Mohon tunggu...
Kang Mizan
Kang Mizan Mohon Tunggu... Penulis - Pensiunan Peneliti Utama Kementerian Keuangan R.I. email: kangmizan53@gmail.com

Pensiunan Peneliti Utama Kementerian Keuangan R.I.

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan Pilihan

Menagih Janji Menkeu SMI

21 Agustus 2019   21:41 Diperbarui: 21 Agustus 2019   22:05 127
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Tokoh Pengendali Efisiensi Uang Negara. Dokpri

Siapa yang tidak kenal Sri Muljani Indrawati? Sosok alumni UI yang pernah menjabat sebagai Managing Director IMF ini dikenal memiliki idealisme dan integritas tinggi. Beliau juga dikagumi dan disegani oleh berbagai kalangan baik yang pro paham ekonomi kerakyatan maupun oleh kelompok pengikut neolib. 

Tentu saja Beliau sangat dihormati dalam lingkungan Kementerian Keuangan sejak Era Presiden SBY dulu. Beliau termasuk sosok  yang sangat memperhatikan kesejahteraan seluruh pegawai. Beliau penulis kenal semasa masih menjabat Direktur LPEM UI yang ketika itu banyak bekerja sama dengan para Peneliti Kementerian Keuangan R.I. termasuk penulis yang sekarang sudah purna bakti di penghujung tahun 2018.

Penulis belum dapat mengingat apa Beliau pernah mengecewakan pegawai Kementerian Keuangan. Sebaliknya, banyak sekali kebijakan, tindakan, dan mimpi Beliau yang sangat menyentuh dan tidak akan pernah penulis lupakan. Misalnya, penulis ingat beberapa bagian dari pesan Beliau dalam acara Hari Oeang tahun 2017. Pesan-pesan tersebut mencakup:

*Kita harus terus fokus membangun APBN yang kuat dan efektif dalam mencapai target-target pembangunan

*Kita juga harus fokus memerangi pemborosan, ketidakefisienan, korupsi, dan kebocoran anggaran negara,

Itu merupakan pesan sakral bagi seluruh jajaran Kementerian Keuangan termasuk penulis yang walaupun sudah pensiun tetap memegang semangat Peneliti Tidak Pernah Pensiun yang diajarkan oleh Bu Sri.  Lebih jauh lagi, pesan-pesan termaksud juga memiliki pondasi universal. 

Namun, implementasi pesan-pesan tersebut terkendala banyak hal. Itu mencakup kendala ego sektoral yang masih sangat tinggi.

Kementerian Keuangan tidak bisa berjalan sendiri mewujudkan kedua maha mimpi termaksud. Maha Mimpi tersebut perlu diwujudkan sebagai orkestra utuh seluruh Kementerian dan Lembaga Negera. Lebih penting lagi, ini baru berjalan mulus on the track jika sepenuhnya didukung dan dipimpin langsung oleh Presiden Jokowi.

Coba kita mulai dari kegiatan-kegiatan yang kecil-kecil saja dulu. Misal, di awal masa bakti periode 2014 - 2016, Presiden Jokowi memerintahkan pemangkasan anggaran untuk kegiatan perjalanan dinas dan kegiatan-kegiatan pemerintah di hotel dalam kisaran 15 - 30 persen. Uangnya dialihkan untuk kegiatan yang lebih produktif. 

Walaupun demikian, anggaran termaksud yang masih tersedia yang dalam kisaran 70 - 85 persen belum ada jaminan telah dikeluarkan secara tidak boros dan tidak efisien. Lebih mengkhawatirkan lagi, kegiatan perjalanan dinas, utamanya perjalanan dinas luar negeri, dan kegiatan-kegiatan di hotel diizinkan kembali oleh dan/atau tidak ada larangan dari Presiden Jokowi sejak tahun 2017 hingga saat ini, 2019. 

Berbagai kegiatan-kegiatan kecil yang lain seperti pembelian furniture kantor belum tersentuh gerakan efisiensi SMI dan Jokowi. Masih meluas pembelian furniture sedangkan furniture yang ada masih bagus dan sangat layak pakai.

Di DKI Jakarta, Gubernur Ahok pernah menolak pembelian furniture kantor dan bangku serta perabotan sekolah walaupun sudah disediakan anggaran. Barang-barang tersebut masih baik dan sangat layak pakai dan merupakan pemborosan jika diganti dengan yang baru, kata Ahok.

Lebih mendesak lagi sebetulnya untuk memerangi potensi pemborosan, ketidakefisienan, korupsi, dan kebocoran anggaran negara untuk pengeluaran negara dalam skala besar. Beberapa kementerian negara dengan anggaran pengeluaran (belanja) yang besar adalah Kementerian Pendidikan, Kementerian PUPR, Kementerian Perhubungan, dan Kementerian ESDM. 

Persepsi maraknya pemborosan, korupsi, dan kebocoran anggaran negara masih belum berkurang. Penulis juga sejauh ini belum mendengar dan/atau berhasil mangakses gerakan-gerakan dan/atau kebijakan-kebijakan kongkrit Kementerian Keuangan untuk mengendalikan hal-hal buruk tersebut. Dugaan penulis ini bersumber dari masih kuatnya ego sektoral seperti disebutkan diatas dan/atau belum mendapat dukungan penuh dari Presiden Jokowi.

Walaupun demikian angin segar berhembus di HUT Kemerdekaan RI ke 74. Menteri Keuangan Sri Muljani Indrawati dan Presiden Jokowi secara orkestra mengkampanyekan narasi:

Setiap rupiah harus tepat sasaran dan memberikan manfaat bagi rakyat, dan yang tidak kalah penting adalah bahwa setiap rupiah tidak boleh diselewengkan

Riuh sambutan media atas narasi ini. JawaPos.com, misalnya, menyajikan berita dengan judul "Jokowi: Setiap Rupiah di APBN Harus Digunakan untuk Kepentingan Rakyat." CNNI.com menghighlight narasi ini dengan "Serta memastikan setiap rupiah dalam APBN digunakan sebesar-besarnya untuk  ... ." Hal yang serupa juga tayang di Kompas.com dan Detik.com serta berbagai koran online yang lain.

Sayangnya, angin tersebut tidak sejuk lagi ketika kita menelusuri berbagai sumber berita lain yang terkait. Ditemukan bahwa narasi tersebut sebetulnya sudah diulang-ulang sejak Pidato Kenegaraan/Pidato APBN beberapa tahun yang lalu. Itu sudah diucapkan di tahun 2017 seperti dijelaskan diatas, diucapkan kembali di tahun 2018, dan terakhir pada Pidato Kenegaraan/Pidato APBN 2019.

Anginnya bahkan terasa mulai panas ketika ditemukan narasi, klik disini:

"Selama empat tahun ini kementerian dan lembaga sudah memastikan setiap rupiah APBN digunakan sebesar-besarnya untuk kepentingan rakyat dalam rangka kemajuan negara kita Indonesia."

Narasi ini menggantung begitu saja. Menggantung tanpa penjelasan lebih lanjut. Selain itu, yakinkah Anda dengan kredibilitas narasi tersebut?

Lebih jauh lagi, kredibilitas narasi tersebut tambah menurun dengan masih maraknya kegiatan sektor pemerintah dan BUMN di hotel-hotel mewah dan berbintang tinggi. Viral juga beberapa waktu yang lalu tentang sangat banyaknya orang-orang sektor pemerintah yang melakukan perjalanan dinas luar negeri. 

Tergelitik juga mendengar narasi tersebut dikaitkan oleh Jokowi dengan hasil audit WTP dari BPK atas Laporan Keuangan Pemerintah dari tahun 2016 - 2018. Dalam kata-kata Jokowi, klik disini:

.......BPK bertugas untuk memastikan setiap rupiah APBN digunakan untuk kepentingan rakyat....

Betul BPK diperintahkan oleh Konstitusi dan UU untuk melakukan audit pada sektor pemerintah dan APBN. Namun, hasil audit WTP BPK tidak menjamin tidakadanya korupsi dan/atau pemborosan. Ini mungkin saja bersumber dari ada oknum BPK yang menyeleweng dan juga titik berat audit BPK lebih pada prosedur dan regulasi pembelian barang dan jasa pemerintah. BPK pada prinsipnya tidak melakukan audit kinerja.

Selain itu, jumlah Satuan Kerja (Satker) setingkat Eselon I sangat-sangat banyak. Jumlah nya lebih seribu dan terdapat puluhan ribu jumlah pos-pos pengeluaran APBN. Tidak mungkin BPK dapat melakukan audit secara baik dan dapat menjamin bahwa setiap rupiah uang negara betul-betul digunakan untuk kepentingan rakyat secara hemat biaya atau kata standar nya adalah secara efisien.

Di banyak negara maju seperti Australia tidak menggunakan audit negara semacam BPK. Mereka hanya mensyaratkan setiap dolar penggunaan uang negara harus dilaporkan kepada publik secara akuntabel dan transparans serta dapat diakses oleh publik pada masing-masing situs lembaga negara di Australia.

Secara internasional, negara-negara OECD umumnya merujuk ke standar IMF dalam kerangka menjamin setiap dolar uang negara yang dikeluarkan betul diperlukan oleh rakyat dan dikeluarkan secara sadar biaya. Dibawah ini disajikan empat pilar Fiscal Transparency model IMF.

Empat Pilar Transparansi Fiskal
Empat Pilar Transparansi Fiskal

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun