Mohon tunggu...
Fika Afriyani
Fika Afriyani Mohon Tunggu... Freelancer - Asisten Peneliti

Ruang latihan menulis

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Quiet: World for Introvert

2 Juni 2020   10:31 Diperbarui: 2 Juni 2020   10:35 264
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber Foto: Koleksi Pribadi

Semoga tulisan review buku ini tidak banyak melenceng dari isinya, karena jujur perbendaharaan kata dalam Bahasa Inggris saya belum banyak, jadi saya selalu siap kamus mini oxford dan google, jadi mohon dimaklumi ya.

Bukunya menarik perhatian karena sampulnya yang hampir polos berwarna putih bahkan judulnya hampir tidak kelihatan, namun bila diperhatikan akan terlihat judul bukunya 'Quiet'. Mungkin seperti itu filososi introvert yang digambarkan oleh Susan Cain dalam tulisannya.

Susan Cain menulis Quiet sebagai pencerminan dirinya yang merupakan seorang introvert, sangat tertutup, pemalu bahkan sering mengalami kepanikan bila harus tampil dan berbicara di depan orang banyak. Namun, profesi Cain yang juga seorang pengacara mengharuskan dirinya 'berakting' seperti seorang ekstrovert yang mampu berbicara dan menyampaikan pendapatnya di depan orang banyak.

Karakter introvert yang identik dangan sifat pendiam, kesepian, sulit bersosialisasi dan suka memendam emosi adalah penilaian umum masyarakat terhadap karakter ini sejak puluhan tahun lalu. Lalu bagaimana dengan masyarakat itu sendiri? 

Pasti tidak semuanya adalah orang-orang dengan karakter yang sama, pasti ada di antara mereka yang juga introvert bahkan ambivert, bukan? Adanya pendapat bahwa ekstrovert merupakan karakter ideal di masyarakat sehingga mampu mendominasi pandangan khalayak umum terhadap karakter lainnya, setidaknya dalam standar orang Amerika.

Melalui tulisannya, Cain melakukan berbagai riset baik secara literasi, ikut serta dalam seminar atau workshop, serta wawancara para narasumber (seperti akademisi, peneliti, bahkan orangtua dari anak-anak introvert). Cain menjelaskan sifat sensitif merupakan ciri utama yang dimiliki oleh para introvert. Mereka sangat reaktif dalam merespon lingkungannya, namun reaksi tersebut belum tentu akan mereka ekspresikan secara langsung.

Perasaan 'nanti saja kusampaikan; bagaimana kalau; apa benar begitu?; kenapa bisa seperti itu?' dan perasaan lainnya saat merespon berbagai reaksi orang-orang atau lingkungan di sekitarnya seakan sudah menguras habis energinya, sehingga para introvert membutuhkan waktu dan tempat sendiri untuk kembali mengisi energi mereka.

Mereka akan menyampaikan ekspresi dan respon tersebut, apabila mereka diberi kesempatan atau bila mereka merasa pada waktu yang tepat. Bahkan tidak jarang hal-hal kreatif tercipta dari para introvert, meski tidak menutup kemungkinan bahwa kreativitas juga dimiliki para ekstrovert dan ambivert. 

Hanya saja, beberapa pendapat mengatakan bahwa terkadang kolaborasi karakter dapat mematikan kreativitas para introvert karena adanya dominasi para ekstrovert; oleh sebab itu diperlukan waktu bagi introvert untuk mengekspresikan kreativitas mereka sebelum kembali ke lingkungan dan bekerjasama.

Beberapa riset sejak puluhan tahun lalu menunjukkan bahwa fenomena introvert dan ekstrovert ini sangat berkaitan dengan aktivitas sistem saraf, endokrinologi, genetika dan tentunya psikologi. Salah satunya adalah eksperimen dari Jerome Kagan, yang mengamati pertumbuhan ratusan anak sejak berusia 4 bulan hingga dewasa. 

Eksperimen tersebut merujuk pada dua hal dalam psikologi yang mendasari perbedaan karakter seseorang, yaitu temperament dan personality. Temperament merupakan bawaan biologis sejak lahir, bagaimana seseorang merespon rangsangan dengan emosinya; seperti bayi yang menangis bila lapar atau takut.

Sedangkan personality terbangun karena adaptasi dan pengalaman terhadap lingkungan sekitar sehingga menjadi pertahanan kepribadian seseorang atas lingkungannya. Singkatnya, temperament adalah fondasi, sedangkan personality adalah gedung. Kesimpulan tersebut berdasarkan pengamatan bertahun-tahun atas reaksi tubuh (tekanan darah, suhu tubuh, detak jantung dll) terhadap rangsangan lingkungan. Secara biologi, reaksi-reaksi tersebut diatur dalam sebuah bagian otak yang disebut amygdala.

Pembahasan karakter secara biologis dalam buku ini menarik, karena contoh kasus yang disajikan tampak tidak terlalu sulit dipahami secara ilmiah meskipun hal tersebut sangat berkaitan dengan sistem saraf, endokrin dan genetika. Contoh yang diceritakan malah tentang Warren Buffett dan kesuksesannya dalam bermain saham, serta tokoh besar dibalik kesuksesan Presiden Amerika, Franklin D. Roosevelt, yaitu sang istri Eleanor Roosevelt yang sangat sensitif dan introvert namun sangat kuat menyokong peran sang presiden.

Lalu bagaimana beradapatasi dengan para introvert? Atau hidup sebagai introvert, dengan dunia yang didominasi oleh ekstrovert sebagai karakter ideal? Pada dasarnya seorang introvert sudah memutuskan bagaimana mereka akan menjalani hidup nantinya; pekerjaan apa yang akan mereka pilih; bagaimana beradaptasi dan menyikapi 'berisiknya' lingkungan sekitar dengan memperbanyak waktu me time atau bahkan 'berdamai' dengan berkamuflase bersama para ekstrovert.

Yang menjadi tantangan apabila kita harus beradaptasi hidup dengan introvert. Beberapa cerita yang dituliskan Cain mengenai anggota keluarga yang introvert. Mereka lebih sering dipaksakan untuk bisa menjadi seperti orang lain di sekitarnya, padahal apabila para introvert diberi ruang dan waktu untuk didengarkan tidak sedikit hal penting yang tersampaikan; bisa jadi mereka adalah calon Eleanor Roosevelt atau Lewis Carrol (penulis Alice in Wonderlnad) di masa depan. 

Hal ini sering terjadi pada anak-anak yang menjadi pendiam di sekolah dan tidak punya banyak teman. Dan tentu saja, tidak dipungkiri hal ini akan terus terjadi hingga dia dewasa, kuliah, dan bekerja. Tentu saja dengan saling mengerti apa yang diperlukan dan bagaimana saling mendengarkan, baik introvert, ekstrovert dan tentunya ambivert dapat berkolaborasi dalam berbagai hal.

Demikian review singkat saya. Buku ini sebenarnya tidak terlalu berat untuk dibaca kapan pun karena cerita kasus nya tidak terlalu panjang setiap bab nya. Sehari-hari kita pasti pernah bertemu atau mungkin kita sendiri adalah sang introvert. Bahkan bila anda seorang introvert pun bisa jadi menemukan hal baru di buku ini. Kita bisa sedikit membayangkan kehidupan menjadi introvert di Amerika, bisa jadi berbeda dengan kita yang hidup di Asia tentu saja karena lingkungan dan budaya yang umumnya berlawanan.

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun