Mohon tunggu...
Kang Mizan
Kang Mizan Mohon Tunggu... Penulis - Pensiunan Peneliti Utama Kementerian Keuangan R.I. email: kangmizan53@gmail.com

Pensiunan Peneliti Utama Kementerian Keuangan R.I.

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan Pilihan

Jakarta Hampir Lockdown ala Italia, tetapi Belum ala Wuhan, Tiongkok

17 Maret 2020   19:02 Diperbarui: 17 Maret 2020   19:02 255
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Kita umumnya sudah mendengar bahwa Presiden Jokowi melarang pemerintah daerah untuk melakukan lockdown atau karantina wilayah dalam menghadapi penyebaran virus corona yang menyebabkan penyakit Covid-19. Ini diumumkan oleh Beliau melalui konferensi pers di Istana Bogor, kemarin, 16 Maret.

Kelihatannya pengertian lockdown Bapak Infrastruktur Indonesia ini adalah menutup pintu zona-zona merah episentrum wabah virus Corona baru Covid-19. Misalnya, ada pembatasan yang sangat ketat untuk keluar masuk suatu kota atau wilayah tertentu. Untuk keluar masuk diperlukan izin dari otoritas kesehatan dan/atau pemerintah/pemerintah daerah setempat.

Lockdown seperti itu adalah lockdown seperti yang dilakukan di Wuhan sebagai ibukota Provinsi Hubei, Tiongkok.  

Lockdown ala Italia.

Pra 13 Maret

Sebelum tanggal 13 Maret, wilayah Utara Italia seperti Lombardy sudah menerapkan kebijakan lockdown. Aturan lockdown ini adalah menutup sekolah-sekolah, universitas, gedung opera/teather, gedung bioskop, cafe, dan bar dan klub malam. Larangan yang serupa berlaku juga untuk kegiatan keagamaan seperti kegiatan pemakaman dan resepsi pernikahan. Lebih jauh kegiatan-kegiatan olah raga dibatalkan atau ditunda.

Walaupun demikian restoran dan bar hanya diizinkan buka dari jam 6.00 pagi hingga jam 6.00 sore. Mall dan pasar-pasar swalayan hanya diizinkan buka pada hari kerja (Senin - Jum'at) dengan syarat tidak boleh berdekatan kurang dari satu meter antara pengunjung satu dengan yang lainnya.

Pasca 13 Maret

Perdana Menteri Italia, Giuseppe Conte, mengumumkan bahwa kebijakan lockdown yang tadinya hanya berlaku di beberapa wilayah zona merah di bagian Utara negara ini, yaitu, wilayah Lombardy, Veneto, Marche dan Emilia Romagna, mulai tanggal 13 Maret diberlakukan untuk seluruh wilayah Italia (Utara dan Selatan).

Kebijakan Signore Conte ini diambil setelah 97 orang meninggal dunia pada hari Minggu, 12 Maret, sehingga total kematian akibat Covid-19 di negara leluhur Al Capone ini sudah berjumlah 463 orang. Kondisi negara di semenanjung Eropa ini semakin memburuk hingga hari ini, 17 Maret. Kasus Covid-19 di negara yang kita lebih akrab dengan Liga Italia sudah mencapai 27.980 kasus dengan 2.158 kematian dan yang merupakan yang terburuk di benua Eropa.

Tidak ada Pembatasan Transportasi Umum

Walaupun demikian, tidak seperti DKI Jakarta, sejauh ini tidak ada berita pembatasan dan/atau pengurangan layanan transportasi umum seperti bis, kereta api, KRL, MRT, dan lain-lain yang sejenisnya di Italia. Kontrol yang dilakukan hanya mencakup pemeriksaan suhu badan dengan menggunakan thermoscan dan ini juga dilakukan di Indonesia. 

Kerusuhan di Banyak Penjara

Kebijakan lockdown itu menimbulkan kerusuhan berantai di negara Menara Pisa ini. Kerusuhan penjara terjadi dimana-mana yang dimulai pada hari Senin, 9 Maret, setelah adanya larangan kunjungan ke para narapidana. 

Dikabarkan kejadian berantai tersebut sudah menjalar ke 22 penjara. Ratusan narapidana kabur, fasilitas penjara dirusak, dan enam orang narapidana dinyatakan meninggal dunia dalam rentetan kerusuhan tersebut. 

Hingga 13 Maret,di penjara Rebibbia, Roma, para napi berhasil menerobos ke dan merusak berbagai fasilitas di area umum. Di penjara Bologna, napi berhasil menyandera empat sipir penjara menerobos dua wilayah umum di penjara yang dihuni oleh 350 napi ini.

Lockdown ala Anies Baswedan

Gubernur DKI Jakarta, Anies Baswedan, mengambil langkah berani untuk meliburkan seluruh sekolah selama dua minggu terhitung Senin, 16 Maret. Selain itu, Anies juga menunda Ujian Nasional yang seharusnya mulai dilaksanakan pada tanggal 16 Maret.

Namun, Anies tidak menutup universitas, gedung opera/teather, gedung bioskop, cafe, dan bar/klub malam. Anies juga melakukan hal yang sama untuk  untuk kegiatan keagamaan seperti kegiatan pemakaman dan resepsi pernikahan. Maksudnya Anies tidak melakukan pembatasan secara khusus untuk kegiatan seperti pemakaman, Sholat Jum'at, dan akad nikah/resepsi pernikahan.

Walaupun demikian, kebijakan Anies untuk membatasi operasional MRT, LRT, dan Trans Jakarta mengakibatkan puluhan ribu orang terlantar dan menumpuk di halte bis dan stasiun-stasiun MRT dan LRT. Kebijakan ini menuai kritik tetapi Anies bersikeras bahwa tujuan utamanya adalah mengurangi jumlah kerumunan orang-orang.

Tetapi, bagaimana dengan nasib orang-orang yang bekerja hari ini untuk makan hari ini? Atau, bagaimana dengan nasib orang-orang yang sangat perlu menggunakan transportasi umum itu untuk keperluan sangat mendesak seperti ke rumah sakit dan/atau untuk keperluan keluarga yang sedang dalam musibah?

Kasus Covid-19 di DKI Jakarta

Menurut CNBC Indonesia,  hingga hari ini, 17 Maret, terdapat sebanyak 356 pasien dalam pengawasan (PDP) terkait Covid-19. Disini juga dilaporkan bahwa dari jumlah itu, sebanyak 191 pasien atau 54% masih dirawat, sedangkan sisanya sebanyak 165 pasien sudah pulang dan sehat. Belum ada kasus kematian dari warga DKI Jakarta.

Bandingkan dengan kasus di provinsi Lombardy, Italia. Hingga Minggu, 15 Maret tercatat ada tambahan kematian sebanyak 252 orang sehingga total kematian akibat Covid-19 ini berjumlah 1.218, yang sehari sebelumnya total kematian sudah mencapai 966 orang. 

Provinsi, negara bagian, Lombardy, sebanding dengan DKI Jakarta dalam perspektif luas wilayah dan jumlah penduduk. Luas wilayah Lombardy adalah 23.844 kilometer persegi dengan jumlah penduduk 10 juta orang.

Sebaliknya DKI Jakarta dengan luas wilayah 661,5 kilometer persegi, atau, sekitar 1/4 luas wilayah Lombardy tetapi dengan jumlah penduduk sebesar 9,6 juta jiwa. Dengan demikian, kepadatan penduduk DKI Jakarta sekitar empat lipat dan jumlah kepadatan penduduk Lombardy, Italia.

Perbandingan Tingkat Keparahan Lombardy dan Jakarta.

Dengan tingkat kepadatan penduduk yang jauh lebih jarang dibandingkan dengan DKI Jakarta tetapi tingkat kematian yang sangat besar yang berjumlah 2.158 jiwa dan belum ada kematian sejauh ini di DKI Jakarta, DKI Jakarta sebetulnya belum cukup kuat untuk dikatakan sebagai darurat Corona, atau, lockdown ala Italia. Kasus Covid-19 di DKI Jakarta relatif sangat kecil yaitu hingga sejauh ini jumlah pasien yang dirawat hanya 191 orang.

Bandingkan dengan rumah-rumah sakit di Lombardy yang sangat kekurangan kamar dan/atau ruang isolasi tetapi tidak demikian hal nya dengan yang di DKI Jakarta.

Lebih jauh lagi, Lombardy masih berada di Musim Dingin Menjelang Spring dan masih jauh dari Musim Panas. Suhu udara di Lombardy saat ini masih dingin sekitar 15 derajat Celcius. Faktor suhu udara ini merupakan bagian yang terpenting dari penyebaran penyakit Covid-19 ini.

 Bandingkan dengan DKI Jakarta yang sudah berada lebih dari 32 derajat Celcius. Dengan kata lain, suhu udara di Jakarta selalu panas yang merupakan senjata ampuh alamiah penangkal Virus Corona.

Bang Anies jangan latah dan melakukan akrobat politik. Pikirkan kembali terutama keputusan pembatasan transportasi umum.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun