Mohon tunggu...
Kang Mizan
Kang Mizan Mohon Tunggu... Penulis - Pensiunan Peneliti Utama Kementerian Keuangan R.I. email: kangmizan53@gmail.com

Pensiunan Peneliti Utama Kementerian Keuangan R.I.

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Pilihan

Dosa-dosa Bawaan Dosen pada Perkuliahan Daring Saat Ini

24 Maret 2020   21:14 Diperbarui: 24 Maret 2020   21:27 353
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Kuliah Daring Pandemi Covid-19. Sumber: sevina.com

Anakku sudah satu minggu ini berada di rumah. Dia yang sedang menempuh kuliah di suatu PTN di Yogyakarta memilih untuk berkumpul kembali dengan kami di Bogor dalam kondisi Ayo dirumah yang sangat tidak menentu ini. Belum ada kepastian kapan dia harus kembali ke Yogyakarta. 

Beberapa kali kami mengobrol tentang kegiatan kuliah nya. Mulai dari kebiasaan hidup sehari-harinya hingga beberapa orang dosen nya yang sering tidak masuk dan datang hanya memberikan tugas saja. Beberapa orang dosen itu menurutnya sedang mengerjakan beberapa proyek pemerintah.

Kuliah Daring

Ketika penulis tanyakan apakah tugas-tugas itu diperiksa dan diberikan nilai yang dijawabnya tidak pernah tahu apakah itu diperiksa dan/atau digunakan sebagai bahan penilaian. 

Hal yang serupa, tugas tidak diperiksa apalagi diberikan ulasan dan/atau tanggapan yang cukup, juga berlaku untuk semua dosen nya yang umumnya tidak pernah absen dalam datang ke kampus dan memberikan perkuliahan.

Sekarang anak kami itu kuliah dalam jaringan atau distant learning dengan menggunakan jaringan internet. Semua dosen dari delapan mata kuliah dengan total 20 kredit yang diambilnya untuk semester ini pada prinsipnya hanya memberikan tugas atau assignments dalam bahasa universal akademis. 

Tugas itu hampir semua sudah dikerjakan nya dan diunggah ke Google Drive masing-masing dosen. URL link dari tugas yang sudah diunggah (upload)  ini kemudian dikirim ke masing-masing dosen tersebut.

Kelihatannya sama seperti kuliah tatap muka, tugas-tugas tersebut terbenam tanpa ada sedikit feedbacks kepada para mahasiswa. Ini sebetulnya dosa yang sangat serius tetapi tidak disadari oleh para dosen kita itu dan mungkin juga oleh pemerintah termasuk Mas Menteri Nadiem. Dalam kaitan ini, pengamat pendidikan kondang, Indra Chrismiadji, menulis:

Maka saat ini adalah kesempatan paling tepat untuk mengatur ulang arah dunia pendidikan kita yang selama sudah tersesat jauh dari tujuan. 

4 Pilar Pendidikan UNESCO

Coba kita perhatikan  4 pilar pendidikan yang disusun oleh UNESCO, yang disajikan oleh Mas Chris dalam URl link artikel diatas. Empat pilar UNESCO seperti yang disajikan oleh Mas Indra Chrismiadji ini adalah: (i) Learning to Know (belajar untuk mengetahui); (ii) Learning to Do (belajar untuk melakukan sesuatu); (iii) Learning to Be (belajar untuk menjadi sesuatu), dan (iv) Learning to Live Together (belajar untuk hidup bersama).  

Coba keempat pilar UNESCO ini kita tautkan dengan pengalaman penulis ketika kuliah di negara yang sama dengan Mas Chris ini, yaitu, Amerika Serikat. 

Kita tautkan dan bandingkan antara sikap para dosen di USA dan dosen di Indonesia, utamanya, para dosen putra kami itu, atas tugas atau assignments yang diberikan kepada mahasiswa. 

Pertama, availability dosen. Selama beberapa tahun saya kuliah di USA, saya tidak pernah ketemu ada dosen yang bolos dan/atau yang sedang mengerjakan proyek-proyek di luar kampus. 

Selain itu, setiap dosen ada office hours yaitu jam-jam yang tersedia untuk mahasiswa konsultasi. Dosen selalu ada di kampus lima hari satu minggu dan delapan jam setiap hari.

Kedua, tugas atau assignments. Tugas yang diberikan sangat banyak. Satu kali pertemuan itu untuk sekitar satu Bab Buku Wajib dan diikuti dengan satu set tugas yang wajib diserahkan sebelum pertemuan minggu depan. 

Satu pertanyaan dalam tugas ini sering perlu dijawab dalam lebih dari 10 lembar folio bergaris.  Jadi, jika dalam satu set tugas ada lima soal, maka jawaban dari satu set tugas ini umumnya memerlukan lebih dari 50 lembar kertas folio bergaris dengan tulis tangan. Anjirrrr.

Implikasinya, jika mengambil tiga mata kuliah untuk total angka kredit 15 sudah sangat super di USA. Mereka akan sangat takjub, jika enggan mengatakan senyum tutup mulut, jika saya katakan bahwa anak saya ambil delapan mata kuliah dengan total kredit 20 dalam semester ini. 

Ketiga, grading atau penilaian. Setiap dosen, biasanya diserahkan ke graduate student graders, kemudian memeriksa kertas-kertas tugas mahasiswa tersebut. 

Mereka mengerjakan nya dengan super teliti mulai kata demi kata, kalimat demi kalimat, bab demi bab termasuk sinkronisasi antar bab, derivasi demi derivasi, hingga ke komputasi. 

Kertas tugas tersebut kemudian dinilai dikembalikan ke mahasiswa dan nilai dari setiap set tugas merupakan bagian integral dari nilai akhir semester. Selain itu, ketika tugas yang sudah diperiksa dan dinilai tersebut dikembalikan, mahasiswa menerima satu set jawaban yang dibuat oleh dosen atau graders yang bersangkutan.  

Setelah membandingkan antara jawaban yang dibuat dengan jawaban dari graders, mahasiswa dapat melakukan challange ke graders. Itu bisa sucessfull atau unsucessful. 

Ini ingat dengan suasana badminton All England yang baru saja berakhir pekan lalu. Beberapa kali saya melihat pemandangan yang lucu ketika ada mahasiswa sedikit emosional atau bahkan ada yang meledak-ledak ketika melakukan challange itu.

Keempat, fleksibilitas. Jika nilai dari tugas-tugas dan/atau hasil ujian tengah semester kurang begitu baik, mahasiswa sebaiknya drop out, membatalkan, mata kuliah tersebut. 

Sangat berisiko jika tidak dilakukan karena jika nilai GPA lebih rendah dari 3.0 untuk skala maksimal 4.00, mahasiswa tidak diizinkan melakukan ujian comprehensive dan/atau perlu mengambil mata kuliah tambahan untuk dapat diberikan ijazah S1 atau S2. Untuk S3 Thesis yang menentukan. 

Masing-masing dari keempat perlakuan dosen atas tugas-tugas mahasiswa tersebut terkait langsung dan mengandung semangat dari masing-masing pilar dan/atau keseluruhan pilar pendidikan UNESCO tersebut diatas. 

Penulis, pada artikel kecil tidak membuat eloborasi secara langsung keterkaitan empat perilaku dosen di USA ini dengan empat pilar UNESCO termaksud. 

Walaupun demikian, empat pilar UNESCO ini dan empat perlakuan dosen di USA diatas dapat menginsiparasi kita atas dosa-dosa bawaan dosen pada perkuliahan daring yang sedang berlaku saat ini dan belum tahu kapan perkuliahan daring ini akan berakhir. Tambah belum tahu lagi kapan dosa-dosa bawaan dosen tersebut dapat ditebus atau dihilangkan dari dunia pendidikan Indonesia.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun