Mohon tunggu...
Kang Mizan
Kang Mizan Mohon Tunggu... Penulis - Pensiunan Peneliti Utama Kementerian Keuangan R.I. email: kangmizan53@gmail.com

Pensiunan Peneliti Utama Kementerian Keuangan R.I.

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan Pilihan

Mas Nadiem, Hentikan Rp10 Miliar untuk Setiap Prodi Baru

6 Juli 2020   12:07 Diperbarui: 7 Juli 2020   10:59 261
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Presiden Joko "Jokowi" Widodo dalam konferensi virtual Forum Rektor Indonesia (FRI), Sabtu, 4 Juli yang lalu, memperlihatkan dukungan yang tinggi atas sistem kuliah dalam jaringan internet yang disebutnya sebagai kuliah daring. Lebih jauh lagi Beliau menyatakan bahwa kuliah daring telah menjadi normal baru (new normal) bahkan normal selanjutnya (next normal) bagi para mahasiswa dan universitas.

Dalam nuansa yang sama tetapi dalam lingkup pendidikan yang lebih luas, Menteri Pendidikan dan Kebudayaan, Nadiem Makarim menyatakan bahwa model Pembelajaran Jarak Jauh (PJJ), atau, a distance learning model, yang ketika PSBB diberlakukan, mulai diperkenalkan untuk jenjang pendidikan dasar dan menengah, kini akan diberlakukan secara permanen. Sayangnya, ini banyak menuai kontroversi. Hal ini terutama bersumber dari kurangnya penjelasan Mas Nadiem tentang rencana penerbitan kebijakan-kebijakan penting terkait elemen-elemen penting PJJ yang wajib disiapkan oleh institusi pendidikan.

Learning Management Systems (LMS)

Seperti diadopsi secara internasional, elemen terpenting dari PJJ adalah ketersediaan Learning Management System (LMS) yang merupakan aplikasi perangkat lunak (a software application) yang digunakan untuk administrasi, dokumentasi, tracking, pelaporan, otomatisasi dan belajar/kuliah, program-program pelatihan, atau digunakan untuk program-program belajar dan pengembangan. Beberapa LMS yang populer, banyak digunakan, adalah Violet LMS, Talent LMS, eQualio, dan Moodle.

Jarang sekali, jika ada, sekolah dasar dan menengah di Indonesia yang sudah memiliki LMS apalagi plus SDM yang mengelolanya. Mereka sangat mengharapkan agar Mantan Bos Aplikasi GoJek ini segera menerbitkan kebijakan dan sosialisasi untuk menggunakan aplikasi perangkat lunak ini. 

Di jenjang perguruan tinggi, Universitas Terbuka (UT) dalam satu dua dekade terakhir sudah menggunakan LMS ini. Universitas Indonesia sudah memiliki LMS namun penulis dengar masih dalam kapasitas yang terbatas dan belum begitu intensif digunakan. Universitas dan perguruan tinggi negeri (PTN) yang lain, apalagi yang di luar pulau Jawa sangat sedikit, jika ada, yang sudah memiliki dan/atau menggunakan LMS secara optimal.

PTS yang penulis dengar sudah memiliki dan menggunakan LMS dengan cukup optimal adalah Universitas Taruma Negara, Jakarta. Penulis perlu bergerak lebih cepat lagi untuk inventarisir PTS-PTS mana saja yang sudah tune in dengan LMS.

Rp10 Miliar untuk Setiap Prodi Baru 

Baik pernyataan Presiden Jokowi maupun pernyataan Menteri Nadiem diatas memang sejalan dengan perkembangan tech 4.0 sekarang ini. Namun, banyak kebijakan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan yang bukan saja tidak sejalan dengan semangat tech 4.0 tersebut tetapi juga bertentangan serta banyak yang memasung fleksibilitas dan prinsip link and macth insitusi pendidikan dan dunia usaha yang antara lain disinggung oleh Presiden Jokowi dalam acara FRI diatas. Ini, misalnya, terkait dengan perizinan pelayanan inisiatif pembentukan Prodi baru.

Saya yakin bagi yang sudah cukup lama mengajar dan/atau kolaborasi dengan PTS mengetahui atau pernah mendengar bahwa setiap PTS yang akan membuat Prodi baru diwajibkan setor uang hingga Rp10 miliar untuk setiap Prodi baru yang diusulkan. Tujuannya adalah untuk menjamin agar mahasiswai memiliki kepastian untuk menyelesaikan studi mereka secara tepat waktu tanpa terkendala oleh faktor internal PTS.

Semangat dan/atau tujuan setoran uang miliaran rupiah itu sungguh sangat mulia tentunya. Namun, ini bukan praktik yang lazim secara internasional sebab institusi pendidikan mengemban fungsi sosial yang sangat tinggi yang mencakup semangat nationalism, tolerance, dan diversity yang juga disinggun oleh Presiden Jokowi dalam acara FRI diatas. Institusi pendidikan tidak dapat disamakan dengan entitas bisnis yang dengan ringannya dapat menerbitkan semacam performance bonds dalam business deals mereka masing-masing.

Di banyak negara lain, mereka memiliki protokol yang jelas dan pasti untuk menjamin keberlangsungan Prodi tanpa perlu ada kewajiban menerbitkan semacam performance bonds seperti praktik yang berlaku di Indonesia sejauh ini. Banyak kolega penulis baik alumni PT di Indonesia apalagi alumni PT luar negeri sangat kaget mendengar praktik Rp10 miliar tersebut. 

Kejadian melongo serupa terjadi pada beberapa kolega penulis yang lama berkecimpung (menjadi dosen/pejabat struktural) di PT mulai dari yang di USA, Australia, New Zealand, hingga yang di Malaysia. 

Kolega yang di Malaysia ini bahkan pernah menjabat sebagai dekan di PT terkemuka di negeri jiran ini. Ia merasakan situasi yang sangat nyaman dalam berkomunikasi dengan pejabat-pejabat kementerian pendidikan disana dan menggeleng-gelengkan kepala ketika mendengar adanya kebijakan setor hingga Rp10 miliar tersebut.

Belum Adanya Kepastian Waktu Audiensi dengan Mas Nadiem

Kolega penulis yang lebih dari 20 tahun menjadi dosen/dekan di PT ternama di Malaysia tersebut menyatakan itu langkah yang tepat untuk audiensi dengan Mas Nadiem dalam rangka pendirian universitas digital di Indonesia. Namun, Beliau ini lagi-lagi melongo ketika penulis sampaikan bahwa hingga saat ini belum diperoleh kepastian atas permohonan audiensi dengan Mas Nadiem termaksud. 

Idealnya, menurut penulis, Kemendikbud menyiapkan formulir untuk audiensi dengan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan. Berdasarkan formulir tersebut, Kemendikbud dapat menyiapkan waktu audiensi dengan Menteri dan/atau pejabat Kemendikbud yang ditunjuk. Dapat juga Kemendikbud menolak permohonan audiensi tersebut dengan memberikan alasan yang wajar dan/atau mengarahkan langkah-langkah alternatif.

Moratorium Izin Pendirian Perguruan Tinggi Baru

Hal lain yang berseberangan dengan ucapan Presiden Jokowi dan Mas Nadiem diatas terkait dengan kebijakan moratorium pemberian izin pendirian perguruan tinggi baru. Mungkin tidak banyak yang pernah mendengar bahwa Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan menerbitkan kebijakan moratorium atau penghentian pemberian izin pendirian perguruan tinggi baru sejak tahun 2018. Moratorium tersebut tidak berlaku secara nasional. Moratorium itu berlaku misalnya di Provinsi DKI Jakarta. Moratorium itu tidak berlaku, misalnya, untuk Provinsi Banten, sebagian kabupaten/kota di Provinsi Jawa Barat, dan sebagian besar wilayah di luar pulau Jawa.  

Pertanyaannya sekarang bagaimana jika ada perguruan tinggi baru dengan sistem pembelajaran sepenuhnya online atau sepenuhnya melalui jaringan internet? Katakan saja badan pengelola perguruan tinggi daring tersebut ada di DKI Jakarta yang terkena kebijakan moratorium tersebut. Namun, peserta didik nya, mahasiswai, bukan hanya di DKI Jakarta. Mahasiswai nya jelas akan banyak yang di Banten, Jawa Barat, Sumatera, Kalimantan, Sulawesi, Papua, dan pada prinsipnya bukan saja di seluruh pelosok negeri ini tetapi juga di seluruh penjuru dunia yang memiliki akses internet yang baik.  

Nuansa yang sama untuk seluruh civitas akademika perguruan tinggi online (digital).  Civitas akademika perguruan tinggi digital tersebut, mahasiswai, rektor, dekan, ketua Prodi, staf perguruan tinggi, philantropists, dan banyak sekali volunteers dengan aneka profesi, juga berada dimana saja. 

Lebih mendasar lagi, pendirian perguruan tinggi baru dengan model pembelajaran 100 persen dalam jaringan internet adalah sangat sejalan dengan semangat Presiden Jokowi untuk mendorong percepatan kuliah daring. Seperti sudah disampaikan diatas, Beliau menegaskan bahwa kuliah daring telah menjadi normal baru (new normal) bahkan normal selanjutnya (next normal) bagi para mahasiswai dan universitas.

Nuansa yang sama juga sudah disampaikan terlebih dahulu oleh Menteri Pendidikan dan Kebudayaan yang lebih akrab dengan sapaan Mas Nadiem dalam Raker dengan Komisi X DPR RI, Kamis, 2 Juli yang lalu. Dalam kesempatan ini Beliau menyatakan bahwa model Pembelajaran Jarak Jauh (PJJ), yang lebih dikenal dengan kuliah daring di musim Pandemi Corona saat ini, adalah sangat efisien dan oleh karena itu akan diberlakukan secara permanen.

Gayung pun bersahut dan sangat kita harapkan Mas Menteri yang dikenal sangat piawai di dunia aplikasi perangkat lunak bukan saja memberikan izin pendirian perguruan tinggi baru yang 100 persen online tetapi juga melakukan berbagai bentuk kampanye dukungan untuk perguruan tinggi online, secara besar-besaran.  

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun