Rocky Gerung mengatakan bahwa perintah konstitusi kepada negara itu adalah perintah konstitusi kepada pemerintah. Pemerintah yang harus melaksanakan perintah konstitusi ini.Â
Penulis sepakat dengan pernyataan Bang Rocky ini sebab pemerintah memiliki sumber-sumber langkah yang melimpah untuk melaksanakan perintah ini. Pemerintah ada uang, pemerintah bisa menerbitkan utang dalam jumlah besar, pemerintah memiliki organisasi dan organ, dan lain sebagainya untuk melaksanakan perintah-perintah konstitusi.Â
Perintah konstitusi kepada pemerintah termasuk Presiden Jokowi banyak sekali. Ini mencakup menjamin keamanan dan ketertiban, melindungi HAM, memelihara fakir miskin dan anak terlantar serta mencerdaskan kehidupan bangsa.Â
Coba kita lihat dulu perintah konstitusi untuk mencerdaskan kehidupan bangsa. Kita semua maklum bahwa perintah yang tertuang dalam Pasal 34 UUD45 ini disanggupi oleh Presiden Jokowi yang dituangkan dalam Program Nawa Cita Jokowi - JK (2014 - 2019). Kita juga mungkin masih ingat bahwa ini tertuang dalam Cita Kelima dari Sembilan Cita, dengan narasi seperti dibawah ini.Â
Meningkatkan kualitas hidup manusia Indonesia melalui peningkatan kualitas pendidikan dan pelatihan..... dstÂ
Mungkin pembaca masih ingat bahwa kesanggupan Presiden Jokowi itu juga dinyatakan kembali dalam kampanye Pilpres 2019. Dalam kampaney Pilpres 2019 ini Beliau berjanji akan fokus pada penguatan sumber daya manusia (SDM) untuk mendorong agar bangsa ini memiliki SDM yang unggul, yang produktif, dan memiliki daya saing yang tinggi di tingkat nasional maupun global. Ini berarti bahwa Beliau berjanji untuk mencerdaskan bangsa ini dengan meningkatkan mutu keluaran pendidikan mulai dari pendidikan dasar dan menengah hingga ke pendidikan tinggi.
Namun, kita dapat menyimpulkan bahwa janji-janji tersebut gagal dan/atau dicueikin oleh Jokowi dengan merujuk ke pendapat Bank Dunia (2018) (dalam Chrismiadji 2020) bahwa 55,4 persen siswa Indonesia buta huruf secara fungsional.Â
Dengan kata lain, siswa Indonesia termaksud jago membaca dan menghafal tetapi tidak mengerti dengan apa yang dibacanya. Lebih miris lagi posisi Indonesia jauh lebih rendah antara lain dari posisi negara Vietnam, yang sebagian dari mereka pernah kita tampung sebagai pengungsi di pulau Galang, Batam.
Itu diinterpretasikan oleh Chrismiadji bahwa bahwa pendidikan Indonesia bukan membuat lebih cerdas tetapi membuat siswa Indonesia lebih bodoh. Penulis sependapat dengan pendapat ini sebab 55,4 persen siswa Indonesia, dan bahkan mungkin masih berlanjut hingga ke mahasiswa, buta huruf secara fungsional.
Lebih jauh lagi, kemampuan literasi siswa Indonesia di tahun 2018 sangat memprihatinkan.  Skor  Literasi PISA Indonesia (371) justru berada di bawah skor tahun 2012 yang 396. Untuk kategori Literasi ini kita berada di urutan ke 75 dari 80 negara.Â