Mohon tunggu...
Khoirul Munawaroh
Khoirul Munawaroh Mohon Tunggu... Buruh Pendidikan -

Saya mencoba untuk berbagi dengan yang lain melalui tulisan

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Sensasi Belajar dengan Anak TK

18 Januari 2018   19:32 Diperbarui: 18 Januari 2018   19:43 703
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

TK kepanjangan dari Taman kanak-kanak. TK merupakan salah satu kelanjutan dari PAUD (pendidikan anak usia dini) yang umumnya berusia antara 6-7 tahun. Pada usia tersebut terbayang dibenak kita mereka yang masih menggemaskan dan lucu menurut kita. Selain itu, usia tersebut masih identik bahkan masih menikmati masa-masa bermain.

Saya dari dulu entah mengapa tidak pernah memiliki niatan untuk menjadi pendidik di jenjang SD ataupun TK. Saya hanya ingin menjadi pendidik di jenjang paling tidak SMP. Keseharian saya setahun ini menjadi pendidik di jenjang SMA. Terbayangkan kondisi seperti ini sangat berbeda ketika saya harus berhadapan dengan siswa di SMA.

Karena faktor ekonomilah saya ikut bergabung ke dalam suatu bimbingan belajar kecil-kecilan. Suatu ketika saya diberikan jadwal untuk membimbing 1 siswa yang masih duduk dibangku TK. Ketika siswa itu datang, siswa tersebut hanya terdiam. Saya tanya tentang ini itu tetap diam. Akhirnya partner saya langsung menghampiri saya, lalu mengatakan untuk bertukar siswa. Kondisi ini bukan karena saya yang rewel atau menakut-nakuti, tetapi siswa ini memang memiliki watak yang pemalu dan tingkat kenyamanan yang tinggi terhadap pembimbing yang membimbingnya sejak awal.

Kemudian, saya dihadapkan dengan 2 siswa yang sama-sama duduk di TK. Aldito dan Shofi namanya. Aldito adalah siswa laki-laki yang masih duduk di TK A, sedangkan Shofi adalah siswa yang duduk di TK B.  Awalnya saya bingung dan ragu harus memulai dari mana dulu, partner saya menunjukkan bahwa Aldito dibimbing u tuk membaca kalimat yang mudah saja contohnya Dito membaca buku, Dito suka menulis dan lainnya. Pokoknya kalimat yang masih muda dalam mengejanya. Jangan dulu diberi kalimat yang ada ber-, per-, dan kalimat yang mengandung awalan,sisipan dan akhiran yang sulit karena masih belum mampu untuk mengejanya. Shofi sudah bisa membaca namun butuh lebih banyak membaca agar membacanya lancar dan disisipi dengan mewarnai. Pembimbingnya yang menggambar setelah itu siswanya yang mewarnai.

Setelah mendapatkan penjelasan dari partner yang terbiasa membimbing anak tersebut, kemudian saya mencoba. Awalnya saya ssendiripun takut membimbing mereka dan merekapun sepertinya takut atau malu kepada saya. Entahlah mungkin mereka berdua masih jaim kali ya...

Saya membimbing sofi membaca melalui buku yang Shofi gunakan di sekolah sehari-hari. Ketika saya perhatikan pada saat dia membaca ternyata dia masih kesulitan dalam membaca kata "yaitu" dan kata yang terdapat huruf "n dan g". Kata yaitu dibaca olehnya menjadi yawitu, sedangkan kata yang mengandung huruf "n dan g" seperti "tulang" dibacanya tulan-g. Kata punggung dibacanya pun-gun-g dan seterusnya. Ketika Shofi mengalami kejenuhan untuk membaca, saya selingi dengan menggambarkan setangkai bungai lengkap dengan batang dan daunnya serta sebuah matahari. Selesainya Ia mewarnai gambar tersebut kemudian saya tanyakan apa warna tangkai, kelopak, batang, putik dan matahari ini. 

Ternyata ia sudah bisa membedakan warna-warna dalam gambar tersebut. Dilanjutkan operasi pertambahan dan pengurangan sederhana di bawah angka 10 dengan wujud kongkrit yang disajikan melalui gambar bintang, apel, dan wortel. Ia bisa menyelesaikan operasi hitung pertambahan dan pengurangan dalam waktu singkat. Menurut saya Shofi mampu dalam hal baca dan mewarnai. 

Berikutnya saya meminta Shofi untuk menulis apa yang saya tulis di buku catatannya. Selesai ia menulis kemudian saya memintanya untuk membaca tulisan saya. Ternyata iapun mampu. Saya tanyakan satu hal kepadanya apakah ia mampu untuk menggambar? Ia menggelengkan kepala sebagai tanda bahwa ia tidak mampu untuk menggambar dan saya sendiripun tidak mahir menggambar.

Lain pengalaman dengan Aldito. Aldito atau yang akrab dipanggil Dito ini dia masih dalam tahap mengeja kata yang masih tergolong sederhana. Awal dito mengatakan kepada saya kalau dia mendapatkan PR (pekerjaan rumah) untuk menyalin 1 kalimat yang diberikan oleh gurunya sebanyak 5 kali. Setelah dito selesai menuliskan kalimat tersebut, saya meminta dito untuk membacanya sebanyak yang ia tuliskan. Kemudian dilanjutkan dengan saya menuliskan kalimat pada buku catatannya.

Dito punya mobil

Mobil dito warna merah

Pada saat ia mengucapkan kalimat dito punya mobil, mobil dito warna dia bisa mengucapkan dengan jelas. Tetapi ketika ia mengucapkan merah yang ia ucapkan merah. Merah dan merah memang memiliki huruf yang sama tetapi kalau dalam pengucapannya saya akan menimbulkan arti yang berbeda. Merah (warna) dan merah atau memerah diidentikkan dengan kegitan memperoleh air susu dari kambing ataupun sapi.

Kesalahan pengucapan merah dan merahpun saya perbaiki agar tidak terjadi pengulangan kesalahan. Setelah waktu dirasa cukup lama akhinya Dito tidak malu-malu lagi. Dia tertawa dan berani bertanya, tetapi ketika ia merasa salah ia malu dan menyandarkan kepalanya pada meja. Saya tidak begitu saja membiarkannya tersipu malu. Saya mencoba agar ia tetap percaya diri. Setelah membaca saya lanjutkan ke tahap menulis, ia mampu menirukan apa yang saya tuliskan dalam bukunya. Berkali-kali saya mengulangi kegiatan membaca dan menulis.

Tahap menulis dan membaca menurut saya cukup mampu. Saya tanyakan kepada dito apakah berhitung sudah diajarkan oleh gurunya kemudian dia jawab dengan nada rendah dan malu-malu sudah bu.

Oke kalau sudah diajarkan, sekarang kita belajar menghitung ya (ajak pembimbing dito). Ia hanya menganggukkan kepala dan matanya yang menatap mata saya.

Saya tuliskan dalam buku catatannya.

1 + 3 =

2 + 3=

1+2= 

4+1=

5+1 =

Kemudian saya berikan buku catatan kepadanya agar ia menyelesaikan operasi hitung tersebut. Setelah beberapa menit kemudian ia menyerahkan kembali kepada saya pertanda bahwa ia telah selesai mengerjakan operasi tersebut. Kemudian saya dan dito membahas operasi tersebut secara perlahan-lahan dan mempraktikkan cara bergitung dengan jemari saya dan jemari dito. Setelah itu  saya  tanyakan bahwa penjumlahan itu sudah bisa dan dijawab dengan kata sudah bu. Dilanjutya dengan pengurangan. Saya tuliskan kembali operasi pengurangan pada bukunya.

5-2=

7-3=

10-7=

4-1= 

6-4=

Ia mengerjakan kembali apa yang saya tuliskan dan menyelesaikan dalam waktu yang cepat. Kemudian dibahas bersama dengan bantuan jemari. Ketika saya tunjukkan cara operasi tersebut dito masih kebingungan misalnya 10-7=...

10 jari  dimekarkan semua kemudian saya tekuk 7 jari yang lainnya sisanya adalah dito yang menghitung.

Kemudian dicontohkan lagi dengan menggunakan jari dito. 10 jari dimekarkan dan yang ia tekukpun 7 dan ia menghitungnya jari yang ditekuk tersebut sehingga 10-7=7. Kemudian saaya ulangi dengan bilangan yang berbeda dan meminta dito untuk mengulanginya kembali hal ini agar tidak terjadi salah perhitungan kembali.

Itulah pengalaman yang saya dapatkan ketika berhaadapan dengan anak yang masih duduk di bangku TK. Ternyata untuk membimbing siswa harus sesuai dengan usia dan kemampuannya. Kitapun sebagai pendidik harus lebih sabar. 

Semangat untuk guru PAUD dan TK. Semoga kesabaran dan ketabahan selalu menjadi pengiring dalam setiap langkah.... 

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun