Penulis yakin kita semua mengerti apa yang dimaksud dengan oligarki itu. Namun, sambil jalan akan juga kita sampaikan beberapa pengertian oligarki itu.
Ciptakan perdamaian dan bukan perang dengan oligarki.
Sebelumnya, penulis ingat dengan beberapa pesan penting Prof Jeffrey Winters terkait oligarki ini, yang disampaikannya dalam Webinar dengan PMKRI, rasanya, sekitar satu tahun yang lalu. Pesannya itu mencakup bahwa sebaiknya jangan pernah berpikir untuk membrangus oligarki. Oligarki sangat-sangat kuat dengan kepemilikan sumber-sumber langkah yang berlimpah ruah.
Berdamailah dengan oligarki. Berbagi kekuasaanlah dengan mereka dan sekali lagi jangan pernah berniat menggulingkan oligarki. Oligarki itu adalah orang yang sangat kaya, memiliki sumber-sumber langkah yang berlimpah ruah, dan menggunakanya untuk mempertahankan kekayaan mereka melalui jalur politik dan pemerintahan.
Sayang, peserta webinar tidak menanyakan bagaimana caranya berbagi kekuasaan dengan oligarki itu. Penulis juga sayang sekali tidak memanfaatkan kesempatan itu untuk menanyakan bagaimana caranya itu.
Kemudian, penulis terlibat diskusi yang cukup panjang terkait isu presidential threshold dan kemudian merembet ke isu demokratisasi penetapan Capres oleh partai politik. Disini penulis mengatakan pembatalan presidential threshold saja tidak cukup untuk menjaminnya ada penetapan Capres yang baik dan tidak tersendera oligarki dan untuk tercapainya jaminan itu perlu adanya bisnis proses yang baik dan demokratis dalam penetapan Capres oleh partai politik.
Tiba-tiba ada yang nyeletuk bahwa itu pun masih belum cukup. Dihapuskannya ambang batas minimal pengajuan Capres dan hadirnya demokratisasi dalam bisnis proses penetapan Pasangan Capres oleh partai politik masih belum mencukupi untuk hadirnya Pasangan Calon Presiden yang merupakan sosok yang memiliki kapasitas dan integritas yang mumpuni serta diatasnya tidak ada jeratan oligarki di lehernya.
Kenapa demikian? Jawabnya adalah poros legislatif kita tetap berada dalam cengkraman oligarki, yang setiap saat dapat menjegal presiden. Dengan demikian, wajar lah siapa pun presiden nya biasanya perlu kompromi, berdamai, dengan oligarki. Kinerja presiden juga ikut kompromi, kinerja sub optimal, dan tambah sub optimal lagi jika kompromi itu terlalu banyak.
Dengan demikian, tambah satu lagi persyaratan agar kinerja presiden dapat optimal yaitu hadirnya poros legislatif negara yang tidak secara absolut dikuasai oligarki. Persisnya perlu diciptakan poros legislatif yang berbagi kekuasaan dengan legislator oligarki.
Bagaimana caranya? Mengingat dibutuhkan uang yang sangat banyak bagi calon anggota DPR untuk mendapatkan kursi. Menurut Alm. Tjahjo Kumolo, Caleg DPR ada yang habis sampai Rp46 miliar baru berhasil dapat kursi.
Nah, siapa yang ada uang sebanyak itu. Ya oligarki atau anteknya oligarki.
Insights Prof Jeffrey Winters
Entah apa dalam kaitannya dengan oligarki legislatif, atau, dalam kaitannya dengan kondisi Pemilih Norak, atau, keduanya Prof Winters, pada video acara seminar di Universitas Indonesia beberapa tahun yang lalu, mengusulkan agar sebagian legislator dijaring dengan cara lotre atau undian. Artinya, lotre yang dapat diikuti oleh siapa saja, dimenangkan oleh siapa saja, gratis atau relatif gratis, memugkin orang miskin dan tentu saja jauh dari orang miliarder terpilih menjadi legislator. Kendala lingkaran norak, oligarki/antek oligarki, legislator norak, berhasil dijebol. Lebih jauh lagi, model legislator by lotre/undian ini berpotensi mendapatkan legislator yang lebih baik, lebih berintegritas, dan tentu saya tidak akan pernah tunduk sama sekali dengan oligarki.
Pengembangan model legislator by lotterey/undian
Wacana anggota legislatif lotre/undian ini kami kembangkan dalam diskusi internal grup WA dan Zoom meeting. Setelah diskusi berulang kali, kami dapat kesimpulan bahwa paling cocok jika legislatif lotre itu untuk anggota MPR. MPR yang saat ini terdiri dari unsur DPR dan DPD dimodifikasi menjadi MPR yang terdiri dari unsur DPD dan unsur lotre/undian. Berkembang menjadi perlunya utusan golongan agama, masyarakat adat, profesi, dan golongan yang lainnya sebagai unsur MPR baru. Utusan golongan ditentukan sendiri oleh golongan masing-masing dengan Protokol/SOP yang baik dan kredibel dan dibuat sendiri oleh masing-masing golongan itu.
Dengan demikian sistem parlemen bikameral Indonesia yang diusulkan terdiri dari Majelis Rendah yaitu DPR sekarang dan Mejelis Tinggi yaitu MPR Baru. MPR baru terdiri dari unsur DPD dan unsur Utusan Golongan. Utusan Golongan terdiri dari dua sub unsur yaitu sub unsur yang diangkat/ditunjuk oleh golongan dan sub unsur yang didapat dari hasil lotre/undian.
MPR Baru dan Oligarki
Intinya, ada tiga unsur utama MPR yaitu DPD, Lotre, dan utusan golongan. Unsur DPR dihapus dari MPR baru ini. Lembaga negara Mahkamah Konstitusi dihapus. Poros legislatif sistem parlemen dua kamar Indonesia hanya terdiri dari MPR (Majelis Tinggi) dan DPR (Majelis Rendah). Oligarki tetap exist di DPR dan di DPD.
MPR baru perlu diberikan kewenangan untuk menginisiasi UU dan menerima/menolak RUU yang sudah disetujui oleh DPR. Kewenangan pemerintah untuk menginisiasi dan menyetujui/menolak UU dihapus. Dengan kata lain, terlepas dari MPR atau DPR yang melakukan inisiasi pembentukan UU, UU baru dapat disahkan jika disetujui oleh DPR dan MPR. Presiden perlu diberi hak untuk memveto RUU yang sudah disetujui oleh DPR dan MPR, dengan rambu-rambu yang jelas dan terukur serta kredibel.
Dalam diskusi lanjutan, ada anggota sempat mempertanyakan ada tidaknya contoh negara lain yang mengangkat anggota legislatif dengan sistem undian/lotre. Maksudnya mencari referensi sistem pengangkatan anggota parlemen dengan cara lotre/undian. Forum menyatakan bahwa Indonesia berkemungkinan akan menjadi pelopor, pioneer, legislator by lottery.
Sampai dengan isu referensi itu, penulis mencoba mempelajari beberapa sistem parlemen yang ada di dunia saat ini. Penulis sempat melirik sistem parlemen US dan kemudian sistem parlemen UK (Inggris). UK mengadopsi sistem parlemen dua kamar, bikameral, yaitu kamar Majelis Rendah (House of Commons) dan kamar Majelis Tinggi, Dewan Bangsawan atau the Lords. Mengingat sejarah parlemen UK mengandung marwah kondisi parlemen Indonesia saat ini, maka paling pas jika kita mengharapkan hal yang relatif sama juga berlaku dalam proses pembentukan sistem parlemen dua kamar Indonesia.
Membaca history parlemen Inggris, menyadarkan kembali ingatan penulis bahwa dulunya semua negara berbentuk kerajan dengan kekuasaan absolut raja. Penulis ingat juga dengan pepatah jadul Raja Adil Raja Disembah Raja Bathil Raja Disanggah.
Terjadi gejolak di seluruh dunia atas Raja Bathil. Sebagian digulingkan melalui pertumpahan darah. Raja bathil itu dipenggal kepalanya dan/atau diseret dengan kuda/unta berkeliling kota sampai mati. Tujuannya tidak lain adalah menteror rakyat agar takluk sepenuhnya dengan penguasa/raja baru.
Sebagian lagi, bukan saja tidak digulingkan apalagi dipenggal kepalanya dan/atau diseret dengan kuda/unta sampai mati, tetapi Monarki tetap dihormati, dijunjung tinggi, walaupun kekuasaan raja dibagi dengan kekuasaan rakyat biasa. Negara Monarki Parlementer mulai exists di abad ke 11(tahun1001 -- 1100) yang sebagian masih bertahan hingga saat ini.
Banyak monarki parlementer, warisan sejarah ribuan tahun yang lalu, masih tegar dan dihormati di berbagai belahan dunia. Di Eropa hingga saat ini terdapat 12 negara monarki parlementer, yang antara lain adalah UK, Belanda, Swedia, Norwegia, Luxembourg, dan Spanyol. Di Afrika ada Maroko, Lesotho, dan Eswatini. Di Amerika Utara ada Kanada dengan monarki konstitusional parlementer. Di Asia yang terdekat adalah negara jiran Malaysia, Thailand, India dan Jepang. Kemudian, ada lagi Australia dan Selandia Baru. Baik Australia maupun Selandia Baru sama-sama berada dalam naungan kerajaan Inggris  (United Kingdom, UK) yang saat ini adalah Pangeran Charles III sebagai rajanya.
Sekilas Sejarah Dewan Bangsawan (House of Lords) UK
Pergantian monarki absolut menjadi monarki konstitusional parlementer di UK dimulai di abad ke 11, dalam rentang tahun 1001 hingga 1100. Parlemen pertama yang dibentuk adalah Dewan Bangsawan atau House of Lords. Fungsinya adalah untuk membangun komunikasi yang baik antara raja dan rakyat. Dewan Bangsawan ini memiliki tiga unsur keanggotaan yaitu pemuka agama, magnates yaitu orang kaya pebinisnis dan entrepreneur, serta beberapa menteri kerajaan.
Mereka diangkat oleh raja dan dengan demikian tidak dipilih oleh rakyat. Dugaan penulis bahwa ada semacam protokol/SOP yang baik dan kredibel dalam bisnis proses pengangkatan termaksud, sehingga penulis belum menemukan, jika ada, sanggahan dan/atau suara-suara Kons atas penunjukan anggota Dewan Bangsawan termaksud.
Unsur-unsur House of Lords
Ada empat jenis rekan/peers, atau anggota House of Lords, di Parlemen Inggris. Masing-masing jenis itu adalah sebagai berikut. Â
 Anggota Turun-temurun (Warisan)Â
 Hingga paruh kedua abad ke-20, House of Lords terdiri dari orang-orang yang memiliki gelar kebangsawanan dari monarki, yang umumnya juga merupakan pemilik tanah besar. Mereka mewariskan gelar mereka, dan tempat mereka di House of Lords, kepada putra sulung mereka.
Menjelang akhir abad ke-19, mereka sangat mendukung Partai Konservatif.
Pada tahun 1999, Pemerintah Partai Buruh menghapus hak suara dari hampir semua ini. Namun, dalam kompromi untuk menghentikan rekan-rekan Konservatif menunda pengesahan undang-undang yang diperlukan untuk melakukan ini, 92 orang memiliki hak untuk memilih.
Mereka dipilih oleh rekan keturunan lainnya dan ketika salah satu meninggal, rekan yang tersisa dari partai yang sama memilih yang baru. Ironisnya, satu-satunya anggota House of Lords yang terpilih adalah rekan-rekan secara turun-temurun.
 Unsur Agama (Rohani)
 Uskup Agung Canterbury dan York serta 24 Uskup memilki hak suara di House of Lords. Mereka digantikan ketika pensiun oleh uskup baru. Anggota dari agama lain duduk di sana tetapi tidak ada persyaratan untuk diwakili.
Unsur Berbagai Golongan Yang Tidak Diwariskan (Life Peers)Â
 Unsur life Peers House of Lords terdiri dari orang-orang dengan berbagai keahlian profesional -- mantan anggota parlemen dan pemimpin dewan, diplomat, pegawai negeri sipil senior, akademisi, dokter, pemimpin agama, pebisnis, dan sebagainya.
 Unsur (Peers) IndependenÂ
 Ada sekitar 200 orang unsur independen. Unsur ini disebut Crossbenchers karena tempat mereka duduk. Anggota Independen ditunjuk oleh Raja setelah diusulkan oleh Perdana Menteri atas saran (rekomendasi) dari Komisi Pengangkatan.
 House of Commons (Majelis Rendah)
Majelis Rendah (House of Commons) parlemen Inggris baru dibentuk sekitar pertengahan abad ke 13 (tahun 1250an). Sekitar 200 tahun setelah pembentukan kamar Dewan Bangsawan. Pembentukan ini diinisiasi oleh tuan tanah dan pemilik properti di kabupaten/kota. Tujuannya adalah pembentukan komunikasi yang baik termasuk keluh kesah dan penyampaian berbagai aspirasi ke Baginda Raja. Selain itu, mereka juga melalui saluran ini menyatakan komitmen untuk membayar pajak secara benar dan tepat waktu.
The Commons dipilih langsung oleh rakyat. Partai dengan jumlah anggota terbanyak, mayoritas, di Commons membentuk pemerintahan (membentuk kabinet).
 Anggota Majelis Rendah (MP) membahas isu-isu politik penting terkini dan proposal undang-undang baru. Commons sendiri bertanggung jawab untuk membuat keputusan tentang anggaran negara. Majelis Tinggi (The Lords) dapat mempertimbangkan RUU dari Majelis Rendah ini tetapi tidak dapat memblokir atau mengubahnya.
Champions dan Opponents Parlemen Bikameral Indonesia
Suatu kebijakan suatu sistem baru jarang sekali baik, memberikan manfaat, bagi semua orang. Selalu, atau, hampir selalu ada winners and losers. Winners, golongan yang berpotensi menerima manfaat dari kebijakan/sistem baru itu, tentu saja akan mendukung kebijakan/sistem baru itu dan sebaliknya losers akan menentangnya, dalam berbagai cara dan bentuk.
Dalam kaitannya dengan inisiatif pembentukan parlemen bikameral Indonesia, golongan yang akan terwakili di sistem parlemen baru ini tentu saja akan sangat berpotensi untuk menjadi pendukung utamanya. Sedangkan golongan yang tidak berpotensi untuk terwakili secara langsung adalah bukan merupakan pendukung langsungnya. Dan, pihak atau golongan yang berpotensi dirugikan akan berusaha dengan segala cara untuk menentangnya.
The Champs
Diatas sudah disajikan bahwa rancangan sistem parlemen dua kamar Indonesia terdiri dari Majelis Rendah dan Majelis Tinggi. Majelis rendah adalah DPR sekarang. Pada prinsipnya tidak ada perubahan mendasar. Anggotanya tetap dipilih langsung oleh rakyat dalam pemilihan umum.
Majelis Tinggi terdiri dari dua unsur yaitu Dewan Perwakilan Daerah (DPD) dan Utusan Golongan. Anggota DPD tetap seperti sekarang dipilih langsung oleh rakyat dalam pemilihan umum. Utusan Golongan terdiri dari: (i) Golongan agama; (ii) Masyarakat adat; (iii) Organisasi Profesi, dan (iv) Golongan berdasarkan undian/lotre. Keempat sub unsur ini berpotensi untuk menjadi pendukung utama inisiatif ini. Â Â Â Â
The Opponents
Pihak-pihak yang berpotensi untuk menentang inisiatif ini adalah oligarki sendiri. Elit Parpol dan anggota DPR/DPRD yang sedang menjabat sekarang, sebagian besar, mungkin, juga berpotensi untuk menentang inisiatif pembentukan sistem parlemen baru Indonesia ini.
Berapa lamakah gagasan mulia Bikameral Indonesia akan terwujud?Â
Bisa lama sekali, beberapa generasi yang akan datang. Lima puluh hingga 100 tahun lagi. Ingat Era Reformasi sudah lebih dari 20 tahun dan Era Orba 32 tahun, 52 tahun secara keseluruhan. Bisa juga tidak terlalu lama atau bahkan dalam kisaran waktu kurang dari 10 tahun, tergantung seberapa ulet dan efisien pengembangan komunikasi dengan target para pendukung utama inisiatif ini.
Saat ini yang terpenting adalah membangun komunikasi intensif internal dalam beberapa WAG yang mencakup WAG dengan poros utama Aliansi Peduli Demokrasi. Beberapa anggota WAG ini juga menjadi beberapa WAG lain seperti Aliansi Peduli Pendidikan, Forum JDU, Forum Diskusi Indonesia, Dewan Pakar Partai Masyumi, WeeID, dan Mata Kodi News.
Beberapa orang anggota inisiatif ini juga merupakan Blogger Kompasiana dan penulis di Fusilat News. Selain itu anggota WAG Aliansi Peduli Demokrasi umumnya memiliki akun Facebook dan twitter serta akun Youtube.
Kontak: kangmizan53@gmail.com
Kangmizan, Koordinator Inisiatif Pembentukan Parlemen Bikameral Indonesia.
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI