Kebangkrutan Massal
Kita semua tahu Covid-19 yang bermula dari Wuhan, Tiongkok, secepat kilat mewabahi seluruh dunia. Jutaan orang dirawat di ICCU dan ratusan ribu meregang nyawa. Selain itu, covid-19 juga merusak tatanan sosial ekonomi di hampir seluruh negara di dunia ini.
Maskapai penerbangan bergelimpangan. Nasib naas yang serupa juga menghantam industri hotel dan restoran. Sedang berlangsung kebangkrutan massal di seluruh dunia. Namun, mungkin banyak yang lupa bahwa universitas juga akan banyak yang bertumbangan.Â
Krisis Mendorong Terciptanya Teknologi Baru
Walaupun demikian, kita tidak perlu menyerah. Dibalik musibah pasti ada hikmah. Tatanan kehidupan kampus lama segera akan digilas oleh tatanan kampus baru. Kampus lama yang mega, luas, dan dengan berbagai fasilitas yang serba wah, dengan biaya kuliah yang sangat mahal, akan diganti dengan tatanan kampus baru yang serba digital.
Segera hadir ribuan kampus baru yang serba digital dengan proses pembelajaran 100 persen online. Ruang kelas fisik akan digantikan dengan ruang kelas seperti Zoom meeting rooms. Hampir seluruh fungsi papan tulis akan digantikan oleh Learning System Management (LSM). LSM sendiri adalah aplikasi untuk administrasi, dokumentasi, pelacakan, pelaporan, otomatisasi dan perkuliahan, pelatihan, atau program-program pengembangan dan pelatihan. LSM adalah berbasis e-learning. Persaingan pembangunan berbagai fitur kunci LSM sangat pesat saat ini.
Sangat Murahnya Biaya Kuliah Universitas Daring
Biaya kuliah akan terpangkas sangat drastis. Jika biaya kuliah untuk menyelesaikan S1 (PTS) saat ini berkisar Rp200an juta, maka dengan universitas daring biaya itu akan terciut menjadi hanya sekitar Rp20an juta. Terciut menjadi hanya sekitar 10 persen dibandingkan dengan universitas konvensional.Â
Walaupun demikian, biaya yang sangat murah saja tidak cukup untuk pengembangan dan keberlanjutan universitas online.
Mutu lulusan universitas daring perlu dijamin dengan baik yang antara lain dilakukan dengan hanya memberikan tempat pada guru/dosen yang terbaik saja selain menggunakan perangkat LSM seperti disebut diatas. Juga adalah sangat penting bagi Pemerintah dan saat ini, untuk itu, Mas Nadiem, untuk menjamin kredibilitas mutu lulusan universitas daring.
Ini tentunya dapat dengan gampang mengadopsi dari SOP BAN dan/atau SOP universitas daring internasional seperti University of the People, Amerika Serikat.
Tersirat ini antara lain yang disuarakan oleh grup Bossman Mardigu diatas. Juga, Bossman Mardigu paham sekali otak sosok Nadiem Makarim bahwa biaya perkuliahan model universitas fisik saat ini sangat mahal karena faktor ruang kelas dan faktor jumlah guru yang terlalu banyak dan banyak dengan kualitas yang kurang baik.Â
Urgensi Revisi/Penerbitan Permendikbud tentang Universitas Daring.
Penulis juga yakin bahwa Mas Menteri sudah lebih dulu memikirkan model universitas online ini. Penulis juga yakin bahwa sosok mantan CEO GoJek ini sudah memiliki niat dan sedang merancang dan/atau merevisi berbagai peraturan menteri pendidikan. Ini utamanya terkait dengan Permendikbud yang terkait dengan izin pendirian dan operasional universitas konvensional.Â
Misalnya, perlu untuk menghapus persyaratan kepemilikan lahan dan gedung, relaksasi batasan usia dosen, dan relaksasi persyaratan perkuliahan daring hanya untuk Prodip dengan akreditasi A. Selain itu, perlu juga relaksasi ketentuan izin operasional universitas daring yang terpaku pada ketentuan 10 (sepuluh) Prodip jenjang Strata 1 dengan 6 Prodip Sains dan Eksakta dan 4 Prodip Humaniora dan ilmu-ilmu sosial.
Rumit dan Mahalnya Biaya Perizinan Universitas Konvensional
Mengikuti jejak Mas Nadiem yang selalu memiliki terobosan baru seperti konsep merdeka belajar dan kampus merdeka, penulis yakin bahwa konsep merdeka itu merupakan terobosan untuk penguraian benang-benang kusut dunia pendidikan kita yang berkualitas rendah dan berbiaya tinggi. Unsur biaya tinggi itu antara lain merupakan kontribusi dari rumitnya dan panjangnya prosedur untuk mendapatkan izin operasional lembaga pendidikan lebih-lebih bagi pendidikan tinggi.
Penulis mendengar bahwa izin operasional itu baru terbit dalam kisaran waktu dua hingga lima tahun. Penulis juga mendengar bahwa biaya yang dikeluarkan untuk mendapatkan izin operasional itu mencapai puluhan miliar rupiah. .
Tidak jelas seberapa besar unsur gratifikasi dari uang puluhan miliar rupiah tersebut. Namun, porsi gratifikasinya dipersepsikan sangat tinggi.
Walaupun demikian, dengan sosok revolusioner Mas Nadiem, penulis yakin Beliau sudah mengendus aroma menyengat bisnis perizinan termaksud. Momentum Covid-19 dapat mendorong Beliau untuk melenyapkan aroma menyengat tersebut.
Protokol Pendidikan Universitas Daring
Banyak relawan yang bersedia untuk membantu Mas Nadiem mewujudkan tugas yang sangat mulia ini. Untuk itu, disini, penulis hanya bisa menyumbangkan usulan kecil untuk pencopotan rezim perizinan termaksud dan menggantinya dengan rezim Protokol Pendirian Universitas Daring. Maksudnya siapa saja bisa mendirikan dan mengelola suatu universitas daring tanpa perlu terlebih dahulu mendapatkan izin operasional dari Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, sepanjang seratus persen protokol termaksud dipatuhi.
Mas Menteri hanya cukup memberikan persyaratan keterbukaan dan sanksi yang keras bagi yang tidak patuh. Pengawasan oleh jutaan orang akan jauh lebih efektif dibandingkan dengan pengawasan oleh segelintir orang Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan. Selain itu, pengawasan oleh orang banyak menjamin tidak akan terjadi kongkalikong dengan para birokrat Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan.
Mengutip kata penutup dari Bossman Mardigu.Â
Siap Berubah atau Tergilas.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H