Mohon tunggu...
Kang Mizan
Kang Mizan Mohon Tunggu... Penulis - Pensiunan Peneliti Utama Kementerian Keuangan R.I. email: kangmizan53@gmail.com

Pensiunan Peneliti Utama Kementerian Keuangan R.I.

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan Pilihan

Mereka ini Sangat Membutuhkan Perlindungan Sosial Covid-19

3 April 2020   23:25 Diperbarui: 4 April 2020   21:08 220
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Walaupun demikian, penulis pesimis Ibu single parent yang bekerja sebagai driver taksi online ini akan dapat mengakses  salah satu paket lebih-lebih lagi beberapa paket perlindungan sosial wabah virus Corona ini. Ini terutama disebabkan mekanisme top down penetapan penerima manfaat perlindungan sosial tersebut bersumber dari data yang bersumber dari usulan RT/RW dalam suatu desa/kelurahan.

RT/RW diberikan kuota jumlah penerima manfaat dan mereka secara manusiawi lebih mementingkan orang-orang yang mereka kenal lebih dahulu dan/atau orang-orang yang "dekat" dengan mereka. Misalnya, satu RT diberikan kuota lima orang, maka lima orang yang dipilih oleh RT ini tidak tertutup kemungkinan kondisi sosial ekonomi mereka relatif lebih baik dari puluhan atau bahkan ratusan orang lain yang berada dalam RT/RW ini dan bahkan jika diperluas dalam kelurahan ini.

Exclusion dan Inclusion Errors

Puluhan atau bahkan ratusan dari orang-orang yang terpinggirkan tersebut, dan mungkin juga termasuk ibu single parent yang disebutkan diatas, biasanya tidak tahu dan/atau tidak memiliki keberanian untuk menuntut hak mereka. Lebih jauh lagi, biasanya tidak ada yang tahu siapa saja penerima berbagai program perlindungan sosial pemerintah tersebut.

Mereka itu dalam narasi bantuan sosial universal termasuk dalam kelompok exclusion errors. Mereka itu terpinggirkan dan ini dapat disebabkan oleh kuota yang tidak mencukupi atau kendala pendataan atau terkait dengan unsur korupsi pada mata rantai penetapan penerima manfaat bantuan sosial. 

Hal yang serupa penulis temui di WAG RW kami. Ada postingan dari Pak RT yang menyatakan bahwa desa kami akan dapat jatah sembako dari Gubernur Jawa Barat, Ridwan Kamil. 

Menurut postingan Pak RT ini jumlah kuota sembako itu adalah untuk 300 KK dan biasanya untuk RT dan RW kami tidak pernah ada warga yang pernah mendapat Bansos apa pun karena memang kondisi sosial ekonomi warga ini sudah mencukupi.

Walaupun demikian, jumlah 300 KK tersebut sangat kecil dibandingkan dengan jumlah keluarga miskin dan hampir miskin dari 25 RW dengan jumlah penduduk sekitar 600.000 jiwa atau sekitar 100.000 KK yang ada di desa kami. 

Jalan pintas yang diambil oleh pemerintahan desa adalah memberikan kuota pada setiap RT/RW yang umumnya bukan di kompleks perumahan. Dengan kata lain, RT/RW yang terpilih untuk diberikan berbagai program perlindungan sosial adalah RT/RW Perkampungan.

Dengan pola kuota yang bersifat top down dan jumlah kuota yang relatif sangat kecil, maka potensi sangat banyak nya orang-orang terpinggirkan atau orang-orang yang termasuk dalam kelompok exclusion errors sangat-sangat mungkin sekali. 

Hal ini diperparah lagi karena hampir tidak ada transparansi atas daftar penerima manfaat tersebut. Maksudnya, jarang sekali, jika ada, orang-orang tahu siapa saja para penerima bantuan perlindungan sosial termaksud. Kondisi ini jelas membuka peluang terjadinya konflik kepentingan dan/atau korupsi.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun