napas penaku masih berdiri
di sini
di ladang kesenyapan jiwa
erat menggenggan setangkai bunga
Â
Dengan suara kalam sastra
arwah tintaku menulis puisi
di bawah langit yang murung
berpayung pucat lembayung
disapa hujan-hujan kecil
yang selayaknya sembunyi
dan aku enggan beranjak pergi
Â
Senja
aliran rahsaku terus menanti
pada se-nama di pelabuhan hati
yang direngkuh gelombang lautan tak bertepi
terombang-ambing di atas biduk jati
namun-ku tetap merindui ia
kembali merajut mimpi-mimpi bersama
Â
Dengan ujung pena, aku bercerita
menyampaikan sgala bahasa jiwa
dan senja pucat ini
harapku, adalah pesan cinta
yang ia tulis pada setumpuk mendung
lalu menjelma hujan-hujan kecil
jatuh berhamburan
menyapaku dalam tenang kebasahan
di tanah puisi.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H