Menyeka luapan air dari mata teduh kekasih(ku)
memeluk kesunyian waktu
wajah polos jantung tertahan beku
sebab cinta, diri sejenak melupa rasa sakit yang membiru.
"Di mana, aku?"
Seperti pena yang menuliskan rasa kekasih dalam kerinduan, warna tinta(ku) merangkum kisah asmara yang kelak terabaikan.
Inikah yang disebut,"Cinta?"
Suara kekasih berbisik, "Aku terus saja menginginkan lembut napasmu, di setiap kehampaan jiwa memikirkanmu, dan menunggu gelap di ruang terang semu."
Cinta, waktu berbalik
bertanya, rasa(ku) menyambutmu (kekasih), lagi. "Aku bukanlah kesedihan yang kau butuhkan. Menutup mata, mengutuk cinta."
Hanya itu, tidak ada yang bisa kulakukan, bahkan kerinduan semakin melumpuhkan titik lemah jantung(ku).
Â
"Di mana, aku?"
Rasa(ku) tersesat, berjalan di lorong gelap dengan memeluk hujan air mata, dan jawab resahku menemukan seseorang yang memegang tangan (kekasih), mengajak ia menuju masa esok tanpa aku yang telah berlalu.
Â
Inikah yang disebut,"Cinta?"
Â
Matahari yang jatuh
terkubur di pusar labirin keruh
pun dari jauh
kebahagiaan (kekasih) menyapa,"Di mana, kamu? Aku masih saja menginginkan lembut napasmu, memikirkan keruntuhan hari-harimu, dan mengeja kepedihan aksara hidupmu dalam kesepianku."
Â
"Di mana, aku?"
cintamu (kekasih), memilih berlalu.
Â
[caption caption="#Anglocita (Alpaprana),"Love, where am I?"][/caption]
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI