Uang non tunai atau cashless tentu sudah bukan barang asing bagi masyarakat kini. Hampir semua lapisan masyarakat sering atau setidaknya pernah menggunakan layanan uang non tunai.
Statistik menunjukan bahwa angka-angka transaksi non tunai terus berkembang secara pesat dalam kurun waktu singkat. Bank Indonesia (BI) mencatat transaksi uang elektronik pada kuartal III-2018 tumbuh sebesar 300,4% dibandingkan periode yang sama di tahun sebelumnya. Dari sisi nilai, sampai Agustus 2018, tercatat nominal transaksi uang elektronik mencapai Rp 3,8 triliun atau naik 393% yoy dari periode yang sama tahun lalu Rp 790 miliar.
Statistik yang besar itu akan sangat wajar mengingat dampak dari perkembangan teknologi dalam wujud smartphone yang juga sangat pesat dan banyak mengubah budaya manusia, salah satunya budaya dalam bertransaksi.
Selain itu, adanya pula kebijakan-kebijakan dan program Pemerintah dalam hal ini Bank Indonesia untuk memasyarakatkan dan menggiatkan transaksi non tunai melalui Gerakan Nasional Non Tunai (GNNT) yang dicanangkan sejak tahun 2014. Salah satu yang paling nyata adalah elektronifikasi jalan tol yang dimulai sejak Oktober 2017.
Hampir seluruh perbankan besar di Indonesia saat ini memiliki layanan e-money, seperti Mandiri e-money, BRI Brizzi, BNI Tapcash, BCA Flazz, dan ada T-cash yang merupakan produk dari perusahaan telekomunikasi, Telkomsel. Bahkan, langkah mereka juga dibuntuti oleh pelaku bisnis startup seperti contoh Tokocash milik Tokopedia, ada Bukadompet milik Bukalapak dan Gopay kepunyaan Gojek serta OVO sebagai andalan Grab.
Budaya transaksi non tunai juga telah merambah ke berbagai sektor ekonomi, mulai dari berbelanja, pembayaran tagihan, pariwisata dan akomodasi, restoran sampai warteg. Bahkan sampai sedekahpun kini sudah terjamah system transaksi non tunai dengan menggunakan barcode di leaflet-leaflet yang tersedia di masjid-masjid atau yayasan-yayasan sosial.
Uang elektronik memang cepat digemari oleh masyarakat mengingat penggunaannya yang dirasa sangat praktis. Daripada harus membawa berlembar-lembar uang yang selain merepotkan juga rawan tindak kriminal.
Melihat perkembangan yang arah kebijakan pemerintah kedepannya, maka bukan tidak mungkin bahwa 10-20 tahun kedepan, uang tunai berbentuk lembaran kertas atau uang sudah jauh berkurang drastis eksistensinya, bahkan mungkin tidak eksis sama sekali.
Ketika semua masyarakat telah terbiasa menggunakan 'dompet online' maka hal itu tidak saja merubah satu budaya pembayaran tapi juga akan merubah banyak sekali perilaku, dan kebijakan ekonomi pemerintah serta pelaku bisnis. Berikut adalah sedikit gambaran tentang dunia masa jika uang tunai benar-benar tak lagi eksis:
1. Banyak Pekerjaan akan Hilang
Selain petugas pintu tol, profesi lain yang berpotensi akan hilang antara lain petugas loket pembayaran, petugas tiket, dari tiket konser, olahraga, tiket bioskop, tiket wahana hiburan dan semua petugas penjual dan pemeriksa tiket. Petugas kasir minimarket sampai kasir supermarket pun tak luput dari ancaman tergantikan pekerjaannya. Fungsi mereka akan tergantikan persis seperti petugas pintu tol.
Bahkan, seorang teller bank yang dimasa sekarang masih menjaid salah satu primadona pekerjaan pun di masa depan bisa jadi sudah tidak dibutuhkan.
Tanda-tanda ke arah sana sudah terlihat dari sekarang. Menjamurnya gerai ATM setor dan tarik tunai jelas telah mengurangi antrian nasabah. Meskipun ancaman para Teller tidak sebesar petugas loket karena bisa mudah digeser posisinya ke sub bidang lain yang dibutuhkan. Tetapi yang pasti, kebutuhan pegawai bank akan berkurang di masa depan.
Memang perkembangan zaman di satu sisi pasti akan menghilangkan pihak tertentu seperti penerbit Koran yang harus gulung tikar, pengemudi becak yang hampir punah. Tetapi sejarah juga membuktikan bahwa perkembangan zaman juga banyak melahirkan jenis-jenis profesi baru yang sebelumnya tidak dicita-citakan anak kecil. 20 tahun lalu siapa yang bercita-cita jadi ahli IT atau mendirikan startup ?
2. Galeri ATM bernasib seperti telepon umum
Jika dua puluh tahun lalu, masyarakat yang sekedar ingin mengirimkan uang ke rekening lain atau menyimpan sedikit uangnya di rekening sendiri harus sabar mengantri di dalam bank, maka sekarang budaya itu sudah mulai berkurang drastis dengan banyaknya gerai ATM tarik dan setor tunai.
Orang bisa mendebet atau menkredit rekeningnya kapan saja selama 24 jam cukup membutuhkan waktu tidak lebih dari 5 menit. Kebanyakan orang sekarang pergi ke bank hanya untuk keperluan dengan customer service.
Fenomena gerai ATM yang menjamur 10 tahun terakhir juga diyakini tidak akan bertahan lama. Perkembangan smatphone telah melahirkan system mobile banking. Mentransfer sejumlah uang atau melalukan berbagai pembayaran semudah membalikan telapak tangan.
Manusia yang sebelumnya malas untuk pergi ke bank, akhirnya terbantu dengan adanya gerai ATM di dekat rumah. Itu dirasa masih kurang, sekarang orang malas untuk sekedar pergi ke gerai ATM karena bertransaksi perbankan bisa dilakukan di dalam kamar, diatas kasur yang empuk, dengan udara sejuk yang keluar dari AC.
Jika sudah semakin langkanya uang tunai, maka Gerai ATM semakin akan tidak dibutuhkan dan tentu saja pihak bank akan menutupnya karena tidak menguntungkan. Kisahnya mirip dengan telepon umum di masa kecil bagi kita yang mengalaminya.
3. Jaringan Interner yang semakin luas
Seperti yang sudah dijelaskan sebelumnya bahwa muncul dan berkembangnya uang non tunai bersamaan dengan berkembang teknologi dan jaringan internet. Saat ini kita tinggal di masa jaringan 4G, di saat bersamaan jaringan 5G sedang disempurnakan. 10-20 tahun kedepan, ketika uang non tunai menjadi barang primer, tentu dibutuhkan jaringan internet yang luas dan stabil di seluruh sudut kota.
Bisa kita bayangkan jika uang tunai sudah tidak kita butuhkan, maka untuk membayar secangkir kopi di warung kopi di sudut desa terpencil kota, kita hanya ada pilihan untuk menggunakan e-money. Sudah barang tentu jaringan internet di masa depan sudah jauh lebih luas dan stabil dibanding masa sekarang. Harga-harga kuota internet akan jauh lebih murah dan jaringan wifi akan semakin mudah ditemukan.
4. Smartphone adalah 3/4 nyawa manusia
Orang bisa bepergian ke berbagai tempat hanya bermodal smartphone. Dari mulai transportasi, penginapan, tiket wisata, makanan semua bisa dilakukan dalam genggaman.
Jika di masa sekarang yang mana masih dibutuhkan uang tunai saja smartphone sudah seperti setengah nyama kita, lalu bagaimana di masa depan ketika uang tunai sudah tak lagi dibutuhkan dan segalanya ada di dalam gadget kita? Yang sebelumnya hanya setengah maka akan meningkat menjadi tiga perempat nyawa manusia.
5. Perampok-perampok perbankan menjadi ahli IT
Perampok-perampok kelas teri yang tidak mengikuti perkembangan zaman tentu akan pensiun. Akan tetapi perampok-perampok yang sudah mana kejahatan telah menjadi tujuan hidupnya tentu akan berusaha keras untuk belajar dan menjadi ahli teknologi, tujuannya tetap untuk merampok uang-uang digital yang ada di perbankan.
Perampok yang tidak bisa teknologi sama sekalipun bisa menggunakan jasa orang yang ahli atau setidaknya memaksa mereka. Jadi, di masa depan ahli IT sangat dibutuhkan baik dalam kebaikan maupun kejahatan.
Itulah 5 gambaran dunia masa depan tanpa uang tunai. Perkembangan bisnis dan teknologi umat manusia dekade terakhir saja telah berkembang jauh lebih pesat dibandingkan seratus tahun belakangan.
Terlepas dari baik buruknya, positif atau negatif, keuntungan dan kerugian yang akan ditimbulkan dari 5 kondisi diatas, kita tidak bisa menolak percepatan zaman atau kita akan tertinggal dan hilang. Ada yang mau menambahkan gambaran masa depan lainnya?.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H