Mohon tunggu...
Mujibta Yakub
Mujibta Yakub Mohon Tunggu... Wiraswasta - Wirausaha

Hobi Menulis, Berbagi Faedah (Manfaat), Belajar, Religi (Islam).

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Alam & Tekno

Global Cyber Outage (Pemadaman Cyber Global)

20 Juli 2024   09:36 Diperbarui: 20 Juli 2024   09:36 466
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Krisis Dunia Digital: Dampak Pemadaman Siber Global

Pada tanggal 19 Juli 2024, dunia menyaksikan gangguan siber global yang mengakibatkan kekacauan di berbagai industri, mulai dari penerbangan, penyiaran, layanan kesehatan hingga sektor keuangan. Laporan dari NBC News dan Reuters menyebutkan bahwa insiden ini menyebabkan pembatalan penerbangan, gangguan siaran, dan masalah teknis dalam layanan kesehatan dan keuangan di seluruh dunia.

Gangguan ini berdampak signifikan pada maskapai besar seperti American Airlines, Delta, dan United, yang mengakibatkan pembatalan penerbangan dan masalah komunikasi. Bandara di Spanyol dan Inggris melaporkan tantangan operasional, dengan beberapa di antaranya harus beralih ke proses check-in manual. Selain penerbangan, sektor-sektor lain juga terkena dampak:

- Penyiaran: Sky News di Inggris terhenti siarannya.
- Kesehatan: Sistem pemesanan medis di Inggris mengalami downtime.
-Layanan Keuangan: Bank di Australia, India, dan Jerman melaporkan gangguan layanan.
- Layanan Pemerintah: Australia, Selandia Baru, dan beberapa negara bagian di AS menghadapi kesulitan teknis.
- Transportasi: Operator kereta api di Inggris melaporkan pembatalan terkait IT.

Insiden ini menyoroti kerentanan sistem global yang saling terhubung, di mana satu masalah perangkat lunak dapat memicu efek berantai di berbagai industri dan wilayah geografis.

Penyebab Gangguan Siber Global

Penyebab utama gangguan siber global ini ditelusuri ke cacat dalam perangkat lunak "Falcon Sensor" milik CrowdStrike, yang merupakan komponen penting dari produk Endpoint Detection and Response (EDR) mereka. Cacat perangkat lunak ini memicu crash pada sistem Microsoft Windows, menghasilkan error "Blue Screen of Death" yang terkenal. CEO CrowdStrike, George Kurtz, mengonfirmasi bahwa masalah ini bukan insiden keamanan atau serangan siber, melainkan masalah teknis yang berasal dari pembaruan konten untuk host Windows.

Dampak kerusakan ini semakin diperburuk oleh basis pelanggan CrowdStrike yang luas, yang mencakup lebih dari setengah perusahaan Fortune 500. Peran penting perangkat lunak ini dalam memantau dan mempertahankan jaringan klien terhadap ancaman siber berarti kegagalannya memiliki konsekuensi yang luas, mempengaruhi jutaan komputer di seluruh dunia dan mengganggu operasi di berbagai industri.

Upaya Pemulihan

Upaya untuk menyelesaikan gangguan siber global ini dipimpin oleh Microsoft dan CrowdStrike. Unit cloud Microsoft, Azure, mengakui masalah yang mempengaruhi perangkat dan mesin virtual Windows, berusaha mengalihkan lalu lintas yang terkena dampak ke infrastruktur yang sehat. CrowdStrike juga mengerahkan perbaikan untuk cacat dalam perangkat lunak Falcon Sensor mereka yang menyebabkan sistem Windows crash. Meskipun upaya ini, sifat manual dari proses pemulihan berarti bahwa pemulihan penuh layanan diperkirakan akan memakan waktu beberapa hari, karena setiap endpoint yang terkena dampak memerlukan perhatian individu.

Implikasi dan Pembelajaran

Ciaran Martin, Profesor di Blavatnik School of Government Universitas Oxford, mencatat bahwa gangguan ini menyoroti kerapuhan infrastruktur Internet inti dunia. Insiden ini menegaskan pentingnya langkah-langkah keamanan siber yang kuat dan potensi kerentanan yang diciptakan oleh keterhubungan sistem TI global. Ajay Unni, CEO StickmanCyber, menggambarkan peristiwa ini sebagai "bencana besar" bagi alat keamanan siber untuk menjadi penyebab utama gangguan TI global, menekankan perlunya solusi keamanan yang lebih tangguh.

Insiden ini berfungsi sebagai panggilan untuk bangun bagi organisasi untuk menilai kembali ketergantungan infrastruktur TI mereka dan mengembangkan rencana kontingensi yang lebih kuat untuk mengurangi dampak dari gangguan berskala besar serupa di masa depan. Misalnya, organisasi mungkin perlu mempertimbangkan langkah-langkah seperti diversifikasi vendor perangkat lunak, meningkatkan pengujian dan validasi pembaruan perangkat lunak sebelum penerapan, serta memperkuat protokol pemulihan bencana mereka.

Data dan Informasi Tambahan

Menurut data dari National Institute of Standards and Technology (NIST), insiden keamanan siber meningkat sebesar 10% setiap tahun sejak 2015. Ini menunjukkan tren yang mengkhawatirkan di mana sistem TI global menjadi semakin rentan terhadap gangguan. Selain itu, penelitian dari Ponemon Institute pada tahun 2023 menunjukkan bahwa rata-rata biaya downtime akibat gangguan siber untuk perusahaan besar adalah sekitar $5,6 juta per insiden, yang mencerminkan dampak ekonomi signifikan dari insiden semacam itu.

CrowdStrike sendiri, sebagai salah satu penyedia solusi keamanan siber terkemuka, memiliki lebih dari 20.000 pelanggan di seluruh dunia, dengan banyak di antaranya adalah organisasi besar di sektor-sektor kritis seperti keuangan, kesehatan, dan pemerintahan. Dengan tingkat adopsi yang tinggi ini, kerusakan yang disebabkan oleh cacat perangkat lunak mereka menyebar dengan cepat dan berdampak luas.

Upaya pemulihan juga menyoroti pentingnya kolaborasi antara penyedia layanan dan pengguna akhir. Microsoft dan CrowdStrike bekerja sama dengan pelanggan mereka untuk mengidentifikasi dan memperbaiki masalah, menunjukkan bagaimana kemitraan dapat mempercepat proses pemulihan. Namun, proses ini juga menunjukkan keterbatasan dalam ketergantungan pada solusi teknologi tunggal, di mana kerusakan pada satu komponen dapat menyebabkan kegagalan sistemik.

Gangguan siber global pada 19 Juli 2024 merupakan peringatan bagi dunia tentang kerentanan sistem TI yang saling terhubung. Dengan akar penyebabnya yang ditelusuri ke cacat perangkat lunak dalam produk keamanan siber yang digunakan secara luas, insiden ini menunjukkan betapa kritisnya langkah-langkah keamanan yang kuat dan rencana pemulihan bencana yang efektif.

Organisasi di seluruh dunia perlu mengambil pelajaran dari insiden ini untuk meningkatkan ketahanan mereka terhadap gangguan semacam itu. Dengan mengadopsi pendekatan yang lebih proaktif terhadap keamanan siber, termasuk diversifikasi vendor dan peningkatan pengujian perangkat lunak, serta memperkuat protokol pemulihan bencana, mereka dapat mengurangi risiko dan dampak dari gangguan besar di masa depan.

---
Referensi:


1. NBC News. (2024, July 19). "Global cyber outage grounds flights, interrupts broadcasts, affects healthcare and financial services." Retrieved from [NBC News](https://www.nbcnews.com).
   
2. Reuters. (2024, July 19). "Widespread cyber outage impacts multiple industries worldwide." Retrieved from [Reuters](https://www.reuters.com).
   
3. Sky News. (2024, July 19). "Broadcasting disruption: Sky News goes off-air due to cyber outage." Retrieved from [Sky News](https://www.skynews.com).
   
4. BBC News. (2024, July 19). "Cyber outage causes chaos across various sectors including healthcare and government services." Retrieved from [BBC News](https://www.bbc.com).
   
5. National Institute of Standards and Technology (NIST). "Annual increase in cybersecurity incidents." Retrieved from [NIST](https://www.nist.gov).
   
6. Ponemon Institute. (2023). "Cost of Downtime Survey Results." Retrieved from [Ponemon Institute](https://www.ponemon.org).

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Alam & Tekno Selengkapnya
Lihat Ilmu Alam & Tekno Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun