Mohon tunggu...
Kang Mizan
Kang Mizan Mohon Tunggu... Penulis - Pensiunan Peneliti Utama Kementerian Keuangan R.I. email: kangmizan53@gmail.com

Pensiunan Peneliti Utama Kementerian Keuangan R.I.

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan

Tembak Ditempat atau Bagi-bagi Kapal Pencuri Ikan Sitaan

18 Desember 2019   09:45 Diperbarui: 18 Desember 2019   20:51 74
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber gambar: Susy, OkeZone Ekonomi, Edhy, BeritaSatu.Com

Tembak Ditempat kapal pencuri ikan. Tadinya itu yang diharapkan netizen dari Menteri Kelautan Edhy Prabowo.  Kang Edhy yang macho ini tadinya diharapkan dapat langsung shoot at sight dan melampaui prestasi Mbak Susi yang "hanya" berhasil menenggelamkan 558 kapal pencuri ikan sitaan selama 2014 - 2019.

Ternyata.... hadeuh letoy.... kapal sitaan itu akan dibagi-bagi secara gratis ke kelompok-kelompok nelayan kaum ibu. Ibu-ibu apa melaut nich boz?

Flash back sekejap. Coba kita lihat kebijakan populi bagi-bagi kapal nelayan di Kabinet SBY Jilid 2. Disini digulirkan kebijakan 1.000 kapal nelayan dalam periode 2009 - 2014 yang menelan uang negara sekitar Rp1.50 triliun. 

Permasalahan yang paling mendasar adalah siapa yang diberikan kapal gratis itu. Buruh kapal nelayan? Pemilik kapal nelayan? Koperasi nelayan?

Barusan ada WA dari konco lawas pensiunan Kementerian KKP. Menurutnya jika kapal-kapal itu tidak ditenggelamkan maka kapal-kapal itu akan kembali ke tangan pemilik asal.

Permasalahan yang berikutnya adalah dimana saja distribusi kapal-kapal itu akan dilaksanakan? Pesisir Indonesia Barat, Tengah, atau Timur? Atau, seluruh 34 provinsi Indonesia akan mendapatkan jatah baik secara rata atau secara proporsional? Kabupaten atau kecamatan serta desa mana yang akan dipilih?

Penulis sejauh ini tidak menemukan dokumen otentik terkait permasalahan yang paling mendasar itu.

lebih jauh, menurut mantan Menteri Kelautan Rokhmin Dahuri banyak kapal-kapal hibah Kementerian KKP disalurkan secara serampangan ke kantong-kantong nelayan yang sudah jenuh. Misalnya, disalurkan ke kampung nelayan Jakarta Utara, Lampung, Bengkulu, dan lain sebagainya yang sebetulnya sudah kelebihan kapal nelayan.

Selain itu, laporan hasil audit Badan Pemeriksa Keuangan  mencatat dana alokasi khusus untuk penyediaan 1.000 kapal nelayan selain belum tersalur secara optimal juga standar spesifikasi bobot kapal tidak sesuai dengan kebutuhan nelayan. Juga, banyak ditemukan kasus  mesin cepat rusak dan jala kurang lebar. 

Lebih nelongso lagi, alih-alih membantu, program 1.000 kapal Menteri Sharif Cipto ini bahkan sebaliknya menyengsarakan nelayan. Misalnya, di daerah Jawa Tengah dan Jawa Timur, nelayan sulit menggunakan nya karena tak sesuai dengan kondisi medan yang antara lain disebabkan biaya operasional mahal yaitu sekali melaut butuh Rp 25 juta-Rp 30 juta. Selain itu, kapal-kapal bantuan itu juga tidak layak karena kapasitasnya tak sesuai kebutuhan nelayan tradisional. 

Dengan demikian kapal-kapal tersebut dibiarkan saja terombang-ambing tempat bersarang biawak dan burung-burung camar dipinggir pantai. Di Kendal, misalnya, ada tujuh kapal bantuan Kementerian KKP itu dan semuanya ditambat di dermaga begitu saja. Sekarang, jelas tidak jelas lagi kemana tujuh kapal itu.

Terkini Menteri Edhy punya inisiatif untuk menghibahkan kapal-kapal pencuri ikan sitaan itu ke kelompok-kelompok nelayan kaum hawa. Ini apa diberikan begitu saja dan kaum hawa itu diberikan kebebasan. Bebas untuk diberikan kepada kaum adam atau bahkan diberikan kebebasan untuk menjualnya?

Kemungkinan politisi Gerindra ini akan mejawab dengan garang bahwa itu jelas wajib digunakan untuk melaut dan menangkap ikan. Adakah sangsi hukum jika ini tidak dilakukan?

Selanjutnya, kembali ke pertanyaan mendasar diatas siapa penerima hibah kapal pencuri ikan sitaan ini? Apakah ini tidak akan menjurus ke kepentingan politik baik Pilkada maupun maupun Pemilu?

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun