Di tempat berbeda, secara paralel, CFO Nokia TimoIha-muotila juga mengorkestrasi kesepakatan lain: membeli saham Siemens di NSN sehingga memberi Nokia 100% kontrol atas seluruh unit bisnis jaringan telekomunikasi sekaligus diharapkan menjadi mesin uang untuk Nokia yang baru.
Tak ayal, dua kesepakatan ini memberikan jalan penting bagi Nokia untuk mentransformasl dirinya. Raksasa Finlandia ini menempuh hidup baru. Bukan lagi sebagai produsen ponsel yang membuatnya terkenal, tetapi sepenuhnya sebagai pemain jaringan telekomunikasi. Apakah hidup baru membuatnya bahagia, seperti halnya Kodak, masih ditunggu hasil transformasinya.
Kecepatan dan ketepatan merupakan kunci melakukan transformasi. Kebanyakan perusahaan yang sukses bertransformasi adalah yang menerapkan hal tersebut. Salah satunya adalah Fujifilm. Pesaing Kodak ini mendominasi pasar Jepang di tahun 1980-an dan melebarkan sayap ke pasar AS setelah menjadi sponsor Olimpiade Los Angeles 1984. Fujifilm bahkan secara perlahan mengambil pangsa pasar AS dengan menawarkan produk yang lebih murah.                                                                                       Â
Tak seperti Kodak, Fujifilm segera mengambil ancang-ancang begitu melihat era digital akan menerjang keras.
Perusahaan jepang ini menerapkan strategi berikut:  tetap menggenjot pendapatan  dari bisnis yang ada, mentransformasi organisasi untuk menghadapi transformasi digital, dan membangun lini-lini bisnis baru untuk menciptakan sumur-sumur pertumbuhan masa depan.
Tidak tanggung-tanggung, FujifIlm memangkas biaya bisnis rolfilm senilai US$2,5miliar. Ia menutup fasilitas manufaktur bisnis ini sekaligus mengurangi ribuan pekerja dengan paket kompensasi yang menguntungkan. Yang menarik, Fujifilm tidak begitu saja melangkah ke fotografi digital. Ia terlebih dulu memperkuat keahlian di bidang kimia untuk pemanfaatan disektor bisnis lain, termasuk obat, LCD dan kosmetik. Di LCD, misalnya, dikucurkan dana US$ 4 miliar untuk pengembangan komponennya. "TheLast Dalam tulisan  Kodak Moment", The Economist, 14 januari 2012, dengan menarik diulas bahwa sangatlah ironis bagaimana Kodak yang notabene perusahaan dari AS bertindak sebagai perusahaan yang anti perubahan yang ditengarai menjadi stereotip perusahaan-perusahaan  jepang, sementara Fujifilm justru bertindak fleksibel layaknya stereotip perusahaan AS.
Yang jelas, Fujifilm kini tengah menikmati kehidupan barunya dengan sukses. Ia kini memiliki nilai penjualan US$23 miliar dan US$ 1,2 miliar laba operasi.  Fujifilm hanya mengambil 1 % dari bisnis pho tographic film, dan meraup 13,3% dari penjualan Imaging Solutions (termasuk cetak dan fotografi digital). Sisanya datang dari InformationSolutions (medical devices, komponen LCD,alat optik), serta Document Solutions (printer, alat kantor).
Kini, Fujifilm adalah salah satu pemasok untuk film yang digunakan sebagai komponen  dalam LCD. Dengan menguasai teknologi antioksidan dalam kosmetik, Fujifilm bahkan meluncurkan lini produk kosmetik Astalift.                                                       Â
Tentu saja, transforrriasi ini tak mudah. Pemimpin yang piawai membawa situasi dan mengelola perubahan menjadi kuncinya. CEO Fujifilm Shigetaka Komori mengungkap bagaimana repot dan sakitnya memimpin perusahaan melakukan restrukturisasi, mendiversifikasi bisnis dalam divisi imaging solutions, lensa, dan perawatan kulit. "Ini pengalaman yang menyakitkan," ujar Komori. Sakit, memang, tetapi mereka kini menikmati hidup baru dengan mentransformasi bisnisnya.          Â
Â
Sumber : Majalah Swasembada No.2