Mohon tunggu...
Kang Mizan
Kang Mizan Mohon Tunggu... Penulis - Pensiunan Peneliti Utama Kementerian Keuangan R.I. email: kangmizan53@gmail.com

Pensiunan Peneliti Utama Kementerian Keuangan R.I.

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan Pilihan

Dua BUMN Ini Mengabaikan Hak-hak Prinsipil Konsumen

16 Maret 2020   19:29 Diperbarui: 17 Maret 2020   09:31 165
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
sumber: Diedit dari ShutterStock

Sebagaimana kita ketahui bahwa tanggal 15 Maret adalah Hari Hak-hak Konsumen se-Dunia. Hari Hak Konsumen Dunia (HHKD),  International Consumer Right Day, ini merupakan momentum penting untuk meningkatkan kesadaran kita tentang hak-hak dan kebutuhan konsumen. Momentum penting bagi kita bersama mengingat, kesadaran terhadap hak-hak konsumen di banyak negara berkembang termasuk Indonesia masih terbilang rendah. 

Walaupun demikian, kita juga umumnya pernah mendengar tentang undang-undang perlindungan konsumen di Indonesia. UU ini adalah UU No.8 tahun 1999 yang disahkan di era Presiden Habibie. Pasal 4 adalah pasal terpenting dari UU yang terdiri dari 65 pasal ini oleh karena mencantumkan secara eksplisit sembilan hak-hak konsumen Indonesia. Kutipan penuh dari Sembilan Hak Konsumen menurut Pasal 4 ini adalah sebagai berikut:

  1. Hak atas kenyamanan, keamanan, dan keselamatan dalam mengkonsumsi barang dan/atau jasa.
  2. Hak untuk memilih barang dan/atau jasa serta mendapatkan barang dan/atau jasa tersebut sesuai dengan nilai tukar dan kondisi jaminan yang dijanjikan.
  3. Hak atas informasi yang benar, jelas, dan jujur mengenai kondisi dan jaminan barang dan/atau jasa.
  4. Hak untuk didengar pendapat dan keluhannya atas barang dan/atau jasa yang digunakan.
  5. Hak untuk mendapatkan advokasi, perlindungan konsumen, dan upaya penyelesaian sengketa perlindungan konsumen secara patut.
  6. Hak untuk mendapat pembinaan dan pendidikan konsumen.
  7. Hak untuk diperlakukan atau dilayani secara benar dan jujur serta tidak diskriminatif.
  8. Hak untuk mendapatkan kompensasi, ganti rugi, dan/atau penggantian jika barang dan/atau jasa yang diterima tidak sesuai dengan perjanjian dan tidak sebagaimana mestinya
  9. Hak yang diatur dalam ketentuan peraturan perundang-undang lainnya. 

Walaupun demikian, dalam artikel kecil ini kita hanya akan membahas butir tujuh yaitu Hak untuk diperlakukan atau dilayani secara benar dan jujur serta tidak diskriminatif. 

Ada dua kasus terkini yang akan diangkat yaitu  kasus buruknya pelayanan PT Perusahaan Gas Negara (PGN) dan kasus harga masker PT Kimia Farma (KF). Keduanya adalah BUMN yang saat ini sedang dinakodai Bang Erick Thohir yang tidak lain adalah adik orang terkaya nomor enam di Indonesia, Garibaldi Thohir yang di bursa efek Indonesia dikenal dengan sapaan akrab Boy Thohir. 

 Kasus Harga Masker PT Kimia Farma

Penulis yakin bahwa sebagian besar netizen melihat tayangan Tv Menteri BUMN, Erick Thohir, mantan pemilik klub sepak bola Eroa, yang menyatakan bahwa harga masker PT Kimia Farma adalah Rp2.000/piece. 

Namun, Kompasianer Hendra Wardhana menyatakan ia membayar masker KF itu seharga Rp5.000/piece dan bukan Rp2.000/piece, atau, 150 persen lebih mahal dari harga yang diucapkan oleh Bang Erick itu.

Selain itu, Kang Hendra juga mendapatkan informasi A1, atau, sangat valid, bahwa ada dua apotek KF di Ponorogo, Jawa Timur yang masing-masing menjual masker seharga Rp10.000/piece dan seharga Rp8.500/piece. Dengan demikian, masing harga tersebut hingga 400 persen lebih mahal dari apa yang dijanjikan oleh Menteri BUMN Erick Thohir.

Lebih jauh, Kompasianer kita ini yang dengan rating Penjelajah sudah berusaha menghubungi Call Center KF tetapi hanya mendengar sapaan jingle Kimia Farma hebat. Kemudian, dicoba dalam kesempatan berikutnya dan sekarang dilakukan dalam jam kerja tetapi kecewa lagi, kembali hanya mendengarkan jingle KF pelayanan masyarakat. 

Ditulis juga oleh Kang Hendra dalam artikel ini dengan judul Parah! Diam-diam BUMN Kimia Farma Jual Masker dengan Harga Sangat Mahal, bahwa sebelumnya rekan kita ini sudah beralih ke media sosial Kimiafarmacare melalui pesan inbox terkait soal harga masker di Kimia Farma tersebut. Namun, juga mengalami kekecewaan yang serupa.

Kasus PGN

Kasus ini diangkat oleh Kompasianer Almizan53, penulis sendiri, terkait dengan gas perumahan PGN yang belum dapat diakses hingga saat ini. Pembangunan jaringan pipa PGN untuk lokasi perumahan Bojong Depok Baru (BDB), Bojong Gede, Bogor telah selesai sekitar akhir tahun 2018. 

Sebagian rumah di BDB ini sudah mendapat akses gas PGN, gas sudah dapat digunakan, sekitar Mei 2019 dan sebagian lagi, termasuk rumah penulis, belum memiliki akses ke pipa PGN tersebut hingga saat ini, walaupun pipa sudah terpasang hingga ke dapur sejak awal tahun 2019.

Penulis sudah menghubungi Call Center PGN di 1500.645 sekitar pertengahan Februari, atau, sebulan yang lalu. Pada kesempatan itu CS Call Center PGN tersebut berjanji akan memproses keluhan penulis yang mencakup meneruskan keluhan ini ke TIM PGN Bogor. Seminggu kemudian oleh karena belum ada kabar lagi dari PGN, penulis telpon kembali Call Center tersebut dan sangat mengecewakan mendapat jawaban yang bukan jawaban.

Begini apa yang dikatakan oleh CS Call Center itu bahwa akses gas masih menunggu jadwal dari kontraktor dan kapan jadwal itu dia tidak tahu. Mungkin satu bulan lagi, dua bulan lagi, atau, bisa juga satu tahun lagi, lanjutnya. Ketika penulis tanyakan kenapa harus menunggu jadwal dari kontraktor dan kenapa jadwal itu tidak diketahui kapan akan diterbitkan, CS Call Center itu sekali lagi dan sekali lagi menyatakan tunggu saja. 

Kasus ini harus diselesaikan cepat atau lambat dan seminggu kemudian penulis datang langsung ke PGN Bogor, yang berlokasi di Ciwaringin, Kecamatan Bogor Tengah, Kota Bogor, Jawa Barat. Disini penulis bertemu CS PGN Bogor, Pak Aji Rochim. Sama seperti jawaban Call Center PGN,   Kang Aji juga menyatakan tunggu saja dan dia tidak pernah mendengar kapan lokasi kami dapat menggunakan pipa gas tersebut. Bisa setahun, dua tahun lagi, muhun Kang tunggu saja.  

Lebih membuat penulis frustasi dan tensi darah sedikit naik, Kang Aji ini menyarankan agar penulis mengisi formulir pemasangan pipa yang baru sebab menurutnya bisa saja formulir saya itu tercecer.  Dengan senyum kecut saran ini penulis tolak karena pipa gas itu sudah terpasang hingga ke dapur rumah hanya belum dapat diakses karena beberapa peralatan belum dipasang, buat apa mengajukan permohonan pemasangan pipa kembali.

Kasus ini telah tayang pada Kompasiana dengan judul Stigma BUMN Melekat pada PGN pada 9 Maret dan terakhir diperbarui pada tanggal 10 Maret. Artikel ini juga penulis share di Facebbok dan Inlinked.

Hingga saat ini penulis belum mendengar apa-apa baik dari PGN apalagi dari Kementerian BUMN. Terbersit ide untuk menyampaikan keluhan tertulis ke manajemen PGN dan/atau Kementerian BUMN dan/atau YLKI, Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia.

liveChat

Kasus akses gas PGN dan kasus terlalu mahalnya harga masker PT Kimia Farma tersebut diatas sebetulnya sangat efisien untuk ditindaklanjuti jika instansi-instansi terkait utamanya PGN, Kimia Farma, YLKI, dan Kementerian BUMN memiliki fasilitas layanan konsumen berbasis teknologi LiveChat. Konsumen seperti Bang Hendra dan penulis bisa langsung menyampaikan masing-masing keluhan kami dan waktu itu juga mendapatkan gambaran yang lebih jelas tentang keluhan kami.

Sayang, fasilitas LiveChat ini belum tersedia di semua instansi tersebut diatas.

Email dalam Jaringan

Email dalam jaringan maksudnya pelanggan bisa langsung mengisi formulir keluhan ketika sedang mengakses suatu situs. Keluhan langsung terkirim saat itu dengan tidak perlu ke lini masa pelanggan masing-masing. Kemudian, pelanggan dapat memantau tindak lanjut dari keluhannya tersebut dari inbox email pribadi.

Namun, sama seperti fasilitas LiveChat, fasilitas email dalam jaringan ini belum tersedia di semua instansi diatas.

Alternatif Lain

Penulis akan berusaha mencari alternatif lain untuk menyelesaikan kasus akses gas PGN. Ini akan penulis lakukan dengan mengirim surat ke Direksi PGN dengan tembusan ke Kementerian BUMN dan YLKI. A long way to go namun progress report nya akan penulis share dengan rekan Kompasianer dalam wujud biasa yaitu tayang tulisan di Kompasiana.

Ayo Terus Bersuara.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun