Mohon tunggu...
Alpina TiaraEfendi
Alpina TiaraEfendi Mohon Tunggu... Mahasiswa - 21107030018

Mahasiswa UIN Sunan Kalijaga, Prodi Ilmu Komunikasi, Fakultas Ilmu Sosial dan Humaniora

Selanjutnya

Tutup

Worklife Pilihan

Combine Harvester Lebih Menguntungkan, Buruh Ditinggalkan

19 Februari 2022   11:40 Diperbarui: 7 Maret 2022   12:35 687
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Sejak beberapa tahun terakhir masyarakat Desa Jatikontal dan sekitarnya mulai mengenal mesin baru dalam sektor pertanian, yaitu Combine Harvester

Jatikontal sendiri merupakan desa yang terletak di Kabupaten Purworejo kecamatan Purwodadi, tepatnya di pesisir pantai selatan. Masyarakat nya yang sebagian besar adalah petani tak semuanya menggarap lahan milik sendiri, banyak masyarakat yang menjadi buruh tani dan membentuk sebuah rombongan buruh. 

Biasanya setiap rombongan buruh akan kebanjiran job ketika musim panen dan musim tanam tiba. Namun, setelah pemborong mulai menggunakan combine harvester untuk memanen padi, job para buruh ketika musim panen mulai berkurang.

Seiring dengan perkembangan teknologi yang sangat pesat, kini muncul berbagai alat yang berfungsi untuk mempermudah pekerjaan manusia. Kita lihat dari sektor pertanian, awalnya para petani mengandalkan tenaga kerbau untuk membajak sawah. 

Seiring dengan perkembangan ilmu teknologi, kemudian muncul traktor (mesin pembajak sawah). Para petani kemudian meninggalkan cara membajak dengan tenaga kerbau menjadi menggunakan mesin traktor karena dinilai lebih efisien. 

Tentunya menggunakan mesin akan lebih cepat jika dibandingkan dengan menggunakan tenaga hewan. Kini sangat jarang ditemukan petani yang membajak sawah menggunakan kerbau, terutama didesa kami. Bahkan hal tersebut dapat dikatakan menjadi pemandangan yang langka terjadi di sawah ketika musim tanam di masa sekarang.

Selain mesin tractor, ada pula mesin-mesin untuk memanen padi yaitu reaper dan binder. Reaper digunakan untuk memotong padi yang prinsip kerjanya sama seperti sabit sedangkan binder adalah mesin yang digunakan untuk memotong sekaligus dapat langsung mengikat hasil potongan padi. Selain itu, ada pula tleser yang prinsip kerjanya sama seperti serit (alat perontok padi). 

Hadirnya alat-alat diatas untuk keperluan pertanian belum begitu berdampak pada lapangan pekerjaan masyarakat, karena hadirnya alat-alat tersebut hanya membantu para buruh untuk mempercepat pekerjaan mereka bukan menggantikan pekerjaan mereka.

dokpri. Alpina
dokpri. Alpina "mesin combine harveser"

Lain halnya dengan combine harvester. Mesin ini dapat melakukan hampir semua proses panen, mulai dari memotong tangkai padi, merontokan padi dari tangkainya dan memisahkan antara padi dan tangkainya. 

Sehingga kita hanya tinggal mewadahi padi yang sudah rontok kedalam karung, dan untuk mengoperasikan alat ini hanya dibutuhkan satu orang guna mengendalikan dan mengarahkan alat ini layaknya seorang supir. 

Harga mesin ini memang mahal sehingga tidak semua petani atau pemborong memilikinya, biasanya mereka akan menyewa alat ini dengan harga 500 ribu untuk satu iring sawah. Waktu yang dibutuhkan untuk memanen satu iring sawah menggunakan combine harvester sekitar setengah jam. 

Jika mempekerjakan buruh, biasanya untuk menyelesaikan panen satu iring sawah dibutuhkan waktu sekitar satu hari tergantung jumlah anggota buruh setiap rombongannya. Biasanya para buruh akan di bayar menggunakan bawon, yaitu padi hasil panen dari sawah itu sendiri dengan presentase 1/6. 

Misalnya, jika hasil panen  mencapai 1,2 ton maka upah yang akan diperoleh oleh satu rombongan adalah 1/6 dari satu ton yaitu 2 kwintal. Hasil panen dari satu iring sawah biasanya dapat mencapai 1 ton lebih, namun Kembali lagi pada kondisi tanaman padi itu sendiri. 

Meskipun sama-sama satu iring jumlah hasil panen dapat berbeda tergantung pada kualitas tanamannya, tak jarang terjadi gagal panen atau hasil panen sedikit karena padinya kosong akibat diserang hama atau tanaman padi ambruk terkena banjir sehingga tidak dapat dipanen.

Memanen satu iring sawah menggunakan combine harvester pemilik sawah hanya perlu mengeluarkan budget 500 ribu untuk biaya sewa per iring. 

Sedangkan jika mempekerjakan buruh, pemilik sawah perlu membayar upah dengan sistem bawon serta ditambah lagi biaya untuk camilan atau masyarakat biasa menyebutnya pacitan serta makan siang. “Kalau pakai buruh, pagi harus kasih pacitan jam 8 pagi, siangnya waktu makan siang harus mengirim makan siang, terus sorenya sekitar jam 2 ngirim pacitan lagi. Repot kalau diburuhin, harus masakin, ngirim, siapin minum. 

Belum lagi hasilnya belum bersih, masih ada awulnya jadi kalau mau dijemur harus di silir. Kalau pakai combine praktis, cepet, hasilnya bersih tinggal jemur” ujar mbah jumaliyah, salah seorang petani.

Sunarni, salah seorang pemilik sawah juga mengatakan bahwa saat musim panen ia bisa menghabiskan 400 ribu untuk biaya makan siang dan pacitan buruh, belum lagi upah yang harus dibayarkan sebesar 1/6 bagian dari hasil panen. 

Harga padi jika sedang bagus bisa mencapai 400 ribu per kwintalnya, jika satu hari buruh mampu menyelesaikan satu iring dengan hasil panen 1,2 ton maka mereka bisa mendapatkan uang sebesar 800 ribu per rombongan. 

Salah seorang buruh tani mengaku rombongannya mendapat uang sekitar 700 ribu dari hasil penjualan bawon satu iring, itu diluar makan siang dan pacitan.

Perbandingannya Nampak jelas bukan, jika menggunakan combine hanya perlu mengeluarkan budget 500 ribu bersih sedangkan jika mempekerjakan buruh perlu mengeluarkan budget lebih dari 700 ribu.

dokpri. Alpina
dokpri. Alpina "para petani sedang beristirahat"

Maka tak heran jika para penebas dan masyarakat yang memiliki banyak sawah lebih memilih untuk menyewa combine harvester daripada mempekerjakan buruh. 

Masyarakat Desa Jatikontal mulai menggunakan combine harvester sejak 3 tahun terakhir atau sejak 2019. Meski tidak semua petani menggunakan alat ini, tetap saja kehadiran combine harvester ini mengurangi job para buruh. 

Biasanya, sawah yang tetap dipanen manual oleh tenaga buruh dikarenakan memang tidak dapat di panen menggunakan combine karena beberapa faktor, seperti letak sawah yang sulit dijangkau oleh combine ataupun kondisi tanaman yang ambruk sehingga tidak bisa di panen menggunakan combine, karena combine tidak bisa memotong tangkai pohon padi dengan kondisi ambruk. 

Para buruh banyak mengeluh akan hadirnya combine, tapi mau bagaimana lagi kita harus tetap mengikuti perkembangan zaman. Dan perkembangan teknologi tidak dapat kita hentikan. Bisa jadi kedepannya semua proses pertanian menggunakan mesin dengan sedikit sekali tenaga manusia. 

Maka kita para generasi muda harus mampu mempersiapkan diri untuk menghadapi masa itu, supaya hal yang dialami para buruh saat ini yang mana job nya terenggut oleh mesin-mesin tidak kita alami kelak.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Worklife Selengkapnya
Lihat Worklife Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun