Vonis pidana mati untuk Ferdy Sambo, memang sesuai dengan ekspektasi dan harapan publik. Hanya saja, vonis mati tersebut tidaklah layak untuk dijatuhkan kepada suami Putri Chandrawathi itu.
Seperti diberitakan media, Mantan Kepala Divisi Propam Polri, itu terbukti melakukan tindak pidana pembunuhan berencana terhadap Nofriansyah Yosua Hutabarat alias Brigadir J.Â
"Menjatuhkan hukuman terdakwa dengan pidana mati," ujar ketua majelis hakim Wahyu Iman Santoso saat membacakan amar putusan di PN Jakarta Selatan, Senin (13/2). Hakim menilai Sambo juga terbukti melakukan obstruction of justice atau perintangan penyidikan pembunuhan Brigadir J.
Sesaat setelah vonis itu dibacakan, nama Ferdy Sambo langsung menjadi trending topics di Twitter serta menjadi perbincangan warganet di sejumlah platform media sosial. Bahkan berita dari sejumlah media online yang memberitakan vonis pidana mati untuk Ferdy Sambo itu gencar dibagikan warganet di media sosial atau aplikasi berbagai pesan WhatsApp.
Hal ini mengindikasikan bahwa publik puas dengan vonis tersebut. Vonis tersebut dinilai putusan paling berani di tengah citra hukum Indonesia yang tidak menggembirakan. Apa yang dilakukan oleh ketua majelis hakim Wahyu Iman Santoso seakan memberi harapan kepada publik bahwa mereka bisa mengharapkan keadilan dari hukum Indonesia yang sering membagongkan.
Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum dan Keamanan (Menkopolhukam) Mahfud MD melalui akun Twitter miliknya memberi apresiasi terhadap majelis hakim dan jaksa penuntut umum. "Hakimnya bagus, independen, dan tanpa beban. Makanya vonisnya sesuai dengan rasa keadilan publik. Sambo dijatuhi hukum mati," tulisnya.
Menurut Mahfud peristiwanya memang pembunuhan berencana yang kejam. Ia menilai pembuktian oleh Jaksa Penuntut Umum (JPU) sudah nyaris sempurna. Sementara para pembela Sambo lebih banyak mendramatisasi fakta. Inilah mungkin alasan mengapa vonis yang dijatuhi oleh hakim lebih berat dari tuntutan jaksa.
Setelah vonis tersebut keluar, banyak kalangan memberi apresiasi atas keberanian hakim Iman Wahyu dan para anggota majelis hakim. Sudah lama publik tidak mendengar adanya vonis hakim yang betul-betul sesuai dengan ekspektasi publik dan memberi rasa keadilan.
Selain apresiasi, ada juga warganet yang justru mengkhawatirkan keselamatan ketua majelis hakim yang menyidangkan perkara Ferdy Sambo. Kekhawatiran itu sangatlah beralasan, soalnya Ferdy Sambo termasuk salah satu mantan anggota Polri yang paling 'rapi' merekayasa kasus.
"Tolong jaga keselamatan Pak Hakim Ketua Wahyu Iman Santoso di PN Jaksel. Pak Hakim telah keluarkan vonis mati pada Mantan Kadiv Propam Polri Ferdy Sambo atas pembunuhan berencana terhadap ajudannya, Brigadir Yosua," tulis wartawan senior, Ilham Khoiri, melalui akun Twitternya @ilhamkhoiri. "
Sejumlah warganet yang nimbrung di cuitan jurnalis Kompas itu ikut mendoakan keselamatan sang hakim. Menurut mereka, jika ajudannya saja dapat dibunuh dengan semena-mena apalagi seorang hakim yang memberinya hukuman berat. "Semoga Allah selalu melindungi pak Hakim Wahyu Iman. Allah selalu menyertai orang baik. Amin ya Allah," balas pemilik akun @BucinIndomieee.
Tidak Layak Divonis Mati, Ini Alasannya ...
Setelah membaca cuitan dari jurnalis Ilham Khoiri, langsung terbersit di dalam hati saya "Jangan-jangan Ferdy Sambo tidak layak dihukum mati..." Saya memiliki sejumlah alasan mengapa suami Putri Chandrawathi itu tidak patut dihukum mati.
Ferdy Sambo adalah seorang perwira yang memiliki otak cemerlang. Perwira polisi berusia 50 tahun ini memiliki karir yang sangat cemerlang. Sebelum kasus pembunuhan berencana terhadap Brigadir J, lulusan Akpol angkatan 1994 digadang-gadang akan menjadi Kapolri di masa depan. Kecemerlangan otak Sambo terlihat ketika dia begitu rapi menyusun rencan pembunuhan, sejak awal hingga akhir. Awalnya, kematian Brigadir J nyaris dianggap sebagai kematian biasa akibat saling kontak tembak sesama anggota. Ini menunjukkan bahwa yang bersangkutan seorang ahli rekayasan kasus.
Ferdy Sambo merupakan seorang perwira yang sangat berpengaruh dan memiliki wibawa di hadapan anak buah dan kolega. Hal ini tampak setelah kasus pembunuhan Brigadir J. Sambo dengan sigap meminta para kolega yang menjadi bawahannya untuk menghilangkan alat bukti seperti penghapusan CCTV di Tempat Kejadian Perkara (TKP), membuat laporan kematian anak buah karena aksi tembak-tembakan, menelepon mobil jenazah, dan tindakan lainnya untuk menyembunyikan kasus pembunuhan. Perintahnya begitu dipatuhi bawahan dan kolega.
Kecerdasan Sambo tentu saja sangat dibutuhkan oleh Polri demi merekayasa kasus lain yang lebih besar. Kecemerlangan otak Sambo akan memberi keuntungan kepada polisi kita, terutama untuk menghantam dan membungkam pihak-pihak yang dianggap musuh negara. Sambo dapat dimanfaatkan untuk membunuh mereka tanpa meninggalkan jejak.
Kepiawaian Sambo dalam membangun gurita bisnis, seperti dalam kasus bisnis judi online tentu saja diperlukan oleh institusi Polri. Bukan, bukan untuk memperkaya para perwira polisi dari bisnis uang panas tersebut, melainkan untuk menciptakan model bisnis yang dapat memberi pendapatan ekstra untuk institusi Polri. Dengan adanya model bisnis tersebut, para polisi kita akan menjadi makmur jaya dan menghindarkan mereka dari praktik-praktik pungli yang merugikan masyarakat banyak.
Sambo dapat dimanfaatkan untuk membuka aib di internal  Polri yang selama ini membuat citra polisi kita jatuh di mata masyarakat. Jika Presiden Joko Widodo dan Kapolri Sigit Listyo Prabowo ingin bersih-bersih di institusi Polri, mau tidak mau, pengetahuan dan rahasia yang ada pada Sambo perlu dimanfaatkan. Ini akan sangat berguna untuk membersihkan institusi Polri. Karena itu, menghukum mati Sambo sama saja dengan menutup peluang untuk membersihkan institusi Polri dari perilaku bejat yang kita yakini masih cukup kentara terjadi.
Itulah sekelumit catatan mengapa Ferdy Sambo tidak layak dihukum mati, lebih-lebih setelah kita membaca adanya kekhawatiran warganet soal nasib ketua majelis hakim yang menjatuhkan vonis mati untuk Sambo. Catat, hukum di Indonesia masih seperti hukum rimba, orang dapat dibunuh kapan saja tanpa perlu alasan yang masuk akal. Apalagi, kita punya pengalaman buruk tentang hakim yang dibunuh karena vonis dijatuhkannya. []
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H