Surat EdaranÂ
MenPAN-RB (Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi), Tjahjo Kumolo, bakal menghapus Pekerja Honorer pada tahun 2023 nanti. Melalui Surat Edaran nomor B/185/M.SM.02.03/2022, Tjahjo Kumolo menjelaskan bahwa Pegawai ASN (Aparatur Sipil Negara) hanya akan terdiri dari PNS (Pegawai Negeri Sipil) dan PPPK (Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja) pada tahun 2023 besok.Â
Kebijakan ini, menurut Surat Edaran tersebut, adalah pelaksanaan reformasi birokrasi yang memuat ketetapan mengenai ASN sebagai profesi yang memiliki kewajiban mengelola dan mengembangkan dirinya dan wajib mempertanggungjawabkan kinerjanya dan menerapkan prinsip merit dalam pelaksanaan manajemen ASN.Â
Â
Langkah StrategisÂ
Melalui Surat Edaran di atas juga, Tjahjo Kumolo memerintahkan agar Pejabat Pembina Kepegawaian (1) melakukan pemetaan Pegawai non PNS pada instansi masing-masing dan bagi yang memenuhi syarat dapat diikutsertakan mengikuti seleksi Calon PNS maupun Calon PPPK, (2) menghapuskan jenis kepegawaian selain PNS dan PPPK dan tidak melakukan perekrutan Pegawai non PNS, (3) menggunakan Tenaga Pengemudi, Tenaga Kebersihan dan Satuan Pengamanan melalui Tenaga Alih Daya atau outsourcing oleh pihak ke tiga dan Tenaga Alih Daya tersebut bukanlah Tenaga Honorer pada instansi yang bersangkutan, (4) menyusun langkah strategis penyelesaian Pegawai non ASN yang tidak memenuhi syarat atau yang tidak lulus seleksi Calon PNS maupun Calon PPPK sebelum tanggal 28 November 2023, (5) mengindahkan kebijakan ini karena ada sanksinya dan dapat menjadi bagian dari objek temuan pemeriksaan bagi Pengawas Internal maupun Eksternal pemerintah.Â
Singkatnya, setelah tanggal 28 November 2023 nanti, posisi CS (Cleaning Service), Satpam dan supir pada instansi pemerintahan sudah tidak lagi diisi oleh tenaga Pekerja Honorer karena semua Pekerja Honorer pada instansi pemerintah akan diseleksi menjadi Calon PNS atau Calon PPPK. Pahitnya, bagi Pekerja Honorer yang tidak lulus syarat atau tidak lulus seleksi, mereka tidak boleh bekerja di instansi pemerintah itu lagi karena posisi mereka akan digantikan oleh CS, Satpam dan supir dari outsourcing.Â
Â
Kata MerekaÂ
SE (Surat Edaran) MenPAN-RB tersebut mendapat tanggapan se-nada dari beberapa Pejabat di instansi Pemerintahan. Wakil Bupati Nias Barat, Era Era Hia, mengaku ketar-ketir dengan SE di atas.Â
Menurutnya, MenPAN-RB perlu memperhatikan pertimbangan khusus bagi daerah 3T (Terdepan, Terpencil dan Tertinggal) yang masih membutuhkan tenaga honorer. "Kami siap melaksanakannya, tetapi kalau boleh ditunda dulu", katanya seperti yang dimuat dalam jpnn.com.Â
Bupati Kepulauan Anambas, Abdul Haris, juga demikian. Ia seolah dihadapkan pada pilihan sulit dan serba salah mengingat Kabupaten Kepulauan Anambas juga 3T. Bagi Abdul Haris, dalam sebuah artikel batam.tribunnews.com, 1800 PNS yang mengabdi di Anambas masih perlu dibantu oleh Tenaga Honorer.Â
Bambang Soesatyo, Ketua MPR RI, pun meminta MenPAN-RB menjelaskan secara rinci mengenai SE tersebut. Dikutip dari jambi.antaranews.com, ia, atas nama MPR, juga meminta agar pemerintah dapat memberikan solusi bagi nasib Pegawai non PNS yang berkualitas dan memiliki kontribusi yang baik dalam capaian dan target kinerja di masing-masing.Â
Â
Angka-AngkaÂ
Menurut KemenPAN-RB sendiri, jumlah Pekerja Honorer di instansi pemerintah sampai dengan Juni 2021 adalah 410.000 orang (cnbcindonesia.com). Pada data yang berbeda (databoks.katadata.co.id), jumlah Guru Honor Sekolah pada tahun 2022 adalah 704.000 orang. Kemudian, Tenaga Kesehatan Honorer yang terdaftar oleh KemenKes adalah 213.000 orang.Â
Jadi, jika jumlah Pekerja Honorer yang dicatat oleh KemenPAN-RB tersebut merupakan hanya jumlah CS, Satpam dan Supir, maka total Tenaga Honorer yang mesti bersaing untuk menjadi PNS dan PPPK adalah sejumlah 1.300.000 orang. Dengan kata lain, 1.300.000 orang akan dipecat sebagai Pekerja Honorer.Â
Bila ditambah dengan jumlah pengangguran se-Indonesia (11.053.0000 orang per Februari 2022, menurut bps.go.id) maka totalnya adalah 12.353.000 orang. Angka total ini menjadi perlu untuk diperhatikan karena KemenPAN-RB juga memberi kesempatan bagi masyarakat umum yang bukan Pekerja Honorer untuk ikut mencoba seleksi PNS dan PPPK. Mungkin angka tadi perlu ditambah juga dengan angka pemecatan dari beberapa perusahaan start-up yang baru-baru ini ramai diperbincangkan.Â
Â
Lalu, bagaimana?Â
Mohammad Averrouce (Plt. Kepala Biro Hukum, Komunikasi dan Informasi Publik KemenPAN-RB) menyampaikan lewat kontan.co.id bahwa kebijakan yang tertuang dalam SE di atas merupakan kebijakan yang diutamakan kepada Guru Honorer, Tenaga Kesehatan Honorer, Tenaga Penyuluh atau Perikanan atau Peternakan Honorer dan Tenaga Teknis Honorer yang sedang dibutuhkan oleh pemerintah.Â
Lantas, kalau kita kembali pada poin-poin di dalam SE tadi, bahwa Tjahjo Kumolo memerintahkan agar Pejabat Pembina Kepegawaian melakukan pemetaan Pegawai non PNS pada instansi masing-masing, agar Tenaga Honorer yang memenuhi syarat dapat diikutsertakan mengikuti seleksi Calon PNS maupun Calon PPPK, maka timbullah pertanyaan, mengapa SE ini tidak ditujukan secara spesifik kepada Kementrian atau instansi pemerintah tertentu?Â
Misal, jika KemenPAN-RB hendak mereformasi birokrasi ASN di KemenKes, mengapa tidak dibentuk saja kerjasama antara MenPAN-RB dengan MenKes agar dengan penilaian dan pertimbangan KemenKes sendiri, Tenaga Honorer di KemenKes dapat apresiasi oleh KemenPAN-RB atas pengabdiannya selama ini? Siapa tahu KemenKes punya solusi semacam membentuk Ikatan Tenaga Honorer Kesehatan yang bidang kerjanya dipisahkan dari Tenaga Kesehatan yang ASN.Â
Â
Lagipula, dari sumber-sumber lain, Tjahjo Kumolo seperti tidak lurus kebijakannya. Dari laman kompas.com, Tjahjo Kumolo menuturkan bahwa, "Pejabat Pembina Kepegawaian pada kementrian atau lembaga atau daerah tetap bisa memperkerjakan outsourcing sesuai kebutuhannya. Bukan dihapus serta-merta".Â
Terang saja, pernyataan ini menimbulkan dua pemahaman. Apakah "bukan dihapus serta-merta" itu adalah "Tenaga Honorer-nya tetap. Orang-orangnya sama. Cuma ganti nama saja", atau, "Tenaga Honorer-nya (orang-orangnya dan istilahnya) diganti dengan Tenaga Outsourcing, sehingga pekerjaan yang sebelumnya dilakukan oleh Tenaga Honorer itu tidak dilakukan oleh ASN tetapi dilakukan oleh Tenaga Outsourcing? Kemudian, jika memang istilah "Tenaga Honorer" bakal dihapus, mengapa pekerja Tenaga Honorer tidak boleh ikut outsourcing agar bisa tetap bekerja di instansi tempatnya?Â
Mengapa pemerintah, lewat KemenPAN-RB, membuat reformasi ASN yang merugikan Tenaga Honorer yang seringkali mendukung pekerjaan ASN dalam mengejar target-target tertentu? Belum lagi soal istilah "Pramubakti" yang masih digunakan oleh beberapa instansi pemerintah.Â
Karena tidak disebutkan di atas sebagai Tenaga Honorer yang bisa di-outsourcing-kan, bagaimana nasib Tenaga Honorer dengan istilah "Pramubakti"? Apakah mereka yang bakal mendapatkan kesempatan pertama untuk menerima langkah strategis penyelesaian pegawai non PNS, seperti yang tertera juga dalam SE ini?
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H