Mohon tunggu...
Kang Mizan
Kang Mizan Mohon Tunggu... Penulis - Pensiunan Peneliti Utama Kementerian Keuangan R.I. email: kangmizan53@gmail.com

Pensiunan Peneliti Utama Kementerian Keuangan R.I.

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan Pilihan

Omnibus Law Cipta Kerja Sekedar Pencitraan?

21 Februari 2020   20:19 Diperbarui: 22 Februari 2020   11:46 142
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Aspirasi Asosiasi Buruh

Kontroversi Rancangan Omnibus Law Cipta Kerja terus berlanjut. Banyak kelompok asosiasi buruh menyatakan bahwa RUU ini terlalu berpihak pada pengusaha. Disini mereka menyebut ada sekitar sembilan isu perburuhan yang berpotensi akan sangat merugikan kaum buruh. Itu mulai dari penghapusan UMK hingga penghapusan berbagai jenis job security dan social security. 

 Misalnya, penolakan Kongres Aliansi Serikat Buruh Indonesia (KASBI) mencakup inisiatif RUU Ominibus Law ini untuk menghapus cuti khusus atau izin tak masuk saat haid hari pertama bagi perempuan.

Selanjutnya KASBI menilai RUU Cipta Kerja atau Draf Omnibus Law membuat nasib pekerja alih daya atau out sourcing semakin tidak jelas. Disini dikatakan bahwa Draf UU ini menghapus pasal 64 dan 65 UU Ketenagakerjaan yang sebelumnya mengatur tentang pekerja out sourcing. Nining menyatakan:

Pandangan Pemerintah

Di sisi lain pihak pemerintah menyatakan hal yang sebaliknya. Menurut mereka ada agenda sangat besar dalam Rancangan Omnibus Law Cipta Kerja itu yaitu membuat masyarakat banyak bisa memperoleh pekerjaan. Dengan kata lain, menurut mereka, RUU itu akan berpotensi menciptakan perluasan kesempatan kerja. 

UU itu menurut Menteri Koordinator Perekonomian, Airlangga Hartarto, akan mendorong pengusaha berani membuat pabrik-pabrik baru dan melindungi  investasi yang sudah ada dalam perspektif menjaga agar perusahaan-perusahaan yang sudah berbisnis di Indonesia tetap bertahan dan tidak hengkang ke luar negeri.

Masih menurut Hartarto, Omnibus Law Cipta Kerja itu akan membuka peluang investasi besar-besaran dengan mendorong agar produk mereka memiliki daya saing untuk dijual sebagai pengganti impor, atau bahkan masuk pasar ekspor. 

Berdasarkan butir-butir pertimbangan tersebut Menteri Hartarto mengatakan hambatan investasi mesti dibabat habis. Itu menurutnya mulai dari isu perpajakan, proses perizinan, birokrasi biaya tinggi, kesulitan dalam pembebasan lahan, hingga isu perburuhan. Isu perburuhan itu kelihatannya termasuk penghapusan Upah Minimum Kabupaten/Kota (UMK).

Rekomendasi Bank Dunia

Coba kita lihat apa kata Bank Dunia. Saran Bank Dunia ini disampaikan pada antara lain dalam artikel yang berjudul Global Economic Risks and Implications for Indonesia. Disini disarankan agar Indonesia mengadopsi tiga prinsip untuk perluasan investasi dan kesempatan kerja yang dituangkan dalam suatu Kebijakan Super Tegas dengan semangat Three K, yaitu, Kredibilitas, Kepastian, dan Kepatuhan. 

Kredibilitas

Kredibilitas bahwa Indonesia memang bersungguh-sungguh terbuka untuk dunia usaha. Dunia usaha dapat diyakini bahwa Rezim Jokowi utamanya Menteri Koordinator Perekonomian Hartarto sepenuhnya terbuka untuk investasi dan kegiatan berusaha.

Untuk itu, Bank Dunia merekomendasikan tiga hal pokok yang perlu dikerjakan oleh Hartarto (pemerintah).

Pertama. Terapkan kebijakan konkrit dalam mata rantai produksi dan pemasaran, yang mencakup:

*Penghapusan Surat Rekomendasi Impor untuk bahan baku dan penolong industri 

*Penghapusan Inspeksi Pra-Pengapalan (Pre-Shipment Inspections)

*Hapuskan Kewajiban untuk menggunakan label Standar Nasional Indonesia (SNI). Bebaskan para pengusaha untuk menerbitkan standar kualitas dan spesifikasi produk mereka masing-masing kecuali untuk bidang kesehatan dan keamanan.

*Bebaskan bea masuk untuk bahan baku dan penolong pokok yang digunakan oleh pabrik-pabrik dan industri.

Kedua. Jemput bola para investor. Maksudnya jangan mengundang saja tetapi sambutlah mereka dengan hangat. Ini mencakup perlunya kebijakan untuk memperlonggar Daftar Negatif Investasi untuk beberapa sektor kunci atau sektor strategis.

Ketiga. Izinkan para investor untuk memperkerjakan TKA sesuai dengan kebutuhan perusahaan. Ini tentunya terbatas pada tenaga kerja ahli saja atau highly skilled profesionals.

Kepastian

Kepastian bahwa pemerintah dapat menjamin konsistensi peraturan perundang-undangan. Ini mencakup penutupan ruang gerak menteri negara untuk merongrong dan/atau memanfaatkan celah-celah UU untuk kepentingan pihak-pihak tertentu. 

Selain itu perlu juga untuk menghapus berbagai kebijakan menteri negara yang tidak konsisten, kontradiksi, dan aji mumpung atas UU yang terkait. Ini utamanya terkait dengan kewajiban registrasi dan perizinan usaha.

Selain itu, rezim Jokowi perlu juga menciptakan instrumen untuk menghentikan Perda yang menyalahi regulasi-regulasi pemerintah pusat. 

Kepatuhan

Visi dan misi Presiden Jokowi perlu benar-benar dipatuhi oleh mulai seluruh menteri kabinet hingga kepala daerah. Dengan kata lain, kebijakan Presiden Jokowi wajib dipatuhui oleh mereka semua itu.

Disini Bank Dunia mengatakan bahwa berbagai program pemerintah terdahulu untuk meningkatkan kesempatan kerja dan investasi tidak mengandung unsur kredibilitas dan kepastian karena tidak dijalan dengan sepenuh hati dan kurangnya kepatuhan.

Sintesa

Beberapa sintesa dari aspirasi asosiasi buruh, pandangan pemerintah, dan rekomendasi Bank Dunia, September 2019 tersebut adalah sebagai berikut. Pertama, Bank Dunia tidak menyinggung isu perburuhan. Ini mencakup tidak disinggungnya isu upah minimum apalagi rekomendasi untuk menghapuskan UMK.

Kedua, sebagian besar, jika tidak seluruhnya, rekomendasi-rekomendasi Bank Dunia tersebut dapat dilaksanakan tanpa perlu membuat UU baru apalagi menerbitkan UU Omnibus Cipta Kerja termaksud. Rekomendasi-rekomendasi tersebut sebetulnya dapat diselesaikan dalam 100 Hari Kerja Kabinet Indonesia Maju. Selain itu, terkesan hiruk pikuk Omnibus Law ini lebih mengandung unsur political appeals atau pencitraan saja.

Lihat juga: 70 Persen Kompasianer Kecewa dengan 100 Hari Jokowi-Maruf

Kesimpulan

Penulis tidak begitu yakin Omnibus Law Cipta Kerja ini akan berhasil meningkatkan investasi dan kesempatan bekerja di Indonesia.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun