Pernahkah Anda merasa cemas saat melakukan perjalanan ke luar negeri tanpa membawa uang tunai? Saya sendiri, sebagai seorang traveler, pernah mengalami situasi yang menegangkan ketika saya terbang ke Kuala Lumpur tanpa memiliki mata uang lokal di tangan. Kejadian tersebut membuka mata saya tentang pentingnya konektivitas pembayaran regional yang lancar.
Pagi itu, saya naik pesawat dari Terminal 2 Juanda Surabaya menuju Kuala Lumpur menggunakan maskapai Air Asia. Seperti kebanyakan traveler lainnya, saya memilih maskapai ini karena dikenal dengan tarif yang lebih terjangkau. Setelah penerbangan selama 2 jam 30 menit, saya tiba di Kuala Lumpur International Airport (KLIA2) pada Rabu (7/6/2023) pagi yang cerah. Namun, kepanikan langsung melanda ketika menyadari bahwa saya tidak memiliki uang tunai di kantong.
Sejak berangkat dari Surabaya, saya belum sempat sarapan atau menikmati camilan, dan saya berencana untuk mencari makan setiba di bandara KL. Saya pun tidak melakukan penukaran uang saat di Surabaya. Karena itu, setelah keluar dari pemeriksaan imigrasi, saya buru-buru mencari mesin ATM untuk menarik uang, karena akan saya gunakan untuk membeli makanan dan membayar tiket bus menuju KL Sentral. Namun, apa yang terjadi? Saat saya memasukkan kartu ke mesin ATM Maybank, muncul notifikasi bahwa transaksi penarikan uang gagal. Saya mencoba lagi, berharap ada kesalahan sistem, tetapi hasilnya tetap sama. Transaksi kedua pun gagal.
Dengan panik, saya melihat sekeliling mencari solusi. Mata saya tertuju pada mesin ATM Ambank yang terletak di sebelahnya. Tanpa berpikir panjang, saya bergegas pindah menuju mesin ATM tersebut. Namun, hasilnya tetap saja sama: transaksi gagal. Saya mencoba sekali lagi, tetapi tidak ada perubahan. Sementara itu, perut saya semakin lapar dan mulai menggerutu.
Karena upaya penarikan uang melalui ATM gagal, saya jadi tidak berani ke gerai makanan dan membayar menggunakan kartu ATM debit tersebut. Kartu saya pasti akan kembali ditolak. Memang, di beberapa gerai makanan tersebut melayani pembayaran melalui QR Code atau melalui mesin EDC (Electronic Data Capture). Tapi, saya sudah tidak yakin lagi. Alhasil, saya terpaksa menahan lapar serta tidak dapat keluar dari kawasan bandara.
Rupanya, kebiasaan saya yang jarang menggunakan uang tunai selama di Surabaya sama sekali tidak membantu. Sejak digalakkan gerakan non-tunai oleh Bank Indonesia, saya lebih sering menggunakan kartu debit atau QRIS untuk bertransaksi. Kebiasaan ini membawa saya ke Kuala Lumpur tanpa membawa uang tunai atau menukar mata uang terlebih dahulu, karena pengalaman sebelumnya saat bepergian ke Malaysia, Kamboja, dan Vietnam tidak pernah menimbulkan kendala.
Ketika saya berada di negara-negara tersebut, saya dapat dengan mudah menarik uang tunai di mesin ATM bandara untuk membayar taksi atau memenuhi kebutuhan sehari-hari. Bahkan, untuk membeli kartu internet, saya bisa mengandalkan kartu debit dengan logo Visa yang saya miliki. Selama perjalanan tersebut, saya tidak pernah mengalami masalah. Karena pengalaman itulah saya merasa tenang-tenang saja saat terbang ke Kuala Lumpur tempo hari.
RPC dan Kemudahan Transaksi
Kejadian di Kuala Lumpur tersebut membuat saya menyadari betapa pentingnya konektivitas pembayaran regional (Regional Payment Connectivity-RPC) yang lancar. Sebagai traveler, kita mengharapkan kemudahan dalam bertransaksi di berbagai negara yang kita kunjungi. Hal ini menjadi semakin penting dengan adanya perubahan gaya hidup menuju transaksi non-tunai yang semakin meluas.Â
Apa yang terjadi pada saya saat tiba di bandara itu sebenarnya hal sepele dan sangat tidak perlu terjadi. Pertama, saya tidak dapat menarik uang menggunakan ATM termasuk dari kartu ATM yang terdapat logo Visa. Saat itu, hanya kartu ATM dari Permata Bank yang ada logo Visa, sementara ATM milik saya yang lain menggunakan logo GPN: hanya dapat digunakan untuk transaksi dalam negeri saja.
Kedua, saya tidak dapat menggunakan QR Code atau QRIS karena saat itu Indonesia dan Malaysia belum menjalin kerjasama pembayaran menggunakan QR Code. Padahal, andai kedua negara sudah menjalin kerjasama penggunaan QR Code, saya pasti tidak akan kelaparan karena masih dapat membayar menggunakan QRIS seperti yang selama ini saya lakukan.
Namun, kejadian di Kuala Lumpur tersebut membuat saya menyadari bahwa masih ada tantangan dalam menciptakan konektivitas pembayaran regional yang lancar. Terkait masalah pertama, misalnya, aspek penting dalam mengatasi masalah ini adalah adanya jaringan yang memadai antara bank-bank di berbagai negara. Jika mesin ATM dari bank tertentu tidak dapat memproses transaksi dari kartu debit lain, hal ini akan menyulitkan para traveler seperti saya yang mengandalkan kartu debit sebagai metode pembayaran utama.
Selain itu, penting juga untuk memiliki kerjasama yang baik antara institusi keuangan dan penyedia layanan pembayaran. Dalam kasus saya, meskipun saya memiliki kartu debit dengan logo VISA yang seharusnya dapat diterima di banyak tempat, tetapi tetap saja transaksi saya gagal. Mungkin ada beberapa masalah teknis atau perbedaan sistem yang membuat transaksi saya tidak berhasil. Dalam hal ini, perlu adanya upaya kolaborasi untuk memastikan bahwa semua penyedia layanan pembayaran dapat bekerja secara harmonis di berbagai negara.
Selain itu, penting juga untuk meningkatkan kesadaran dan edukasi mengenai cara bertransaksi di luar negeri. Sebagai traveler, kita harus memahami persyaratan dan aturan yang berlaku di negara yang kita kunjungi. Hanya saja, hal ini tidak akan menjadi masalah berarti andai kedua negara sudah menjalin kerjasama pembayaran menggunakan QR Code atau melalui sistem yang sudah terkoneksi.
Dalam era digital di mana manusia memiliki mobilitas yang tinggi, konektivitas pembayaran regional menjadi semakin penting. Para traveler tidak hanya mencari pengalaman yang menyenangkan, tetapi juga kemudahan dan keamanan dalam bertransaksi. Maka dari itu, pemerintah, lembaga keuangan, dan penyedia layanan pembayaran perlu bekerja sama untuk menciptakan sistem yang memadai dan dapat diakses oleh semua pihak.
ASEAN Menuju Pembayaran Terintegrasi
Kita patut bangga, Indonesia yang menjadi Ketua ASEAN tahun 2023 ini mengusung tema ASEAN Matters: Epicentrum of Growth di mana salah satu misinya adalah meningkatkan kerja sama ekonomi di antara negara-negara anggota ASEAN. Salah satu aspek yang menjadi fokus perhatian adalah sistem pembayaran yang lebih terhubung antarnegara, yang dikenal sebagai cross-border transaction. Bank Indonesia sebagai bank sentral Indonesia telah giat mendorong inisiatif konektivitas regional tersebut melalui Regional Payment Connectivity (RPC) yang sedang digarap bersama bank sentral dari lima negara ASEAN lainnya.
Seperti kita tahu, konsep Regional Payment Connectivity (RPC) akan memberikan kemudahan dalam pembayaran lintas batas negara. Sebagai contoh, Indonesia dan Thailand telah menjalin kerja sama dalam penggunaan QR code sebagai metode pembayaran. Saat ini, para turis dari Thailand dapat dengan mudah menggunakan QRIS (Quick Response Code Indonesian Standard) untuk melakukan pembayaran di merchant di Indonesia. Begitu pula sebaliknya, para turis Indonesia dapat menggunakan QR code untuk berbelanja di Thailand. Inisiatif ini mengurangi ketergantungan pada pertukaran uang fisik saat bepergian antarnegara di wilayah ASEAN.
Bank Indonesia tentu saja tidak berhenti hanya pada kerja sama dengan Thailand. Mereka sedang memperluas kerjasama RPC dengan negara-negara ASEAN lainnya. Langkah ini akan memberikan manfaat yang signifikan bagi para pelaku bisnis dan traveler di kawasan ASEAN. Transaksi lintas batas yang lebih lancar dan mudah akan mempercepat pertumbuhan ekonomi di seluruh kawasan dan memperkuat integrasi ASEAN.
Diakui atau tidak, kehadiran konektivitas pembayaran regional memiliki potensi besar untuk meningkatkan pariwisata, perdagangan, dan investasi di ASEAN. Dengan RPC, para pelaku bisnis dapat menjalankan operasional mereka dengan lebih efisien dan mengurangi hambatan pembayaran lintas batas. Mereka dapat menjadi agen perubahan dengan mengadopsi sistem pembayaran lintas batas yang terhubung dengan negara-negara ASEAN lainnya. Ini akan membuka peluang baru untuk ekspansi bisnis, memperluas jangkauan pasar, dan menciptakan ikatan yang lebih erat antara negara-negara ASEAN.
Bagi para traveler, kehadiran konektivitas pembayaran regional serta metode pembayaran yang terhubung secara lintas batas, seperti QR code atau kartu debit yang dapat diterima di berbagai negara ASEAN, dapat mengurangi kerumitan dalam menukar mata uang dan membayar di tempat-tempat wisata, restoran, atau hotel. Hal ini akan membantu menciptakan pengalaman perjalanan yang lebih lancar dan menyenangkan.
Melalui kolaborasi antara pemerintah, lembaga keuangan, pelaku bisnis, traveler, dan masyarakat luas, kita dapat mewujudkan visi Indonesia sebagai ketua ASEAN yang progresif dalam mendorong kerja sama ekonomi dan konektivitas pembayaran di kawasan.Â
Mari kita bersama-sama mendukung dan berpartisipasi aktif dalam mengkampanyekan ASEAN sebagai epicentrum of growth melalui penggunaan sistem pembayaran regional yang terhubung. Dengan demikian, kita dapat mewujudkan potensi ekonomi ASEAN yang luas dan berkelanjutan, menciptakan manfaat bagi semua negara anggota, serta memperkuat posisi ASEAN di panggung global sebagai pusat pertumbuhan dunia.
Di atas segalanya, dengan kehadiran konektivitas pembayaran regional saya berharap bahwa kejadian yang saya alami di Kuala Lumpur dapat menjadi pelajaran bagi kita semua. Kita perlu terus berupaya untuk meningkatkan konektivitas pembayaran regional, sehingga para traveler dapat melakukan perjalanan dengan tenang, tanpa khawatir kehabisan uang tunai atau mengalami kesulitan dalam bertransaksi. []
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H