Kenapa saya setuju pada gagasan Pak Anies yang sepertinya sekarang juga didukung oleh Pak Prabowo dan Pak Mendiktisaintek yang baru bahwa mahasiswa LPDP sebaiknya diperbolehkan berkarya di luar negeri?
Â
A. Â Mengurangi Angka Pengangguran (Hilangkan Crab Mentality)
Dengan memberikan mereka kesempatan berkarya di luar negeri bukan hanya mereka yang diuntungkan tapi saingan kerja & promosi Anda juga berkurang. Dari sudut pandang egois individualis pun, penggunaan pajak Anda diuntungkan karena mengurangi pengangguran di dalam negeri sambil berinvestasi pada bibit-bibit unggul bangsa di luar negeri. Bayangkan tiap tahun ada ribuan beswan LPDP lulusan luar negeri dibiayai uang pajak Anda tapi ujung-ujungnya hanya jadi saingan Anda cari kerja di Indonesia? Gimana cari kerja tidak susah jika seperti ini? Crab mentality (mentalitas saling menjatuhkan) harus dihentikan, stop berpikir sempit & lihat manfaatnya untuk semua. Dengan membiarkan mereka berkarya di luar negeri, mereka dapat tempat yang sesuai dengan potensi mereka, Negara bisa berinvestasi dalam jangka panjang sambil mengurangi pengangguran & saingan kerja Anda pun juga berkurang.
B. Investasi Jangka Panjang Indonesia
Beasiswa itu bukan konsumsi jangka pendek, melainkan investasi masa depan. Ketika alumni LPDP bekerja di luar negeri, mereka:
- Membawa nama baik bangsa.
- Membangun jaringan global yang membuka peluang investasi, riset, dan kerja sama.
Contoh beberapa diaspora negara lain yang sukses:
1) Â India
Punya diaspora besar yang merupakan penyumbang devisa terbesar nomor 1 di dunia. Banyak dari mereka menjadi pemimpin global di perusahaan seperti Google, Microsoft, dan IBM. Diaspora India adalah salah satu alasan negara itu menjadi kekuatan ekonomi yang emerging saat ini. Jika suatu saat ada alumni LPDP jadi CEO di Google atau Microsoft? Apakah Anda tidak bangga? Jika dibandingkan mengharuskan mereka langsung pulang kemudian kerjaanya tidak jelas dan tidak jadi apa-apa, bukankah itu justru lebih menyia2kan uang negara?
Di saat India yang sering kita remehkan banyak diasporanya bekerja sebagai tenaga ahli di Eropa & Amerika, Indonesia masih bergantung pada devisa dari pekerja low-skill (Saya tidak bermaksud merendahkan karena mereka tetaplah pahlawan devisa negara). Tapi gara-gara ini, negara kita seringkali dianggap sebagai "negara babu" bahkan oleh tetangga seperti Malaysia, alih-alih sebagai kekuatan ekonomi atau politik kita dianggap sebagai "negara pembantu". Saatnya berdayakan diaspora high-skill untuk mengubah persepsi ini!
2) Yahudi