Mohon tunggu...
Alpina TiaraEfendi
Alpina TiaraEfendi Mohon Tunggu... Mahasiswa - 21107030018

Mahasiswa UIN Sunan Kalijaga, Prodi Ilmu Komunikasi, Fakultas Ilmu Sosial dan Humaniora

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Usapan Lembut di Tengah Badai

22 November 2024   12:21 Diperbarui: 22 November 2024   12:34 40
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

bugh!!! 

Karin terjatuh setelah mendengar suara seseorang di seberang telepon sana.

.

.

.

.

Suatu malam cuaca sangat dingin karena hujan turun dengan lebatnya disertai angin. Petir pun tak mau kalah seakan ikut bersaing memnciptakan suasana yang lebih mencekam. Seorang gadis tampak gelisah dibalik selimut sambil terus menggenggam handphone nya. Sesekali ia membuka handphone nya seperti menantikan sesuatu, kemudian ketika terdengar suara petir dia menjauhkan handphone nya seakan handphone nya akan meledak. 

Suara hujan angin disertai petir masih terus bergemuruh hingga jam di handphone gadis itu menunjukkan pukul 22.15. Dia menahan rasa takut dan cemasnya sendiri malam itu. Menutup rapat seluruh tubuhnya hingga ke kepala menggunakan selimut, seakan-akan ada sesuatu di luar selimut yang mengancam keselamatannya jika bagian dari tubuhnya keluar dari selimut.

"Mas? mas sudah pulang kerja belum ya? Karin takut disini hujan angin dan suara petir nya kencang bangeeet"

Gadis itu mengirimkan pesan whatsapp kepada seseorang dengan nama kontak 'Mas sayang' di handphone nya. Karin memiliki ketakutan yang berlebihan terhadap hujan terlebih lagi hujan lebat disertai angin kencang dan petir. Saat itu ia merasa seluruh badannya gemetar, dingin, lemas. Tiba-tiba, jeeep semua gelap. 

Arus listrik padam akibat hujan lebat, Karin terkejut dan sangat ketakutan. Ia mencengkram kuat guling dipelukannya sambil menangis, rasanya ia ingin berteriak meminta tolong tapi tak kuasa. Sayup-sayup ia merasa seseorang mulai datang mendekatinya. Tap tap tap, ia merasa ada langkah kaki mendekat ke kasurnya. Karin terus menangis, hingga ia tidak merasakan apapun lagi

Karin merasa tidak nyaman, ia pun terbangun. Ternyata listrik sudah menyala dan hujan sudah reda hanya masih terdengar suara rintik-rintik gerimis diluar. Karin bangun dari tempat tidur dan menuju ke kamar mandi. Sebelumnya, ia menyempatkan diri membuka layar handphone nya berharap kekasihnya telah membalas pesan. Namun sayang, belum ada pesan masuk dan di layar terlihat saat itu telah pukul 01.35. 

Setelah kembali dari kamar mandi, Karin mendengar dering telepon dari handphonenya. Ia bergegas meraih ponsel nya beranggapan bahwa kekasihnya yang menelepon. Ternyata telepon itu dari 'Ibu' nama yang diberikan Karin untuk ibu dari kekasihnya. 

"Assalamualaikum ibu, ada apa" Tanya karin dengan rasa bingung karena mendengar suara tangis dari seberang sana.

"Rin, ini mbak Alya" jawab seorang wanita diseberang sana yang ternyata adalah kakak perempuang dari kekasihnya.

"iya mbak ada apa? kok nangis, Ibu mana? Ibu gak kenapa-kenapa kan, kenapa teleponnya di kakak?" Karin menghujani Alya dengan pertanyaan dan penuh kecemasan.

"Rin, hiks hiks ibu pingsan rin. Aldoo.." Ucapan Alya terpotong karena Karin tak sabar memotong omongan Alya.

"Ka, Ibu pingsan kenapa? mas Aldo dari tadi gak ngabarin aku mbak, dia gak sama aku. Dia kemana sih, ibu pingsan dia malah gak bisa dihubungi" Karin memotong ucapan alya dengan sedikit emosi

"enggak, Rin hiks hiks hiks. Ibu ping hiks san, waktu hiks Ambulance datang hiks hiks mengantar jenazah Aldo hiks hiks hiks" ucap Alya terbata-bata menahan tangis.

Karin yang mendengar ucapan Alya pun seketika merasa lemas, pandangannya kabur dan Karin pun terjatuh tak sadarkan diri.

Karin merasakan seseorang mengusap rambut nya dengan lembut sambil berbisik. "sayang, bangun udah gak hujan".  Sentuhan itu, rasanya sama seperti saat hujan badai semalam. Saat itu, ketika listrik padam ditengah hujan lebat Karin merasa ada seseorang yang berjalan menghampirinya. Ditengah rasa takutnya ia tiba-tiba merasakan sentuhan lembut dikepalanya. Ya, ada seseorang yang mengusap kepalanya dengan halus. Karena merasa sangat mengantuk, Karin akhirnya tertidur. Dan ketika terbangun, dia mendapati dirinya sendirian dikamar itu, hujan pun sudah reda. Ia berfikir mungkin dirinya hanya berhalusinasi atau bermimpi.

Namun, saat ini Karin merasa suara itu jelas ditelinganya. Suara yang begitu familiar. Suara seseorang yang sangat berarti dihidupnya. Ya, Suara Aldo kekasihnya. Seketika, Karin terbangun dari pingsan nya. Dia mencoba membuka mata, benar saja ada sosok Aldo tengah duduk di sampingnya sambil tersenyum. 

Karin langsung memeluk Aldo dengan erat, sambil berkata "Mas, mas kemana aja? mas kenapa gak ngabarin aku. Mas gak boleh pergi ya, mas harus terus sama aku. Aku gak punya siapa-siapa selain mas" ujar karin dengan diiringi isak tangis

Aldo mengusap punggung Karin dan menjawab "Sayang, mas akan kemana-mana. Mas akan selalu nemenin kamu dimana pun dan kapanpun. Asalkan kamu selalu ingat mas. Mas gak suka lihat sayang nangis, hati mas sakit. Udah jangan nagis yaaa, tolong temenin ibu tuh ibu nyariin kamu"

Belum sempat Karin menjawab perkataan Aldo, tiba-tiba ada seseorang yang memanggil Karin dengan panik sambil terus mengetuk pintu kamar Karin dengan kencang. Karin tersadar, dan tiba-tiba sosok Aldo menghilang dari pelukannya.

"Iya mas, Karin pasti selalu inget sama mas. Karin gak akan lupain mas. Karin sayang sama mas" ucap Karin menahan air mata dengan tatapan kosong.

"Kariiiiin dog dog dog, Kariin buka karin, kamu gapapa didalem" Ucap Hamka, Suami Alya yang sejak tadi mengetuk pintu kamar Karin sambil terus memanggil namanya.

"iyaa kak" jawab Karin tanpa semangat. Karin lalu beranjak membuka pintu sambil menghapus air matanya.

Dengan panik, Hamka bertanya "Kariin kamu gak apa-apa? kita semua khawatir tiba-tiba kamu gak bersuara di telepon, makanya Alya langsung minta aku kesini"

"Aku gak apa-apa mas, bawa aku kerumah ya mas. Aku mau lihat Aldo" ucap Karin berusaha tegar.

Hamka menghela nafas, dia tahu bahwa gadis di hadapannya ini pasti sangat terpukul. Bagaimana tidak, Karin adalah anak yatim piatu yang datang merantau kesana. Dia hidup di kontrakan petak seorang diri tanpa saudara dikampung orang. Hingga akhirnya dia bertemu dengan Aldo, lelaki yang begitu mencintainya. Karin diperkenalkan dengan keluarga Aldo, dari situlah ia baru mulai merasakan kembali kehangatan keluarga. Namun, saat ini orang yang memberikan warna dalam hidupnya harus pergi meninggalkannya untuk selamanya. Bagaimana bisa ia baik-baik saja.

"Iya Karin, aku datang jemput kamu. Kamu siap-siap terus kita pulang" 

Saat itu masih sekitar pukul tiga dini hari. Karin bersiap lalu pergi kerumah Aldo bersama Hamka. 

Sesampainya di rumah Aldo, belum banyak tetangga yang datang karena masih dini hari. Hanya terlihat beberapa kerabat dekat yang tengah membantu membereskan rumah. Karin langsung mencari sosok yang ia panggil 'Ibu', karena dia teringat ucapan Aldo dimimpinya untuk menemani ibunya. 

"bu" ucap Karin kepada wanita tua yang tengah duduk di samping jasad Aldo yang sudah diselimuti kain. Seketika kesedihan dan rasa sakit yang meraka rasakan tidak lagi dapat terbendung. Mereka saling bertatapan sejenak, kemudian berpelukan sambil menangis. seakan-akan tanpa bicara mereka sudah saling memahami apa yang dirasakan satu sama lainnya.

Cukup lama mereka berpelukan dan menangis, Lalu Sri (Ibu Aldo) berkata "Karin, Aldo udah gak ada. Karin tetap anak ibu ya. Tadi malam Ibu sudah tidur, tiba-tiba Aldo masuk kamar ibu. Aldo bilang, bu bangun nanti bakal ada banyak orang datang. Ibu, siap-siap ya. Aldo jemput Karin dulu, biar nanti dia temenin ibu disini. Habis itu dia keluar kamar ibu, gak lama ada suara orang ketuk pintu. Ternyata orang-orang datang antarkan jenazah Aldo Riiin hiks hiks hiks".

Karin tak menjawab apapun, dia hanya menangis sambil memeluk Sri. Dia berkata di dalam hati "Mas, ternyata tadi malam betul kamu. Kamu temenin aku waktu aku takut hujan, kamu temani aku sampai aku tidur. Lalu saat aku pingsan, kamu bangunin aku supaya aku temani ibu. Makasih mas, sampai akhir hidupmu pun kamu masih menjaga ku".

Sejak saat itu, Karin tidak lagi tinggal di kontrakannya. Ia tinggal bersama Sri dan menjadi anak angkat keluarga Aldo. Karena Alya dan Hamka sudah memiliki rumah sendiri, maka Sri hanya tinggal sendiri setelah meninggalnya Aldo.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun