Kepastian bahwa pemerintah dapat menjamin konsistensi peraturan perundang-undangan. Ini mencakup penutupan ruang gerak menteri negara untuk merongrong dan/atau memanfaatkan celah-celah UU untuk kepentingan pihak-pihak tertentu.Â
Selain itu perlu juga untuk menghapus berbagai kebijakan menteri negara yang tidak konsisten, kontradiksi, dan aji mumpung atas UU yang terkait. Ini utamanya terkait dengan kewajiban registrasi dan perizinan usaha.
Selain itu, rezim Jokowi perlu juga menciptakan instrumen untuk menghentikan Perda yang menyalahi regulasi-regulasi pemerintah pusat.Â
Kepatuhan
Visi dan misi Presiden Jokowi perlu benar-benar dipatuhi oleh mulai seluruh menteri kabinet hingga kepala daerah. Dengan kata lain, kebijakan Presiden Jokowi wajib dipatuhui oleh mereka semua itu.
Disini Bank Dunia mengatakan bahwa berbagai program pemerintah terdahulu untuk meningkatkan kesempatan kerja dan investasi tidak mengandung unsur kredibilitas dan kepastian karena tidak dijalan dengan sepenuh hati dan kurangnya kepatuhan.
Sintesa
Beberapa sintesa dari aspirasi asosiasi buruh, pandangan pemerintah, dan rekomendasi Bank Dunia, September 2019 tersebut adalah sebagai berikut. Pertama, Bank Dunia tidak menyinggung isu perburuhan. Ini mencakup tidak disinggungnya isu upah minimum apalagi rekomendasi untuk menghapuskan UMK.
Kedua, sebagian besar, jika tidak seluruhnya, rekomendasi-rekomendasi Bank Dunia tersebut dapat dilaksanakan tanpa perlu membuat UU baru apalagi menerbitkan UU Omnibus Cipta Kerja termaksud. Rekomendasi-rekomendasi tersebut sebetulnya dapat diselesaikan dalam 100 Hari Kerja Kabinet Indonesia Maju. Selain itu, terkesan hiruk pikuk Omnibus Law ini lebih mengandung unsur political appeals atau pencitraan saja.
Lihat juga: 70 Persen Kompasianer Kecewa dengan 100 Hari Jokowi-Maruf
Kesimpulan
Penulis tidak begitu yakin Omnibus Law Cipta Kerja ini akan berhasil meningkatkan investasi dan kesempatan bekerja di Indonesia.