Mohon tunggu...
Alpaprana
Alpaprana Mohon Tunggu... Wiraswasta -

Jika arwah sang penyair, dan setumpuk kesedihan pecinta sastra mengalir di urat nadi, maka ijinkanlah aku mencumbui setiap mata yang membaca rangkaian kalam rahsa alpaprana (aksara biasa), sampai terbenamnya bahasa penaku di keabadian sulbi makhluk berkulit tanah, sebelum tiupan sangkakala memanggil, menyentuh udara kiamat, hingga membangunkan seisi jagad raya.

Selanjutnya

Tutup

Puisi Pilihan

Citra Embun Sebelum Pagi

12 Juli 2016   05:34 Diperbarui: 12 Juli 2016   10:03 66
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Puisi. Sumber ilustrasi: PEXELS/icon0.com

Sebentuk kebekuan rahsa--

temuku pada fajar kini

dengan menyesap kesemuan rona venus

meretak cermin-cermin rindu--

yang terlelap di ruang kalbu

dan bersama titik-titik embun

beralibi, menangkap nalarku--

saat berlari menuju sepi

sebelum pagi

 

Ini seperti asumsi pada ilusi

lelaku cinta yang sungguh bersahaja

hanya seumur mekar dedaun kembang putri

hingga aku menikmati udara tanpa cahaya

pada cermin-cermin asa

alam sadarku tertangkap imajinasi 

dalam keanggunan kekata cinta

menunjuk ikatan rindu yang rahasia

dan tetaplah citra embun kembali dari mataku--

dari mata kekasihku

sebelum pagi.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Puisi Selengkapnya
Lihat Puisi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun