Meskipun dikenal dengan akurasi tinggi, Hersh pernah menyimpan dan tak jadi memuat artikelnya terkait metode penyiksaan yang digunakan oleh agen CIA saat menginterogasi Hambali, dengan mengikat helm penuh semut api ke kepala sang teroris itu. Alasannya, karena dia tidak mendapatkan sumber yang melihat penyiksaan tersebut, sekali pun ada sumber di CIA yang mengonfirmasi adanya metode tersebut. Di kemudian hari, April 2009, catatan resmi Pemerintahan Bush mengakui adanya metode interogasi tersebut.
Dengan reputasi jurnalistiknya yang begitu panjang itu, cukup beralasan jika Seymour Hersh membuat tuduhan yang mengejutkan banyak pihak terkait kebohongan pemerintahan Obama dalam kasus kematian Osama bin Laden. Jika tuduhan Hersh terbukti, itu akan menjadi skandal besar pemerintahan Obama. Sebagai jurnalis yang memegang prinsip, “jangan menulis sesuatu yang tak kau ketahui betul” pasti tidak sedang berjudi. Kehormatan jurnalisme ikut dipertaruhkan jika ternyata kesimpulannya keliru.
Kita di Indonesia, begitu mendambakan hadirnya jurnalis yang punya reputasi seperti Seymour Hersh. Sebab, cukup banyak kasus-kasus publik yang perlu dibongkar. Hendaknya, hal itu mengilhami para jurnalis di sini untuk terus bekerja dengan mengedepankan kejujuran jurnalisme, sehingga segala sesuatu menjadi terang.
Kasus Hersh versus Gedung Putih itu tak hanya layak ditunggu kelanjutannya, melainkan juga cukup banyak pelajaran yang bisa dipetik darinya. [tulisan ini diposting juga di blog http://jumpueng.blogspot.com]
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI