Mohon tunggu...
Alief Reza KC
Alief Reza KC Mohon Tunggu... Administrasi - Dulu pernah hobi nulis

alrezkc@gmail.com | IG & Twitter : @alrezkc

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Ketika Khotbah Jumat Cuma Numpang Lewat

29 Maret 2019   15:13 Diperbarui: 29 Maret 2019   15:30 150
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
sumber foto : p3m.or.id (diolah oleh penulis)

"Mas... bangun.. mas!"

"Astaghfirullah" 

Harun kaget, panik, dan malu bercampur jadi satu begitu menyadari kiri, kanan, depan, dan belakangnya telah rapi para pria membentuk barisan atau shaf pertanda shalat jumat segera dimulai. Sementara dirinya masih mengumpulkan beberapa nyawa yang sebelumnya sempat kabur selama Khotbah Jumat berlangsung, dimana saat itu memang saat yang sangat menggoda untuk terlelap.

Ya, Khotbah Jumat yang sejatinya sangat sakral dan penting dalam rukun Sholat Jumat, agaknya selama ini atau setidaknya bagi Harun sendiri tak lebih dari formalitas sebuah upacara sembahyang semata. Yang penting dijalani, tidak ditinggalkan agar rangkaian ibadah sholat Jumat dianggap sempurna setidaknya menurut tuntunan syar'i. Tidak peduli apakah ada yang menatap dengan serius wajah khotib pertanda menyimak atau malah kepala setiap jamaah tertarik gaya gravitasi sehingga kompak menghadap ke arah karpet masjid.

Itu hanya pandangan Harun selama ini dia berkeliling ke berbagai masjid di berbagai daerah untuk merasakan feelsholat Jumat yang berbeda. Tapi hampir semuanya sama saja, Khotbah Jumat terasa membangkitkan rasa kantuk yang bahkantidak adasebelum datang ke masjid. Halaman demi halaman yang dibaca oleh khotib hanya sekilas yang masuk ke telinga, sebagian mampir ke zona ingatan di otak, dan sisanya sedikit merasuk ke sanubari hati.

Memang benar bahwa syariat Khotbah Jumat mewajibkan jamaah untuk diam tanpa sepatah kata apapun sehingga diharapkankhusyuk mendengarkan. Bahkan Harun pernah mendengar nasihat dari Khotib kalau kita mengingatkan orang lain yang berbicara saat Khotbah dengan cara mengeluarkan suara juga dapat merusak pahal Jumat kita. Jadi, kesunyian Jamaah sangat diperlukan di momen Khotbah Jumat. Harapannya tentu agar materi dari sang Khotib dapat tersampaikan secara jelas ke rohani segenap jamaah. Tapi apakah yang terjadi seperti itu? Tentu tidak, menurut Harun.

Setelah satu minggu berjibaku dengan kerasnya persaingan duniawi, seorang muslim perlu mendapat guyuran kesejukan dalam bentuk pencerahan rohani. Di era yang semakin sibuk ini, mana ada lagi momen yang bisa mengumpulkan ratusan bahkan ribuan laki-laki muslim dalam satu majlis selain sholat Jumat? Khotbah Jumat seharusnya menjadi satu-satunya momentum bagi para pencerah agama untuk memberikan kebutuhan rohani yang tepat bagi umat muslim. Begitu juga dengan umat muslim, sholat Jumat dengan hukum wajib berjamaahnya seharusnya jadi satu kesempatan terbaik untuk mendapat siraman rohani. Jika bukan karena hukumnya wajib untuk berjamaah, Harun yakin sholat Jumat tak jauh beda dengan sholat dzuhur di hari kamis.

Cara penyampaiannya yang hanya sekedar membaca paragraf demi paragraf saja sampai habis, ditambah materi yang selalu hampir sama dari Jumat ke Jumat, dari satu masjid ke masjid lainnya. Berbicara soal materi ini, Harun sampai melalukan observasi selama bertahun-tahun. Secara garis besar, Harun mencatat jadwal abadi tema Khotbah Jumat selama satu tahun. Jadwal abadi yang Harun catat adalah sebagai berikut :

Bulan Rajab                              : Keutamaan bulan Rajab

Bulan Sya'ban                          : Persiapan datangnya bulan suci Ramadhan

Bulan Ramadhan                    : Hikmah-hikmah berpuasa

Bulan Syawal                            : Hikmah lebaran

Bulan Qzulqaidah-Dzulhijjah : Hikmah haji dan berkurban

Bulan Muharram                     : Makna berhijrah

Safar-Jumadil Akhir              : Rukun Iman dan Rukun Islam

Istilah jadwal abadi memang istilah yang diciptakan sendiri oleh Harun. Tidak perlu ada yang mengesahkan, membenarkan, atau juga menyalahkan asumsi yang dibuat Harun. Jadwal tema ini tidak selalu benar di setiap Khotbah di setiap masjid. Tetapi, secara umum Harun berani meyakinkan pastilah tema-tema sesuai jadwal itu akan muncul di sebagian besar masjid di Indonesia tentunya, karena Harun belum pernah mengobservasi Khotbah Jumat diluar negeri.

Semua tema Khotbah itu tidak salah, sangatlah penting, bahkan hal yang mendasar bagi seorang Muslim. Selain karena memang syariat membolehkan. Syariat memang mewajibkan setiap khotib untuk mengawali Khotbah dengan nasehat mengenai ketakwaan. Namun, sepengetahuan Harun syariat setelah tidak memberi batasan tema Khotbah hanya seputar itu-itu saja.

Bukankah  ajaran Islam tidaklah seputar itu-itu saja. Islam agama yang mengatur semua tingkah laku manusia sejak bangun tidur hingga akan kembali tidur, semua ada aturannya dalam Islam. Perihal urutan Rukun Iman dan Rukun Islam, hampir semua lelaki muslim sudah mendengarnya di masa sekolah dasar. Tapi apakah pembahasan akidah hanya sampai sebatas itu? Lalu bagaimana dengan perkembangan zaman yang setiap hari semakin berkembang ragamnya, berkembang problematikanya, manusia semakin hari menghadapi masalah yang semakin kompleks.

Mengapa Khotbah Jumat tidak bisa dibuat lebih menarik tanpa meninggalkan rukun dan syarat-syaratnya? Bukankah problematika umat semakin lama semakin berkembang dan kompleks? Masalah ekonomi, sosial, politik, hukum, semua ada ilmunya di Al-Quran dan Hadist Nabi. Islam punya fiqh soal bisnis,bagaimana kaidah-kaidah dalam memproduksi barang yang sesuai syariat Islam, bagaimana kaidah-kaidah dalam memasarkan barang yang sesuai syariat Islam, kaidah-kaidah bagi produsen maupun konsumen banyak dalam ajaran Islam.

Di era digital ini kehidupan manusia termasuk umat Islam sangat erat kaitannya dengan perkembangan teknologi.

"Apakah salah jika Umat Islam diberi pencerahan bagaimana cara memanfaatkan teknologi bagi kemaslahatan bersama?" Batin Harun.

Harun menantikan adanya khotbah Jumat yang menjelaskan apa itu disrupsi, era revolusi 4.0,  membangun milenial muslim yang siap menghadapi persaingan global. Harun yakin, jika disampaikan secara tepat, tema seperti itu tidak akan menjauhkan umat dari Tuhan, tidak akan melupakan umat  akan ukhrawi. Justru semua harus dijadikan kendaraan untuk meraih kesuksesan ukhrawi.

Menurut Harun, tidak ada salahnya jika sesekali peran khotib diisi oleh para pakar dan praktisi dari berbagai bidang keilmuan seperti ekonomi, bisnis sosial, politik, hukum, atau bahkan teknologi. Selain itu khotib-khotib mainstream lainnya juga tidak ada salahnya untuk belajar bagaimana ilmu komunikasi agar Khotbah menjadi lebih menarik dan tentu saja materi bisa tersampaikan ke umat.

"Ayo ikut aku run, Jumatan di masjid itu. Disana aku jamin tema Khotbahnya nggak seperti biasanya." ajak Samsul, rekan kantor Harun. Harun pun penasaran dengan ajakan Samsul.

"Gimana? Beda kan run nggak kaya biasa Khotbahnya?" tanya Samsul selepas selesainya Sholat Jumat.

"Iya beda, tapi bukan itu yang aku maksud. Masa Khotbah kok isinya politik praktis, kampanye parpol sama capres, jelek-jelekin capres lain sama parpol lain. Kalau mau bicara politik yang disampaikan itu fiqh-fiqh dalam berpolitik, adab-adabnya, bukan kaya gini. Cuih! Gak sudi lagi aku dengar Khotbah seperti itu, bukannya membawa angin positif malah menistakan sholat Jumat sendiri itu namanya!" Harun benar-benar kesal.

"Kan aku Cuma janjiin beda run, nggak janjiin baik apa enggaknya hahaha." Canda Samsul.

"Sudah sudah, lekas pergi dari sini."

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun