Mohon tunggu...
Kang Mizan
Kang Mizan Mohon Tunggu... Penulis - Pensiunan Peneliti Utama Kementerian Keuangan R.I. email: kangmizan53@gmail.com

Pensiunan Peneliti Utama Kementerian Keuangan R.I.

Selanjutnya

Tutup

Cerita Pemilih Pilihan

Maaf Jangan Bicara Politik

11 Mei 2019   10:49 Diperbarui: 11 Mei 2019   11:13 252
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber: The Assocition of American Editorial Cartoonists (AAEC)

Mungkin banyak Kompasianer ketemu orang yang tidak suka dengan politik. Tidak suka mendengar apalagi membahas politik secara rinci. Lebih seru lagi mereka itu terkesan phobia politik. Mereka anggap politik itu menakutkan dan/atau musuh. 

Banyak grup WA yang menetapkan tidak ada postingan politik. Anggota yang baik sengaja maupun tidak sengaja posting isu politik akan diperingatkan. Masih mbandel juga akan dikeluarkan. Postingan politik di lini masa FB penulis hanya mendapat satu dua likes dan/atau komen.

Coba kita bahas fenomena itu secara santai. Kita bahas secara acak dan seinggatnya saja dulu. 

Paslon yang mana saja yang menang saya tetap gini-gini saja. Cape dech ngebahasnya. Itu yang sering penulis dengar pada Pilpres 2019 yang baru lalu. Hal yang serupa juga sering penulis dengar pada Pilkada dan bahkan di Pilkades.

Tidak berdaya. Orang-orang itu merasa tidak berdaya untuk memperbaiki buruknya iklim politik yang ada. Mereka menyadari bahwa demikian sarat nya budaya money politics kita tapi tidak bisa berbuat apa-apa. Mereka tahu bahwa para kandidat Pilkada atau Pileg perlu uang yang sangat banyak untuk tampil sebagai pemenang. 

Mereka pun maklum bahwa jika menang, ironisnya, gaji dan/atau penghasilan para kandidat terpilih tersebut sangat kecil. Gaji/penghasilan mereka jauh dari cukup untuk menutupi biaya kampanye dan/atau biaya pemenangan. Korupsi tidak ada kata lain. Ya mau apa lagi. Bosen dech ngomongin nya, kira-kira begitu yang kebanyakan orang berkata.

Minimnya info.  Ini misalnya dalam kaitannya dengan anggaran negara. Publik umumnya tidak begitu tahu berapa sebenarnya kebocoran dan/atau pemborosan APBN. Ada yang bilang 600 triliun rupiah setiap tahun nya dan ada yang bilang itu tidak benar. 

Menurut kelompok kedua ini kebocoran dan/atau pemborosan APBN itu hanya beberapa triliun rupiah saja dalam setiap tahun nya. Pendapat dan/atau analisis siapa yang benar tidak begitu dipahami oleh orang banyak.

Tidak ada untung rugi nya untuk saya. Dalam kaitannya dengan kebocoran dan/atau pemborosan anggaran negara tersebut banyak orang yang merasa ngak ngaruh pada mereka. Bocor kek boros kek itu ngak ngaruh saya. 

Ngak bocor lagi dan ngak boros lagi juga ngak ngaruh bagi saya. Jadi, untuk apa repot membicarakan nya? Itu yang sering penulis ketemu dalam bincang-bincang sana sini.

Kurangnya muatan analitis dalam pendidikan kita. Seingat penulis dalam pelajaran sejarah, kewarganegaraan, dan lainnya peserta didik lebih banyak dituntut untuk menghafal. Misalnya, soal ujian menanyakan kapan Perang Diponegoro terjadi, kapan perjanjian Linggarjati ditandatangani, dan seterusnya dan seterusnya. 

Jarang, jika ada, misalnya soal ujian yang menanyakan kenapa perang itu terjadi dan/atau kenapa Pangeran Diponegoro lebih menggunakan taktik perang griliya. 

Lebih jauh lagi, jarang ada pelajaran yang mengupas secara rinci, misalnya, tentang tugas pokok dan fungsi kepala daerah. Yang banyak dibahas atau disajikan mencakup struktur organisasi Pemda serta luas wilayah dan jumlah penduduk. Stop hanya disitu dan tidak ada pembahasan lebih jauh yang bersifat analitis.

Kompasianer. Penulis yakin banyak Kompasianer yang punya alasan-alasan lain yang lebih nendang. Injih monggo ditunggu. Matur sembah nuwun.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerita Pemilih Selengkapnya
Lihat Cerita Pemilih Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun