Bravo Kompasiana. Reportase luar negeri Pemilu 2019 riuh sekali. Beberapa diantaranya adalah reportase Kompasianer Australia, Tjiptadinata Effendi, untuk Pemilu 2019 di Australia.
Rasanya ada tiga artikel. Reportase lain mencakup pencoblosan di Tokyo, Jepang, Praha, Jerman dan Paris. Itu reportase Byanca Kenlim untuk Pemilu Hong Kong, dengan DPT dua juta pemilih, yang mendorong penulis untuk menggali lebih dalam fakta dan data Pencoblosan di Hongkong, Minggu, 14 April 2019, tersebut.
Ada dua artikel Byanca Kenlim. Pertama, dengan judul "Pencoblosan di Hongkong Berakhir Kecewa," dan, kedua, "Hasil Pemilu Hongkong BMI Jempolan." Selanjut, penulis merujuk ke: (i) video yang diunggah oleh Ida Lembayung Senja, "An Election to Indonesian Citizen in Hongkong (Pemilu di Hongkong)"; (ii) analisis Junko Asano, PhD Candidate Oxford University, yang dipublikasikan oleh Hongkong Free Press (HKFP). Judul artikel adalah
'Í can't vote!': As key election looms, Indonesian in Hong Kong struggle to cast their ballot, dan, (iii) artikel Raquel Carvalho, dengan judul " Could Hongkong Domestic's workers sway the Indonesian election?
Siapa pemilih (voters) di Hongkong?
Dari dua juta DPT Hong Kong, yang terjepret di kamera dan video dalam antrian yang mengular, hampir seluruhnya, perempuan. Mungkin bukan pekerja pabrik atau sektor formal yang lain tetapi lebih ke PRT (domestic workers). Keren ya PRT sebagian diizinkan untuk nyoblos.
Byanca Vs Ida Lembayung
Bahwa tingginya antusiasme pemilih di Hong Kong tidak perlu diragukan. Mereka antrian berjam-jam dan sebagian dalam kondisi hujan deras. Namun, terkait pelayanan di dalam ruangan ada perbedaan antara reportase Byanca dan video youtube Ida.
Menurut Byanca kondisi di dalam ruangan cukup lenggang dan itu orang-orang KPPS yang ogah-ogahan. Menurut youtube Ida, didalam juga sesak tapi tidak dilaporkan bagaimana perilaku KPPS didalam.
Coblos Via Pos