Kontroversi rencana pemindahan ibukota terus bergulir. Hembusan angin kontroversi bertambah kencang Pasca Pidato Kenegaraan Presiden Jokowi tanggal 16 Agustus yang lalu.Â
Pendukung dan simpatisan Jokowi umumnya mendukung rencana pemindahan ibukota termaksud. Banyak pihak netral juga mendukung inisiatif pindah ibukota ini.
Sebaliknya, pendukung dan simpatisan Prabowo cenderung menolak. Selain itu, banyak juga yang netral termasuk Sherly Annavita Anne menolak inisiatif termaksud.
Anies Baswedan agak nyeleneh. Sosok Gubernur DKI Jakarta sekarang yang notabene pendukung dan simpatisan utama Prabowo tidak menolak inisiatif pindah ibukota tersebut. Lihat pernyataan Anies, misalnya:
"Enggak (pendapatan tidak turun). Baik kegiatan perekonomian di Jakarta, Insyaallah akan jalan terus karena yang sedang proses kan administrasi pemerintahan, tapi untuk kegiatan perekonomian tetap di Jakarta."
DetikFinance, 22 Agustus 2019, klik disini.
Anies juga menambahkan bahwa instansi negara yang terkait dengan bisnis seperti Bank Indonesia tetap di Jakarta. Ada lagi Bang Anies, OJK menurut penulis juga akan tetap di Jakarta.
Pernyataan Anies yang lebih sexy lagi adalah:
"Memang sebuah kota harus siap untuk menghadapi perubahan-perubahan zaman. Tidak bisa kita mau statis terus. Saya percaya masyarakat bisnis di Jakarta akan dengan cepat melihat kesempatan-kesempatan baru dengan ada tantangan-tantangan baru"
Kepincut penulis mendengar narasi ini. Misalkan ini tahun 2022 dan Bogor sudah bergabung dengan DKI Jakarta, penulis coblos Bang Anies Dech.
Narasi-narasi Anies tersebut dengan kata lain tidak sejalan dengan banyak narasi oposan lain seperti Emil Salim, Fadli Zon, Fahry Hamzah, dan Sherly Annavita. Mereka umumnya lebih memprioritaskan percepatan pertumbuhan ekonomi, pengentasan kemiskinan, percepatan pembangunan SDM, pengendalian kemacetan, pengendalian banjir, dan lain sebagainya dibandingkan dengan maha inisiatif untuk memindahkan ibukota negara dari Jakarta ke Kalimantan (Kalimantan Timur).
Sherly di acara ILC, misalnya menyatakan:
"Sementara di sisi lain ada pekerjaan yang lebih mendesak, seperti penganggruran, lapangan kerja, BPJS, BUMN strategis. Jangan sampai pemindahan ibu kota ini mengeyampingkan hal yang seharusnya menjadi utama."
(Himam MIladi, Kompasiana, klik disini)
Pandangan Prof Emeritus Emil Salim, yang tayang di Tempo.co, klik disini:Â
Ia (Emil Salim) menilai, lebih baik melakukan pengembangan sumber daya manusia (SDM) di Indonesia dibandingkan dengan pemindahan ibu kota. "Jadi kita harus mendahulukan  SDM di atas segala-galanya,"
Selanjutnya, Fahri Hamzah di DetikNews, menyatakan:
"Jakarta itu dibuat Bung Karno (Presiden RI pertama Sukarno) dan didesain sebagai ibu kota. Jadi sebetulnya sulit meninggalkan Jakarta sebagai ibu kota. Terlalu bersejarah legacy dari Bung Karno dan banyak sekali hal-hal yang tidak bisa ditinggalkan dari kota ini."
Ditambahkan juga oleh Fahri bahwa ibukota Indonesia Jakarta terkait dengan legacy Jakarta kota Maritim, front water city, jadi salah sekali jika dipindahkan jauh ke tengah pulau yang berarti jauh dari laut. Mmm,, Washington D.C., Canberra, Putrajaya Malaysia, dan Tokyo, jauh dari laut Bung Fahri.Â
Fadli Zon bersuara senada dengan Sherly. Suara Fadli Zon ini tayang pada CNBC.com, 16 Agustus 2019, seperti:
"Sementara itu Wakil Ketua DPR RI Fadli Zon menolak rencana Presiden Joko Widodo untuk memindahkan ibukota ke wilayah Kalimantan. Fadli menyebut rencana tersebut dinilai tidak sejalan dengan kondisi perekonomian RI saat ini."
Dengan demikian, dapatlah kita simpulkan bahwa Anies untuk kasus pemindahan ibukota ini bersebrangan dengan banyak pendukung dan simpatisan Probow0 serta beberapa pihak/pakar yang netral.
Penulis cenderung berpendapat bahwa inisiatif pemindahan ibukota adalah sejalan dan bukan sebaliknya berlawanan dengan kebijakan pembangunan ekonomi, pengentasan kemiskinan, perbaikan pelayanan kesehatan, reformasi BUMN, dan lain sebagainya tersebut.Â
Kegiatan pemindahan ibukota tersebut mendukung potensi-potesni sosial ekonomi yang lebih baik sesuai dengan pandangan Anies yang pernah membantu Jokowi sebagai Menteri Diknas.
Lebih penting lagi adalah beberapa prediksi ilmiah yang menyatakan bahwa Jakarta akan tenggelam di tahun 2040 - 2050.
Lihat misalnya: Suara.com, atau, IDN Times, dan Liputan6.com.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H