Tembak Ditempat kapal pencuri ikan. Tadinya itu yang diharapkan netizen dari Menteri Kelautan Edhy Prabowo. Â Kang Edhy yang macho ini tadinya diharapkan dapat langsung shoot at sight dan melampaui prestasi Mbak Susi yang "hanya" berhasil menenggelamkan 558 kapal pencuri ikan sitaan selama 2014 - 2019.
Ternyata.... hadeuh letoy.... kapal sitaan itu akan dibagi-bagi secara gratis ke kelompok-kelompok nelayan kaum ibu. Ibu-ibu apa melaut nich boz?
Flash back sekejap. Coba kita lihat kebijakan populi bagi-bagi kapal nelayan di Kabinet SBY Jilid 2. Disini digulirkan kebijakan 1.000 kapal nelayan dalam periode 2009 - 2014 yang menelan uang negara sekitar Rp1.50 triliun.Â
Permasalahan yang paling mendasar adalah siapa yang diberikan kapal gratis itu. Buruh kapal nelayan? Pemilik kapal nelayan? Koperasi nelayan?
Barusan ada WA dari konco lawas pensiunan Kementerian KKP. Menurutnya jika kapal-kapal itu tidak ditenggelamkan maka kapal-kapal itu akan kembali ke tangan pemilik asal.
Permasalahan yang berikutnya adalah dimana saja distribusi kapal-kapal itu akan dilaksanakan? Pesisir Indonesia Barat, Tengah, atau Timur? Atau, seluruh 34 provinsi Indonesia akan mendapatkan jatah baik secara rata atau secara proporsional? Kabupaten atau kecamatan serta desa mana yang akan dipilih?
Penulis sejauh ini tidak menemukan dokumen otentik terkait permasalahan yang paling mendasar itu.
lebih jauh, menurut mantan Menteri Kelautan Rokhmin Dahuri banyak kapal-kapal hibah Kementerian KKP disalurkan secara serampangan ke kantong-kantong nelayan yang sudah jenuh. Misalnya, disalurkan ke kampung nelayan Jakarta Utara, Lampung, Bengkulu, dan lain sebagainya yang sebetulnya sudah kelebihan kapal nelayan.
Selain itu, laporan hasil audit Badan Pemeriksa Keuangan  mencatat dana alokasi khusus untuk penyediaan 1.000 kapal nelayan selain belum tersalur secara optimal juga standar spesifikasi bobot kapal tidak sesuai dengan kebutuhan nelayan. Juga, banyak ditemukan kasus  mesin cepat rusak dan jala kurang lebar.Â
Lebih nelongso lagi, alih-alih membantu, program 1.000 kapal Menteri Sharif Cipto ini bahkan sebaliknya menyengsarakan nelayan. Misalnya, di daerah Jawa Tengah dan Jawa Timur, nelayan sulit menggunakan nya karena tak sesuai dengan kondisi medan yang antara lain disebabkan biaya operasional mahal yaitu sekali melaut butuh Rp 25 juta-Rp 30 juta. Selain itu, kapal-kapal bantuan itu juga tidak layak karena kapasitasnya tak sesuai kebutuhan nelayan tradisional.Â
Dengan demikian kapal-kapal tersebut dibiarkan saja terombang-ambing tempat bersarang biawak dan burung-burung camar dipinggir pantai. Di Kendal, misalnya, ada tujuh kapal bantuan Kementerian KKP itu dan semuanya ditambat di dermaga begitu saja. Sekarang, jelas tidak jelas lagi kemana tujuh kapal itu.