Berikut pelaksanaan demokrasi Pancasila pada masa pemerintahan orde baru (1967-1998) antara lain yaitu:
- Tidak adanya rotasi kekuasaan ekskutif
- Pergantian ataupun pergeseran posisi kekuasaan pada lembaga ekskutif negara Indonesia hampir tidak ada pada masa orde baru. Sedangkan, pada jajaran yang kekuasaannya lebih rendah ada pergantian ataupun pergeseran kekuasaan seperti pada jabatan gubernur, walikota/bupati, camat, hingga tingkat kepala desa.
- Perubahan pada jabatan eksekutif mungkin terjadi pada jabatan wakil presiden saja, sedangkan pemerintah esensial atau dasar, presiden tetap berjalan tetap dan tidak dapat diganggu gugat.
- Rekruitmen politik tertutup
- Hanya keanggotaan Dewan Perwakilan Rakyat yang dipilih melalui pemilihan umum. Sedangkan, lembaga negara lainnya seperti eksekutif dan yudikatif terkait rekruitmennya tertutup. Padahal pemerintahan orde baru mengaku menerapkan konsep demokrasi yang terdapat nilai Pancasila dan amanat UUD 1945 di dalamnya.
- Jabatan tinggi negara diisi oleh orang-orang yang dipilih langsung oleh lembaga kepresidenan yang dipilih dengan SK presiden. Masyarakat tidak memiliki kesempatan untuk menentukan hak pilih karena calonnya sudah ditentuka presiden pada masa itu.
- Pelaksanaan pemilihan umum
- Pemilihan umum dilakukan sebanyak tujuh kali setiap lima tahun sekali pada masa pemerintahan orde baru. Dengan begitu kualitas pemilihan umum tidak memungkinkan terjadinya persaingan yang sehat. Selain itu, sering terjadi kecurangan dalam proses pengambilan suara rakyat yang tidak independen.
- Pelaksanaan hak dasar warga negara terkekang
- Sudah tidak menjadi rahasia umum lagi, faktanya sudah diketahui oleh umum, politik di Indonesia berjalan pada masa pemerintahan orde baru berkaitan erat dengan pelanggaran pada hak asasi manusia (HAM).
- Kebebasan pers selalu dicampuri oleh birokrasi pemerintahan selalu menjadi salah satu hal yang disoroti. Hal ini berujung pada pembrendelan hingga penghangusan bebrbagai surat kabar dan majalah yang menyinggung beberapa bisnis dan kasus pelanggaran hukum yang dilakukan oleh pejabat tinggi negara.
- Tidak hanya pers, rakyat yang menyuarakan aspirasinya pun dibungkam suaranya, oleh karena itu banyak rakyat yang takut berpendapat ataupun menuntut haknya tentang kebijakan pemerintah untuk negara. Pada masa pemerintahan orde baru itu sangat mudah terjadinya pemenjaraan dan penahanan kepada orang-orang yang bersikap kritis atau banyak mempertanyakan kebijakan pemerintahan pada masa orde baru. Jika ada seseorang yang kritis terhadap kebijakan pemerintah pada masa itu maka keesokan harinya orang tersebut sudah dipastikan meninggalkan kehidupan di dunia karena telah terkena terkena tembakan yang biasanya disebut dengan "penembakan misterius" (petrus) yang dilakukan oleh eksekutor atau sniper dari pejabat tinggi negara pada masa pemerintahan orde baru.
Dari beberapa bentuk pelaksanaan demokrasi Pancasila pada masa pemerintahan orde baru (1967-1998) tersebut di atas kita berani untuk mengambil kesimpulan bahwa pemerintahan demokrasi Pancasila pada masa orde baru yang dikatakan bernilaikan pancasila dan amanah UUD 1945 tidak pantas disebut sebagai praktik demokrasi.
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI
Beri Komentar
Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!