Sekilas, mereka yang yang antri itu tidak begitu miskin apalagi sengsara. Ini terlihat dari pakaian dan banyak senyum lebar yang terlihat. Penulis yakin mereka itu lebih sejahtera dari Bang Roni dan Bang Dani.Â
Mungkin lebih banyak lagi yang yang sama atau senasib dengan Bang Roni dan Bang Dani itu tetapi lebih beruntung karena sudah menerima Raskin sejak lama dan sekarang terdaftar sebagai penerima manfaat PKH.
Namun, tidak tertutup kemungkinan banyak juga yang sebetulnya sudah sejahtera tetapi sejak dulu menerima Raskin dan sekarang berlanjut terdaftar sebagai penerima Bansos PKH.
Mereka ini misalnya tinggal di rumah sendiri yang layak huni, peralatan rumah tangga yang canggih, pakaian bagus dan baru, serta punya sepeda motor dan bahkan dapat saja ada yang punya kontrakan dan mobil pribadi. Di bawah ini ada rumah ngejreng berlantai dua, tetapi ditempeli stiker keluarga miskin.
Sedangkan kasus yang punya mobil dan rumah kontrakan, atau, rumah berlantai dua di Klaten tersebut, termasuk dalam kelompok inclusion error. Orang yang tidak berhak tetapi lolos terdaftar sebagai penerima manfaat program bantuan sosial. Contoh rumah bagus dan punya mobil seperti tersaji di bawah ini.Â
Keberhasilan pemasangan stiker keluarga miskin untuk pengendalian inclusion error misalnya dapat dilihat pada kasus desa Sekapuk, Kecamatan Ujungpangkah, Gresik, Jawa Timur.
Di desa ini terdapat 21 Kepala Keluarga (KK) yang mengembalikan kartu PKH karena sudah mampu dan tidak bersedia rumah mereka masing-masing ditempeli stiker Keluarga Miskin.
Sementara di Sumatera Selatan sekitar 600 KK yang mengembalikan kartu PKHÂ karena tidak bersedia ditempeli stiker termaksud.
Lebih banyak lagi yang di Klaten, Jawa Tengah. Disini lebih dari 5.000 rumah tidak bersedia ditempelin stiker itu dan menyatakan sudah mampu atau graduation, atau, naik kelas.