Mohon tunggu...
Aloysius Noel
Aloysius Noel Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa Teknik Sipil Universitas Pembangunan Jaya

Saya adalah seorang mahasiswa yang suka menulis dan berambisi untuk menjadi yang terbaik.

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Ketika Moral dan Etika Pengendara di Jalan Terabaikan

22 Desember 2022   00:51 Diperbarui: 22 Desember 2022   01:02 329
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Mengemudi motor dengan kecepatan yang tinggi biasanya identik dengan modifikasi motor agar motor tersebut menjadi lebih kencang ataupun hanya sebatas modifikasi gaya. Namun, motor yang dimodifikasi seringkali juga mengganti knalpot standar dengan knalpot racing yang memiliki tingkat kebisingan yang sangat tinggi. 

Tentu dengan pergantian knalpot tersebut dapat menyebabkan polusi suara sehingga mengganggu kenyamanan pengendara yang lain disekitar motor atau pengendara tersebut. Penggunaan knalpot yang memilki tingkat kebisingan tinggi dapat dikenakan sanksi berdasarkan UU Nomor 22 Tahun 2009 Pasal 285 ayat 1 yaitu sanksi kurungan paling lama 1 bulan atau denda maksimal Rp 250.000,00. 

Tidak hanya itu, pengendara di Indonesia seringkali mengendarai motor dengan kapasitas yang berlebih. Dimana kapasitas motor hanya untuk 2 orang, tetapi yang mengendarai motor lebih dari 2 orang. Seringkali saya menemui pengendara motor dengan kapasitas lebih dari 2 orang dengan alasan yang beragam mulai dari tempat yang dekat dan tidak adanya transportasi lain untuk digunakan. Pengendara motor juga merasa malas untuk menggunakan helm, padahal penggunaan hel

m untuk keamanan dan keselamatan pengendara jika terjadi hal yang tidak diinginkan. Banyak saya temui para pengendara yang tidak menggunakan helm dan mengendarai motor dengan sangat tidak hati-hati. Ada beberapa pengendara motor yang membawa helm namun cenderung helmnya tidak digunakan dan digantungkan saja. Lebih parah lagi, banyak yang hanya menenteng helmnya saja di sikut tangan. Apa mungkin, sikut mereka lebih berharga dibanding otak mereka? 

Peneliti Pusat Studi Transportasi dan Logistik (Pustral) Universitas Gadjah Mada (UGM) Dwi Ardianta Kurniawan memaparkan empat alasan mengapa pengendara motor tidak mengenakan helm ketika berkendara. 

Pertama adalah kurang kesadaran dari pengendara mengenai kegunaan helm sebagai pelindung keselamatan. Lalu yang kedua adalah motivasi memakai helm sebagai pemenuhan kewajiban belaka. Ketiga, harga helm standar yang cukup mahal. Keempat, banyak pemuda yang mementingkan penampilan sehingga tidak ingin tertutupi dengan helm standar yang cenderung menutupi wajah (Maharani, 2016). 

Di Jakarta sendiri sudah banyak rekayasa lalu lintas. Hal tersebut dimaksudkan untuk menghindari kemacetan di Jakarta. Banyak cara serta metode yang dilakukan, seperti penutupan akses jalan tertentu, melakukan rute jalan yang sedikit memutar agar jalan yang dilewati tidak terjadi halangan kemacetan, dan juga pengalihan jalan ke jalan yang lain untuk merelokasi beberapa jalanan umum agar tak terjadi penumpukan hanya pada satu titik. 

Walaupun sudah diberlakukannya aturan tersebut, masih saja ada orang yang tak beretika melakukan lawan arus ataupun pembukaan blokir jalan secara sendiri atau sepihak karena menganggap rekaya lalu lintas yang dilakukan jauh dan membuang waktu. 

Sedangkan, hanya dengan membuka satu titik akses, jalan semakin dekat. Padahal, jika melakukan pembukaan titik jalan ataupun melakukan lawan arus sangat berbahaya bagi pengemudi dan juga orang lain karena pembukaan jalan tersebut tentu akan mengakibatkan pemotongan jalan dari sisi satu ke sisi yang lain. Melawan arah juga bisa membahayakan pengendara motor dari arah lain karena pengendara motor dari arah lain tidak mengetahui datangnya pengendara yang melawan arus sehingga terjadi tabrakan.

Tingkah lainnya dari pengendara motor adalah melawan arah, tindakan ini seakan-akan sudah menjadi hal yang normal untuk dilakukan. Pada tahun 2018, Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan meminta kepada Dinas Perhubungan DKI, Polisi, dan TNI untuk mengatur kendaraan-kendaraan yang melawan arah di Jakarta. 

Menurut dia, di beberapa titik, melawan arah itu sudah menjadi kebiasaan. "Ada tempat-tempat di mana melawan arah sudah menjadi keseharian sehingga dipasang rambu-rambu, dipasang lampu, tetapi karena dianggap sudah kebiasaan, tetap saja itu dilanggar," ujar Anies (Ravel, 2018). 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun