Pada era digital saat ini, peranan media sosial sangatlah penting. Perubahan zaman yang harus kita ikuti dan tidak dapat kita tolak. Revolusi industry 5,0 sudah memasuki era digital saat ini. Kita harus dapat memanfaatkannya dengan baik. Media sosial itu sendiri telah menjadi platform utama untuk berkomunikasi dan menyampaikan informasi apapun dengan bantuan internet, media sosial juga dapat digunakan untuk kepentingan bisnis kita seperti penggunaan promosi barang atau produk hingga kedalam kepentingan politikpun termasuk dalam konteks kampanye politik. Fenomena kampanye Pilpres di media sosial memunculkan berbagai perdebatan terkait regulasi komunikasi digital yang mengatur konten politik.
Regulasi media digital sangat diperlukan agar promosi dalam kampanye politik menjadi lebih aman dan tertib. Perlunya perubahan yang disesuaikan dalam regulasi komunikasi digital saat ini. Regulasi komunikasi digital yang ketat diperlukan untuk mengontrol penyebaran informasi yang salah atau menyesatkan selama masa kampanye politik. Hal ini penting untuk mencegah adanya propaganda yang dapat mempengaruhi opini publik secara negatif. Dengan aturan yang jelas, diharapkan setiap konten yang disebarkan di media sosial dapat diverifikasi kebenarannya.
Perlu dingat bahwa dalam masa kampanye pilpres ini konten-konten yang berunsur sara hingga hoax sekalipun akan dengan mudahnya ada di media sosial masyarakat Indonesia, selain dalam negeri informasi-informasi di dalam media sosialpun juga dapat diakses dan dilihat oleh negara lain.
Regulasi yang baik perlu memperhatikan keseimbangan antara kebebasan berekspresi dan perlindungan terhadap kebenaran informasi. Sanksi yang tegas perlu diberlakukan bagi pihak-pihak yang sengaja menyebarkan informasi palsu atau melakukan tindakan negatif lainnya dalam kampanye digital. Selain itu, adanya transparansi media juga menjadi kunci utama dalam regulasi komunikasi digital, sehingga masyarakat dapat dengan jelas melihat siapa yang berada di balik setiap konten kampanye yang disebarkan.
Lembaga pemerintahan komunikasi dan informatika pada bulan Desember 2023 mengeluarkan Siaran Pers NO. 557/HM/KOMINFO/12/2023 yang berisikan tentang “Dukung Netralitas Media, Wamenkominfo Dorong Ikuti Regulasi Pemilu”. Dimana salam artikel tersebut bahwa media yang merupakan alat demokrasi wajib melakukan netralisasi saat menyediakan nformasi mengenai pilres 2024 ini, rekan-rekan media diharapkan memberikan informasi yang faktual, imparsial, dan menghindari pemberitaan yang kemungkinan menyebabkan sensasi di masyarakat Indonesia.
Regulasi terkait pemilu di Indonesia sebelunya telah diatur pada tahun 2017, dalam Undang-Undang (UU) Nomor 7 tahun 2017 tentang Pemilihan Umum. Terkait pemberitaan, penyiaran, dan iklan kampanye pemilu, secara khusus telah diatur pada pasal 287 s.d. pasal 297. UU pemilu tersebut berisikan mengenai sikap adil kepada seluruh peserta pemilu tanpa membeda-bedakan.
Salah satu yang menarik perhatian saya yakni aturan dari KPU mengenai kepemilikan akun dari setiap partai politik di media sosial, yakni yang sebelumnya pada tahun 2022 dibatasi dengan 10 akun, pada tahun 2023 di naikkan menjadi 20 akun. Tetapi di lapangan tidak seperti yang telah di atur oleh KPU. Karena masih banyak buzzer yang berkeliaran di kolom komentar masyarakat Indonesia.
Selain itu, isi video yang viral saat melakukan kampanyepun masih tersedia di seluruh platform media. Yang memberatkan yakni sebuah isi video yang tidak sesuai dengan realitas atau fakta yang ada serta sebuah video yang bisa di bilang menyesatkan. Dengan contoh ketika melakukan kampanye salah satu pendukung mengatakan kata-kata yang tidak pantas dengan menyebut malaikat Jibril.
Tetapi video tersebut masih ada di platform media sosial. Isu-isu yang tidak masuk akal tersebut sebenarnya dapat membuat masyarakat Indonesia menjadi salah informasi ataupun dengan mentah menerima informasi tersebut. Media massa sendiri memberikan pengaruh yang besar pada audiensnya, salah satunya teori jarum suntik atau The Hypodermic Needle Model. Teori ini mengenai kita sebagai penonton dapat dimanupulasi oelh media itu sendiri. Dari teori media massa tersebut di takutkan jika masyarakat Indonesia akan dengan mudahnya menerima informasi yang telah tersebar di media sosial. Mereka tidak menyaring dan mencari informasi yang lain.
Untuk saat ini regulasi komunikasi media di salah satu platfrom sudah memberikan keterangan dalam setiap postingan yang merupakan atau bagian dari pemilu 2024. Seperti halnya dengan TikTok, di setiap video yang berisikan kata-kata, foto, gambar yang bersangkutan dengan pemilu 2024 terdapat keterangan seperti ‘dapatkan informasi tentang pemilu di Indonesi’. Saat kita mengklik keterangan tersebut maka akan dipindahkan ke halaman baru yang berisikan informasi-informasi pemilu dan menjaga agar pemilu terjalan dengan baik, seperti penggunaan hastag (#Saling Jaga Pemilu, #saling Jaga Fakta). Selain itu juga terdapat nomor pengaduan jika terdapat hoaks pemilu.
Memang benar Indonesia merupakan negara demokrasi dimana seluruh pihak dapat dengan mudahnya membeirkan pendapat dan berekspresi. Tetapi jika tidak sesuai dengan fakta dan dapat menimbulkan keteganggan antara parta politik dan kalangan masyarakat maka di butuhkan sebuah regulasi komunikasi digital yang lebih baik lagi, di harapkan regulasi yang ada lebih di tingkatkan dan meninggalkan pengaturan yang masih bersifat tradisional. Kita sudah berada di era digitalisasi dimana penggunaan internet dan media yang semakin memadai sehingga peraturan yang Adapun juga harus ditingkatkan.