Mohon tunggu...
Alpaprana
Alpaprana Mohon Tunggu... Wiraswasta -

Jika arwah sang penyair, dan setumpuk kesedihan pecinta sastra mengalir di urat nadi, maka ijinkanlah aku mencumbui setiap mata yang membaca rangkaian kalam rahsa alpaprana (aksara biasa), sampai terbenamnya bahasa penaku di keabadian sulbi makhluk berkulit tanah, sebelum tiupan sangkakala memanggil, menyentuh udara kiamat, hingga membangunkan seisi jagad raya.

Selanjutnya

Tutup

Puisi

Mungkin Cinta yang Berpuisi

2 Juli 2016   13:37 Diperbarui: 2 Juli 2016   13:44 43
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Gema asmaradhana

rangkumku di semasa kisah

melalui jari-jari puisi

tanamku benih kelukaan nurani

di pekarangan senja

aksara biasa, tulisku sebagai saksi

 

Pada sepasang mata yang dihidupi cinta

warna-warni rindu terkemas sederhana

resah udara menanti kepastian kekasih

dan hanya bayangnya saja

menyeruak masuk ke dalam pemikiran

menari bebas

merampas garis batas waras

membekukan sejenak urat-urat paru

lalu keluar melalui kerah baju

mengambang bersama cahaya sendu

 

Beginikah sebentuk cinta yang berpuisi?

 

Oh, kasih

takdirku bukanlah keabadian matahari

hanya sejenak warna langit senja

yang mengharap wangi kasturi asmaralaya

walau sekedar bahasa puisi

di atas kertas yang tiada dipeduli

tetap cintaku mengalir seadanya

dengan keutuhan arwah sang perindu

gema asmaradhana mengalun merdu.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Puisi Selengkapnya
Lihat Puisi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun