Misal, jika KemenPAN-RB hendak mereformasi birokrasi ASN di KemenKes, mengapa tidak dibentuk saja kerjasama antara MenPAN-RB dengan MenKes agar dengan penilaian dan pertimbangan KemenKes sendiri, Tenaga Honorer di KemenKes dapat apresiasi oleh KemenPAN-RB atas pengabdiannya selama ini? Siapa tahu KemenKes punya solusi semacam membentuk Ikatan Tenaga Honorer Kesehatan yang bidang kerjanya dipisahkan dari Tenaga Kesehatan yang ASN.Â
Â
Lagipula, dari sumber-sumber lain, Tjahjo Kumolo seperti tidak lurus kebijakannya. Dari laman kompas.com, Tjahjo Kumolo menuturkan bahwa, "Pejabat Pembina Kepegawaian pada kementrian atau lembaga atau daerah tetap bisa memperkerjakan outsourcing sesuai kebutuhannya. Bukan dihapus serta-merta".Â
Terang saja, pernyataan ini menimbulkan dua pemahaman. Apakah "bukan dihapus serta-merta" itu adalah "Tenaga Honorer-nya tetap. Orang-orangnya sama. Cuma ganti nama saja", atau, "Tenaga Honorer-nya (orang-orangnya dan istilahnya) diganti dengan Tenaga Outsourcing, sehingga pekerjaan yang sebelumnya dilakukan oleh Tenaga Honorer itu tidak dilakukan oleh ASN tetapi dilakukan oleh Tenaga Outsourcing? Kemudian, jika memang istilah "Tenaga Honorer" bakal dihapus, mengapa pekerja Tenaga Honorer tidak boleh ikut outsourcing agar bisa tetap bekerja di instansi tempatnya?Â
Mengapa pemerintah, lewat KemenPAN-RB, membuat reformasi ASN yang merugikan Tenaga Honorer yang seringkali mendukung pekerjaan ASN dalam mengejar target-target tertentu? Belum lagi soal istilah "Pramubakti" yang masih digunakan oleh beberapa instansi pemerintah.Â
Karena tidak disebutkan di atas sebagai Tenaga Honorer yang bisa di-outsourcing-kan, bagaimana nasib Tenaga Honorer dengan istilah "Pramubakti"? Apakah mereka yang bakal mendapatkan kesempatan pertama untuk menerima langkah strategis penyelesaian pegawai non PNS, seperti yang tertera juga dalam SE ini?
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H