.

Aku juga baru tahu bahwa pembangunan sejak jaman dulu sejak Orde abru samapi orde reformasi ini ,selalau "mencari tumbal" baik itu tenaga, lahan yang produktif, sampai kebebasan manusia dan bahkan nyawa manusia, hanya untuk mengutamakan orede pembangunan dan demi"kesejahteraan kita bersama, disunut inilah kadang nilai kemanusiaan kita "seakan " dihilangkan, bila memilih mau di diganti rugi maka harus menerima apa yang di gantikan tidak bisa lagi untuk membeli lahan dan rumah baru, bahkan malahan menjadikan miskin yangmenerima"ganti rugi" dan bahkan ganti untung " ini.

Bila menentang maka yang ada adalah di kriminalisasi dan dimasukan penjara karena "menentang" dan dicarikan salah untuk di meja hijaukan sebagai pelajaran dan masuk penjara dibui ujung-ujungnya, maka novel ini berupaya menengahi mengapa jiwa-jiwa kerdil itu selalu mencari tumbal sesama manusia dan bahkan menghalakan berbagai cara untuk mencari"sesuap nasi" dari tangis dan pedih hati rakyat.

Bila kita kembali keperjuangan DPRD salah satunya maka seakan sudah "pidak jempol" kerjasama dengan pemda setempat dan pemilik modal untuk "demi kesejahteraan bersama" dan inilah yang meyebakan rakyat tidak terima dan entah mengapa inilah kesempatan untuk"memukuli rakyat sendiri" akrena ingin diperjuangkan oleh DPR mereka.

ada yang pasrah di gusur dan demi pemebangunan bandara maka rela semua harta benda dna harga dirinya di dihilangkan dengan inilah salah satu bentuk pengorbanan rakyat yang tidak kecil, walau orang yang seperti ini dinafikan dan tidak dipandang sebelah mata oleh pemerintah karena kepasarahannya

Bila kamu cukong tukang tilap dan calo tanah maka inilah kesempatan untuk memutarkan uang dengan segala cara yang diinginkannya demi uang yang banyak dengan modal yang kecil dankedekatan dengan aparat dan pengusaha setempat

Aparat hanya menunggu dan mengamankan yang "tidak sesuai " dengan aturan dan sekenario yang ada di sinilah aparat asekan menjadi bermuka dua melindungi dan juga "menangkap" yang tidak sesuai dengan aturan main yang ada.

MAAF BILA ADA KEJADIAN YANG SAMA DALAM CERITA INI.

*******

 

BAB I

SENYUM MENYAMBUT PAGI

 

Pagi yang indah di sebelah barat sungai Perkakas, di kabupaten Kulon perkakas nampak keceriaan petani yang menghampii ladangnya dan burung-burung berkicau ring menyambut pagi, nampak petani saling senyum dan  menyapa satu dengan  yang lainnya gembira karena hasi panen hari ini sangat nampak bulir-bulir padinya bertumbuh dan nampak berisi.

Rumput-rumput menghijau di hamparan pematang dan kolam-kolam ikan berkilatan dia antara tanaman sayur di bedeng-bedengnya yang subur dan damai.

sinar amtaahri seakan menyapa senyumnya menghiasi senyum petani kecil di lahan sawah yang menhijau dan hamparanya nampak permadani yang di gelar diatas ruang bumi yang hamparannya sejuk dipandag mata dan sedap dinikmati aroma hijaunya yang entah mengapa aku tidak bisa melupakannya kelak akan keadaan ini yang selalu dirindukan oleh kita manusia-manusia yang cinta kehijauan dan udara oksigen pagi yang mencerahkan di pagi ini.

aku mengmbi pena dan kutilkan sebait pusi untukmu alam :

 

Cinta Alam

 

Pagi yang indah

hanya satu yang kuhirup 

senyum ceriamu

 

matahari seakan menyapa

entah mengapa burung-burung kecil

berlarian dan terbang menyambutmu

 

aku masih teralu dangkal

dan semua tdiak bisa dilupakann

hijau hamparan petani

 

lahannya

bak mutu manikam

jamrud hijau

 

diantara langit biru yang cerah

pagi ini

yang damai

 

*Puisi :Al Sayid Ja.

 

Aku hanya sebagaian titik yang masih menangi(menjumpai) alam yang hijau ini entah lima atau sepuluh tahun lagi akutaidak tahu semua akn berubah apa, aku hanya sebutir debu yang coba memotret sekitar keadaan yang membuatku damai walau kadang aku lupa mengapa kit atdiak bersyukur atas karuniaNYa ini.

Aku sedikit melamun dan ada sms masuk di handphone ku yang lama dan hanya di isi beberapa ribu pulsa 
"mengapa tidak menjawab smsku kemarin?' aku diam mengabaikan sms itu hanya sekedar melongok, ad ateman yang selalu mengirimiku sms tetapi tidak aku hiraukan, bila aku sedang dipinggir sawah yang damai ini.

Pernah aku uplod potret sawah ini tetapi entah mengapa banyak yang menyukai dan aku tdiak mau mereka menghilangak "surga dunia " ini yang emmnbuatku nyaman.

Sayup-syaup kudengarkan percakapan tetangga kanan rumahku dengan seseorang yang kuketahui seorang pernagkat desa

'besok ada pertemuan di balai desa mas, semua warga disini juga sudah kami undang" kata seserorang yang kuketahui seorang perangkat desa dan salah satunya adalah seorang petani yang separoh baya dan seumuran dengan bapak masih sibuk menyiangi sawahnya dan membuat seorang perangkat desa itu mengulangi pernyataannya

'benar lho datang ada sosialisasi dari propinsi  dan pusat" kata seseorang dari perangkat desa itu, aku hanya memandang meraka dari agak jauh dari tempatku ber"jemur"disawah pagi ini

"ya sudah dengar nanti kami ke balai desa pak" sambutnya 

Benarkah ada apa dengan dusun kami kao tiba-tiba dari propinsi dan pusat akan mengadakan sosialisasi? aku hanya bertanya, karena sejak didesa ini aku hilangkan hiruk pikuk gaya kota yang dulu aku kenyam sambil menjual koran untuk bisa kuliah karena simbok dan bapak tidak mampu mengkuliahkan aku.

Hanya satu pesan mereka kembali kedesa untuk membangun desa kami yang damai dan sangat sejuk ini..aku tahu

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Fiksiana Selengkapnya
Lihat Fiksiana Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun