Mohon tunggu...
Kang Mizan
Kang Mizan Mohon Tunggu... Penulis - Pensiunan Peneliti Utama Kementerian Keuangan R.I. email: kangmizan53@gmail.com

Pensiunan Peneliti Utama Kementerian Keuangan R.I.

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan Pilihan

Copot dan Pangkas Gaji Komisioner OJK

18 Januari 2020   18:26 Diperbarui: 29 Januari 2020   06:39 481
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
beberapa sumber, diolah | Kiri ke kanan: Said Didu, Rizal Ramli, dan Irvan Rahardjo

Otoritas Jasa Keuangan (OJK) menjadi sorotan publik sebagai buntut dari kemelut Jiwasraya, ASABRI, dan Bumiputera 1912. Sufmi Dasco Ahmad (Gerindra) yang juga Ketua Komisi XI DPR menjadi salah satu pelopor untuk mengevaluasi OJK. Hari ini, 23 Januari 2020, Komisi XI menggelar rapat tertutup membahas institusi OJK. Hal senada juga disampaikan oleh pengamat asuransi Irvan Rahardjo. Menurut Mas Ivan OJK gagal melakukan pengawasan terhadap industri asuransi Indonesia dan selain itu OJK tidak meberikan kontribusi pada pertumbuhan industri asuransi di Indonesia secara umum.  Untuk itu, Mas Irvan sangat setuju jika OJK dibubarkan. Hal serupa pernah disuarakan oleh Revki Maraktifa sekitar satu tahun yang lalu. Ia menginisiasi bubarkan OJK via petisi change.org. Desakan untuk membubarkan OJK juga sebetulnya mulai muncul di tahun 2014.

Pendapat yang lebih lunak disampaikan oleh ekonom Indef, Aviliani. Menurutnya yang perlu dikerjakan sekarang adalah mempebaiki sistem dan pola pengawasan OJK. Pendapat Bu Aviliani ini kurang lebih sama dengan semangat makalah ini.

Kemarin 28 Januari 2020, OJK menyatakan bahwa pihak yang paling bertanggungjawab atas sangkarut Jiwasraya adalah Kementerian BUMN, Kementerian Keuangan, dan CEO Jiwasraya sendiri. Lebih lanjut dikatakannya bahwa OJK hanya pengawas dalam ring 3. Pertnyaannya sekarang untuk apa saja regulasi-regulasi yang dibuat oleh OJK jika regulasi itu tidak pernah diterapkan. 

Kita semuanya sudah mendengar akan kemelut Jiwasraya dan potensi ambruknya ASABRI. Masing-masing kasus tersebut diperkirakan mengandung unsur penipuan, korupsi dan/atau kelalaian. Beberapa orang sudah diperiksa dan masuk tahanan Kejaksaan Agung untuk kasus Jiwasraya. Estimasi kekurangan RBC Jiwasraya mencapai 32 triliun Rupiah dan 12 triliun rupiah untuk ASABRI.

Presiden Jokwoi memerintahkan Menteri Keuangan Sri Muljani Indrawati dan Menteri BUMN Erick Thohir untuk menyelesaikan kedua kasus yang sangat menghebohkan ini.

Kedua menteri KIP ini ditugaskan untuk menangani unsur bisnis dan korporasi kedua perusahaan asuransi plat merah itu. Sedangkan dugaan kasus penipuan, korupsi, serta hukum secara lebih umum diserahkan ke pihak Kejaksaan Agung. 

Ironisnya, Jokowi gagal paham dan/atau lalai pada satu hal besar yang lain. Beliau belum bersuara tentang satu instansi pemerintah lain yang perlu juga bertanggungjawab yaitu Otoritas Jasa Keuangan (OJK).

Jokowi tidak bereaksi atas berbagai analisis dan fakta yang disampaikan oleh beberapa ekonom dan/atau praktisi yang menyatakan bahwa OJK tidak menjalankan fungsinya secara baik.  

OkeFinance, misalnya, tayang hasil analisis Pengamat Asuransi, Irvan Rahardjo. Disini Mas Irvan mengatakan bahwa dalam kasus Jiwasraya OJK terlihat lebih pasif dibandingkan institusi lainnya.

Selain itu ada unsur konflik kepentingan dan rent seeking di tubuh OJK. Kutipan pendapat Irvan yang tayang di OkeFInance itu adalah:

"Sarat kepentingan dan benturan kepentingan antara melindungi pelaku industri dengan melindungi nasabah. OJK ikut main ( rent seeking - kasus Bumiputera), karena OJK memungut iuran dari pelaku industri..... OJK lemah dalam pengawasan. Tidak menegakkan aturan yang dibuat sendiri. Saya pernah sebut OJK highly regulated tapi very less supervisory. Dan itu diamini oleh Ketua Dewan Komisioner Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Wimboh Santoso dengan kata-kata regulatory supervisory gap." 

Regulatory supervisory gap itu maksudnya OJK banyak sekali atau bahkan terlalu banyak menerbitkan regulasi tetapi regulasi itu tidak dilaksanakan. Dengan kata lain, regulasi-regulasi itu dicuekin saja oleh perusahaan-perusahaan asuransi dan OJK tidak melakukan apa-apa karena OJK perlu menarik iuran dari perusahaan-perusahaan termaksud. Selain itu, menurut Mas Irvan ada bahkan mungkin banyak perilaku moral hazard di tubuh OJK.

Moral hazard sendiri adalah tindakan sepihak dari suatu agen ekonomi termasuk OJK yang tidak dapat dipantau oleh pihak-pihak pemberi mandat atau amanah atau tugas. Ini dapat mencakup kegiatan korupsi, gratifikasi, sogok, dan lain sebagainya.

Irvan Rahardjo akhir-akhir sering muncul di Kompas Tv. Barusan Mas Irvan juga menjelaskan kembali tentang instansi pengawas industri asuransi OJK yang tidak menjalankan tugas pengawasannya. Beberapa waktu yang lalu, penulis juga kebetulan menyaksikan acara Talkshow Kompas Tv terkait isu OJK ini. Mas Ivan sendiri hadir di studio Kompas TV dalam sesi ini dan pihak OJK yang diwakili oleh staf perempuannya berbicara melalui sambungan telepon atau Google hangout mode.

Mas Irvan beberapa kali menyatakan kegagalan OJK melakukan tindakan untuk mendisplinkan dan/atau menghentikan produk JS Saving Plan Jiwasraya. Hal ini tidak dibantah secara tegas dan/atau jawaban pihak OJK yang melantur kemana-mana.

Suara yang lebih keras keluar dari Si Raja Kapret Rizal Ramli. Bang Rizal bahkan mendesak Jokowi untuk mencopot manajemen OJK (komisioner dan jajaran birokrasi dibawahnya).  

Rizal juga menyinggung gaji komisioner dan staf OJK yang sangat berlimpah. Menurutnya gaji mereka yang terlalu berlimpah itu tidak sepadan dengan kapasitas dan kinerja para birokrat dan pegawai OJK yang kurang berpengalaman dalam melakukan surveillance (pengawasan) dan tindakan-tindakan lain yang seharusnya dilakukan oleh OJK.

 Cercaan keras yang dialamatkan ke OJK disampaikan oleh pengamat BUMN papan atas, Said Didu. Menurutnya gaji dan fasilitas Komisioner dan pegawai OJK sangat besar. Itu sekitar 5 lipat dari Gaji dan fasilitas Presiden Jokowi tetapi pekerjaan yang dihasilkan sangat memalukan. 

Menurut Mantan Pejabat Teras Kementerian BUMN ini tiap bulan, semua perusahaan asuransi  melaporkan keuangannya ke OJK. Selain itu laporan Triwulanan juga disampaikan oleh semua perusahaan asuransi termasuk Jiwasraya dan ASABRI. Tapi, laporan-laporan itu masuk laci saja dan adalah sangat sia-sia OJK digaji besar sekali seperti disebutkan diatas.

Penulis sangat sepakat dengan tuntutan Rizal Ramli agar Presiden Jokowi mencopot Komisioner OJK yang terkait dan pejabat-pejabat OJK lainnya yang terkait dengan tugas pengawasan ke industri lembaga keuangan bukan bank (LKBB), sekarang disebut dengan nama, Industri Keuangan Non-Bank (IKBN), utamanya industri asuransi.

Penulis juga sepakat dengan mereka itu untuk menurunkan gaji dan berbagai tunjangan, bonus dan fasilitas yang diterima oleh pegawai OJK. 

Lebih jauh lagi, tindakan pemotongan gaji itu perlu juga diterapkan untuk  seluruh komisioner dan seluruh pegawai OJK yang lain. Bukan saja hukuman pemotongan gaji tersebut perlu juga diterapkan untuk bagian komisioner dan pegawai OJK yang membawahi LKBB (IKBN) tetapi perlu juga diterapkan untuk yang membawahi lembaga keuangan perbankan (LKB/IKB) yang juga menerima segala kemewahan dari negara dan/atau dari perusahaan keuangan secara sangat berlebihan.

Perlu juga diingat bahwa OJK adalah bagian terpenting dari Sistem Stabilitas Sistem Keuangan (SSK) Indonesia. OJK memiliki otoritas dari sisi Mikro Prudensial sedangkan Bank Indonesia dari sisi Makro Prudensial. Almizan53, Kompasiana, Cara Santai Mengenal SSK Indonesia, menulis:

Diatas dikatakan bahwa Otoritas Macroprudential adalah Bank Indonesia. Di sisi lain,   otoritas microprudential adalah institusi pengawas lembaga keuangan bank dan nonbank. Untuk Indonesia otoritas microprudential ini adalah Otoritas Jasa Keuangan (OJK). .... The micro-prudential supervision of the OJK focuses on ensuring the soundness of individual financial institutions...

Sebagai bagian integral dari SSK Indonesia, OJK diberikan mandat untuk menindak IKNB (industri Keuangan Non-Bank) yang beroperasi menyalahi aturan yang berlaku. Lihat itu tiga tugas pokok OJK yang lalai dilaksanakan. 

  • Melaksanakan protokol manajemen krisis IKNB;
  • Melakukan penegakan peraturan di bidang IKNB; 
  • Melakukan pembinaan dan pengawasan terhadap pihak yang memperoleh izin usaha, persetujuan, pendaftaran dari OJK dan pihak lain yang bergerak di IKNB

Coba kita lihat sejenak tugas pokok OJK yang tertuang dalam butir tiga diatas. Tugas itu memerintahkan OJK untuk melakukan pembinaan dan pengawasan pada IKNB termasuk tentunya pada industri asuransi. Misirnya, OJK tidak mempublikasikan bagaimana persisnya melakukan tugas ini. Misalnya, kita tidak tahu apa yang dilakukannya atas laporan bulanan dan triwulanan yang disampaikan oleh perusahaan asuransi. Kita tidak memiliki informasi apakah laporan-laporan itu dimasukan saja ke laci atau yang paling minimal dimasukan dalam bank data asuransi. 

Walaupun demikian, penulis yakin OJK tidak melakukan analisis atas kebenaran laporan-laporan itu. Penulis juga yakin OJK tidak melakukan pendalaman atas laporan-laporan tersebut misalnya terkait dengan sampai seberapa jauh perusahaan-perusahaan asuransi itu sudah bekerja sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku. 

Dengan demikian, mustahil OJK melakukan pengecekan silang atas laporan-laporan termaksud. Mustahil, misalnya, OJK melakukan pengecekan silang ke Bursa Efek Indonesia (BEI), ke perusahaan-perusahaan go publik terkait, dan ke Bank Indonesia. 

Beberapa hari yang lalu Presiden Jokowi menyuarakan dukungannya atas inisiatif OJK untuk melakukan reformasi di sektor jasa keuangan non-bank. Ini jelas menarik. Ironisnya, Jokowi gagal paham bahwa yang lebih mendesak untuk dibongkar adalah tubuh OJK sendiri.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun