Mohon tunggu...
Almizan Ulfa
Almizan Ulfa Mohon Tunggu... Pensiunan Peneliti Utama Kementerian Keuangan RI -

Just do it. kunjungi blog sharing and trusting bogorbersemangat.com, dan, http://sirc.web.id, email: alulfa@gmail.com, matarakyat869@gmail.com

Selanjutnya

Tutup

Gadget Pilihan

Paradoks Jokowi 4.0 dan Dedigitalisasi Pemilu 2019

27 Maret 2019   16:39 Diperbarui: 27 Maret 2019   16:56 563
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber: PKPU No. 3/2019. Dokpri

REVOLUSI INDUSTRI 4.0

Sering sudah kita mendengar jargon  tech4.0 atau revolusi industri 4.0. Presiden Jokowi juga sudah berulang kali menyuarakan tech4.0 dan itu yang saya ingat sejak awal 2018 serta disuarakan lagi dalam debat perdana Pilpres 2019 tanggal 17 Februari 2019 yang lalu. Beliau antara lain menyinggung isu big data atau cloud hosting. Aura musim Pilpres dan kata kunci nyimpan data di langit (cloud hosting) itu a.l menyebabkan gaung revolusi industri 4.0 Jokowi nyaring sekali saat ini. 

Sebetulnya, apa itu revolusi industri 4.0? Coba kita lihat kembali icon tech 4.0 yang disajikan pada pojok kiri atas tema gambar artikel ini. Tapi, sekarang kita sajikan versi I-SCOOP, https://www.i-scoop.eu/industry-4-0/, seperti tersaji pada gambar dibawah ini. Posisi Tech 4.0 ada pada bangun silinder nomor 4 (paling kanan).  Ada delapan unsur utama dari Tech 4.0 ini, yaitu:1. Internet of Things (IOT), Prabowo mengatakan onlen-onlen; 2. Cyber security; 3. Augmented reality; 4. Cloud computing; 5. Big  data; 6. System Integration; 7. Simulation, dan 8. Additive manufacturing. Inti dari kedelapan unsur ini adalah robot dan/atau kecerdasan buatan sehingga sebagian besar pekerjaan manusia sudah dialihkan ke robot.

Sumber: I-Scoop
Sumber: I-Scoop

Dalam kalimat I-Scoop:

Industry 4.0 is the evolution to cyber-physical systems, representing the fourth industrial revolution on the road to an end-to-end value chain with Industrial IOT and decentralized intelligence in manufacturing, production, logistics and the industry.

Dengan demikian, apa yang dibicarakan oleh Jokowi sebetulnya lebih pada IOT (Internet of Things), atau, menurut Prabowo itu yang onlen-onlen ya. Mereka membicarakan tahap industrialisasi seperti yang digambarkan oleh silinder nomor 3. Sebagian unsur tahap tiga ini merupakan pendukung unsur tahap industrialisasi keempat (revolusi industri 4.0). Tech 4.0 itu termasuk cloud hosting (tidak perlu server di PC), dan cloud computing (aplikasi matematis sudah tersedia di server nun-jauh jauh di sana di negara anta beranta, yang sering juga disebut negara awan atau server awan (cloud hosting). 

Jokowi juga, rasanya menyinggung isu big data dan pembangunan jaringan internet berkecepatan tinggi. Pernyataan Jokowi ini konsistens dengan beberapa referensi yang a.l. menunjukan bahwa dengan selesainya proyek Palapa Ring segmen Barat dan Tengah, maka hampir seluruh wilayah Indonesia kini sudah dapat mengakses internet kecepatan tinggi dengan tingkat kecepatan minimal 20 Mbps dan 10 Mbps masing-masing di perkotaan dan di pedesaan dalam lingkup wilayah Indonesia Barat dan Tengah. 

Palapa Ring segmen Timur yang mencakup Nusa Tenggara Timur, Maluku, Papua Barat, dan Papua baru akan rampung dalam kuartal kedua tahun 2019 sekarang ini. Perlu diingat, Wilayah Timur itu bukan belum memiliki jaringan internet. Mereka belum memiliki jaringan internet kecepatan tinggi seperti di Indonesia Barat dan Tengah. Menurut riset APJII(Asosiasi Pengguna Jasa Internet Indonesia) dan Puskakom UI yang dilakukan pada tahun 2014, ada 5,9 juta pengguna internet di Papua, Maluku, dan NTT.  

DEDIGITALISASI PERHITUNGAN SUARA PEMILU 2019

Sayangnya, jomplang dan ironis sekali, jaringan internet canggih berkualitas internasional itu lebih banyak dimanfaatkan oleh Si sipit ASENG dan Si bule ASING dengan bendera perusahaan multinasional. Lebih disayangkan lagi, KPU hanya secuil saja memanfaatkan jaringan internet yang sudah tersedia di nusantara ini dan lebih secuil lagi memanfaatkan jaringan Palapa Ring yang sudah dibangun dengan biaya puluhan triliun rupiah, sangat mahal, terutama biaya terkait pemasangan kabel serat optik, yang sebagian ada dibawah laut. 

Hampir seratus persen pekerjaan pemungutan dan rekapitulasi penghitungan suara Pemilu 2019 dilakukan oleh KPU dengan kertas, papan tulis (white/black board) dan ballpoint. Regulasi yang ada sejauh ini, misal, PKPU No. 4 dan No 3/2019, mewajibkan semua kegiatan pengumpulan, perhitungan, dan rekapitulasi hasil suara Pemilu 2019 dilakukan secara manual; pekerjaan kertas tinta dan/atau kapur serta berkas-berkas diangkut/dikirim dengan motor/mobil/truk, atau , via kantor pos dan perusahaan kurir untuk pengiriman ke KPU Kab/Kota hingga ke KPU Nasional Jl Imam Bonjol No. 29 Jakarta Pusat.

Di tingkat TPS, penghitungan suara sah dan tidak sah ditulis di papan tulis dengan menggunakan Formulir C1 Plano. Satu per satu hitung lidi atau batang korek api seperti kita di SD tempo doeloe. C1 Plano ditandatangani oleh KPPS dan Saksi-saksi. Ada lima jenis plano ini sesuai dengan jenis Pemilu: PPWP, DPR, DPD, DPRD Prov, dan DPRD Kab/Kota. Dua yang pertama disajikan pada gambar dibawah ini.

Kiri: Plano DPR , Kanan: Plano PPWP. Sumber PKPU No. 3/2019Dokpri
Kiri: Plano DPR , Kanan: Plano PPWP. Sumber PKPU No. 3/2019Dokpri

Data hasil suara Formulir C1 Plano ini, kemudian, direkapitulasi pada dua jenis Formulir C1; hologram dan tidak hologram serta wajib ditulis dengan tangan dan pena/ballpoint (manual) dan juga wajib ditandatangani oleh KPPS dan Saksi-saksi. Formulir C1 tersebut merupakan dokumen TPS paling penting sebab merupakan Sertifikat  Hasil Perhitungan Suara, SHPS,  (sesuai jenis Pemilu). SHPS hologram (C1 hologram) digunakan oleh KPU Kecamatan (PPK) untuk melakukan Rekap Suara Desa. C1 tidak berhologram dikirim ke KPU Kabupaten/Kota, oleh KPU Kecamatan, untuk dipindai (scan) menjadi file PDF dan kemudian diunggah ke jaringan SITUNG KPU Pusat. SITUNG KPU Pusat penulis kira ada di jaringan situs KPU Pusat, www.kpu.go.id

Sumber: PKPU No. 3/2019. Dokpri
Sumber: PKPU No. 3/2019. Dokpri

C1 hologram Piplres hanya satu lembar, C1 hologram Pileg DPR ada 16 lembar sesuai dengan 16 Parpol peserta Pemilu 2019, dan, ada beberapa lembar untuk C1 hologram untuk jenis Pemilu yang lainnya.  Salinan C1 tidak hologram untuk diserahkan kepada saksi-saksi dll bisa dibuat dengan foto copy atau cara scan copy pada mesin foto copy atau printer. Salinan ini juga wajib ditandatangni oleh KPPS dan saksi-saksi sebelum dokumen asli ditandatangani oleh KPPS dan saksi-saksi.

MENGAPA KPU TIDAK MENGGUNAKAN APLIKASI HASIL PERHITUNGAN SUARA PEMILU?

Seperti dijelaskan diatas KPU melakukan pengumpulan, perhitungan, dan rekapitulasi suara Pemilu 2019 secara manual. KPU menggunakan teknologi atau cara yang tidak begitu berbeda dengan Pemilu 2014, melihat lebih mundur  lagi, belum beranjak jauh dari 2009, atau, pada prinsipnya relatif tidak begitu berbeda dengan Pemilu pertama Indonesia tahun 1955. KPU kelihatannya tertlingkung dengan Teknologi 2.0. Belum menyentuh banyak Teknologi 3.0, apa lagi teknologi 4.0 yang nyaring sekali didengungkan Jokowi.

Kenapa demikian lemot nya KPU?  Beberapa jawaban yang saya terima dari chatting dengan kolega adalah sebagai berikut. Pertama, masih terbatasnya anggota TPS yang mampu mengisi formulir aplikasi dengan benar. Menurutnya "apa bisa tersedia dan dapat dipercaya data suara dari 80.000 TPS seluruh Indonesia dikirim secara digital oleh masing-masing petugas TPS tersebut ke server KPU Pusat ( apa sudah cloud hosting?). Jawab dari penulis adalah positif tersedia dan dapat dipercaya. Mengakses website KPU dan mengisi formulir hasil perhitungan suara sangat gampang. Itu tidak jauh berbeda dengan mengisi formulir untuk menjadi anggota atau subscribe aplikasi Sosmed seperti WA, Line, Facebook, dan Tweeter.

Pengalaman Aplikasi MataRakyat2017 di Pilkada DKI 2017.

sumber: Google Play Store. Dokpri
sumber: Google Play Store. Dokpri

Selain itu, konfirmasi positif itu juga didukung oleh pengalaman penulis menjadi relawan E -Saksi Aplikasi Mata Rakyat dalam Pilkada DKI 2017. Pengumpulan, perhitungan, dan rekapitulasi, serta VALIDASI SILANG, yang dilakukan oleh 15.000 (untuk 13.004..TPS) relawan (tidak dibayar) E-Saksi MataRakyat2017 berjalan mulus, seru, dan tepat waktu. Tayangan live sejak TPS tutup jam 1.00 sore menyuarakan kesiapan Relawan E-Saksi, dan, satu jam kemudian sudah ada hasil TPS yang masuk. 

Hasil TPS terus mengalir kencang ke Aplikasi ini yang hingga jam 3.00 sore (dua jam setelah TPS tutup), sudah sekitar 75% hasil TPS masuk. Riuh dan seru sekali! Ternyata pada jam 3.00 sore ini sudah dapat dipastikan bahwa Ahok kalah besar dan hasil Aplikasi MataRakyat2017 ini dijadikan sumber berita dan/atau rujukan berbegai media serta berbagai lembaga survei. Sekitar jam 4.00 (tiga jam setelah TPS tutup) sudah sekitar 97 persen suara masuk serta dapat dipastikan Gubernur dan Wagub DKI Jakarta 2017 - 2022 adalah AniesSandi yang mengalahkan secara telak AhokDjarot.

Fantastis! Tiga jam setelah TPS tutup Real Quick Count MataRakyat2017 hasil perhitungan suara  Pilkada DKI Jakarta sudah diperoleh 100 persen. Teknologi 3.0 onlen-onlen memungkinkan hal itu terlaksana dengan baik sekali. Sekarang bandingkan dengan waktu yang dibutuhkan oleh KPU untuk mengumpulkan, menghitung, dan merekap hasil suara Pemilu 2019. Dengan teknologi 2.0 padat karya manual KPU memerlukan waktu hampir dua bulan dan jangan ditutup kemungkinan untuk diperpanjang beberapa hari atau minggu lagi dan mencapai tiga bulan!

sumber PKPU No. 7/2017, diolah
sumber PKPU No. 7/2017, diolah

Penyelesaian kegiatan perhitungan suara itu awalnya ditargetkan selesai dalam waktu satu bulan satu minggu (37 hari), 17 April - 22 Mei 2019. Hasil Raker KPU dengan Komisi II DPR beberapa hari yang lalu (Maret 2019) menyepakati untuk diperpanjang antara 10 - 17 hari, sehingga menjadi 47 hingga 54 hari. dengan demikian, kegiatan ini baru akan rampung dalam minggu pertama atau kedua Juni 2019. 

Ringkasnya Teknologi 3.0 onlen-onlen dapat merampungkan Real Quick Count Paripurna dalam waktu tiga jam dan sebaliknya teknologi 2.0 padat karya KPU memerlukan waktu dua bulan dan tidak tertutup kemungkinan tiga bulan; Tech 3.0 MataRakyat2017 3 Jam Vs Tech 2.0 KPU 2019 3 bulan!

Tapi, kolega chatting saya itu nyeletuk itu kan hanya untuk Pilkada DKI Jakarta bro. Pemilu 2019 adalah Pemilu Raya seluruh Indonesia untuk 34 provinsi (35 Provinsi jika Provinsi Teluk Cendrawasi, Papua sudah diresmikan) dan tidak satu provinsi seperti DKI Jakarta. Kolega penulis yang berprofesi sebagai IT Programer ini menambahkan bahwa diperlukan satu server (cloud) untuk satu provinsi dengan kapasitas 50 Giga byte yang sewanya hanya Rp12 juta setahun serta tentunya bisa lebih murah dengan bulk buying 34 server. Juga, ditambahkan oleh nya bahwa keamanan antar server lebih terjamin dengan masing-masing provinsi memiliki server tersendiri. Tunggu, ada tambahan lagi loh kata nya, tambah satu server lagi dengan kapasitas yang sama dan akan difungsikan sebagai pengumpul data dari seluruh server. 

Gondoruwo Conflict of Interests

Ada beberapa faktor lain yang diduga menjadi kendala KPU untuk memakai Aplikasi Perhitungan Suara Tech 3.0. Ini mencakup dugaan rawan hacker (peretas) dan virus internet serta yang terpenting adanya conflict of interests dari beberapa pemangku kepentingan utama seperti Parpol, para legisalator, dan institusi pemerintah yang lain. Yang pertama tidak begitu sulit mengatasinya. The devil  is here, iki gondoruwone, conflict of interests, pada yang kedua itu.

Sistem yang sulit, rumit, dan tidak transparans hanya dapat ditembus oleh orang-orang yang ahli saja. Persengkokolan jahat mereka sulit dideteksi dan/atau dibuktikan melalui proses hukum.  

Bagaimana dengan SITUNG KPU?

SITUNG atau Sistem Informasi Perhitungan Suara, digembar gemborkan di awal Era Jokowi, yang dibangun oleh KPU dengan PUSKAKOM UI untuk Pemilu 2019 ini sebetulnya hanya revisi minor dari SITUNG 2014,dan, nelongsone diduga tetap menelan biaya miliaran rupiah. SITUNG 2019 hanya melakukan perbaikan beberapa formulir saja dan fungsi utama SITUNG 2014 tetap tidak berubah sebagai tempat penyimpanan file elektronik. Persisnya,  SITUNG bukan aplikasi perhitungan suara yang melakukan komputasi dan integrasi data/tabel secara paralel di langit (cloud hosting/computing).

Lebih spesifik lagi, SITUNG2019  tidak lebih hanya digunakan untuk mengunggah (upload) file-file PDF hasil pindai (scan) formulir pemungutan, perhitungan, dan rekapitulasi suara Pemilu 2019. Jumlah file tersebut sangat-sangat banyak dalam hitungan ratusan ribu file PDF. Membongkar file-file pdf itu untuk dibaca dan diteliti memerlukan usaha yang ekstra besar. Selain itu, tidak jelas kapan file itu akan diunggah, file mana saja yang dapat diakses publik, dan berapa lama file tersebut tersedia untuk diakses publik.

Situng 2014.

Saat ini tidak/belum tersedia Menu/Sub Menu SITUNG di KPU. Penulis gunakan kata kunci Situng di jendela "cari"website KPU ini, maka yang muncul beberapa URL yang terkait dengan Situng termasuk URL berita SITUNG. Tersedia juga di URL file PDF Rekapitulasi perolehan suara Parpol/Caleg DPR menurut Dapil Provinsi. Rekapitulasi tersebut tidak dapat kita urai atau filter  menurut kecamatan apa lagi menurut desa/kelurahan serta TPS. 

Aplikasi MataRakyat2019

Walaupun jauh dibawah properties MataRakyat2017, Tim MataRakyat2019, bogorbersemangat.com, baru saja selesai membangun Aplikasi Perhitungan Suara Pemilu 2019. Rekapitulasi suara Provinsi dapat difilter menjadi Rekap Kabupaten/Kota, filter lagi menjadi Rekap Kecamatan, selanjutnya Rekap Desa/Kelurahan, dan terakhir Rekap setiap TPS dalam Desa/Kelurahan yang bersangkutan. Tinggal klik klik, http://sirc.web.id, saja untuk melakukan filter. 

Yang berminat bisa klik http://sirc.web.id, dan perlu password untuk membuka halaman ini. Kirim sembarang angka dan sembarang digit ke 0811.1953007 atau email: matarakyat869@gmail.com untuk diberikan akses ke aplikasi ini.

SIRC 2019. Dokpri
SIRC 2019. Dokpri

Itu halaman untuk E-Saksi. Tampilan Dashboard admin seperti dibawah ini. Publik tidak diberikan akses ke Dashboard aplikasi ini.

SIRC Dashboard. Dokpri
SIRC Dashboard. Dokpri

POTENSI MANIPULASI DAN/ATAU HUMAN ERROR 

Semakin canggih teknologi yang digunakan semakin canggih kualitas produknya. Lebih baik, lebih nyaman, lebih aman (fraud proof), dan lebih murah harga produk nya tentu saja. 

Sekarang coba kita lihat dulu potensi terjadinya manipulasi dan/atau human error perhitungan suara Pemiu 2019 antara dua teknologi yang tersedia; teknologi 2.0 padat karya KPU dengan teknologi 3.0 onlen-onlen Aplikasi Perhitungan Suara. Teknologi 3.0 seratus person nihil potensi manipulasi dan human error, dan, sebaliknya, teknologi 2.0 KPU sangat-sangat rentan manipulasi dan/atau human error.

Potensi Persengkongkolan dan Kekhilafan Tech 2.0 KPU

Simpul rawan pertama teknologi 2.0 KPU tersebut terjadi ketika KPPS menyalin data suara dari C1 Plano ke C1 hologram. Pengunjung biasanya antusias dengan momen seru ketika kotak suara TPS dibuka dan hitung lidi dimulai dengan menggunakan formulir C1 Plano. Jumlah yang menyaksikan hitung lidi yang seru tegang ini biasanya masih penuh. 

Namun, ketika Tim TPS (Sekretaris KPPS) melakukan penyalinan data suara C1 Plano ke C1 hologram pengunjung sudah sepi. Pada Pemilu serentak 2019 ini, dengan tambahan adanya perhitungan suara Pilpres,  16 Parpol dan opsi coblos partai dan/atau Caleg,  sangat mungkin sekali itu dilakukan menjelang tengah malam. Apa masih ada orang umum yang rela berkorban sampai tengah malam? Kemungkinan besar yang menyaksikan adalah beberapa saksi dari Parpol dan saksi Pilpres. 

Walaupun demikian, dalam kegiatan alih C1 Plano ke C1 hologram tersebut, peluang manipulasi dan kesalahan tidak sengaja relatif kecil untuk Pilpres. Paslon hanya dua dan saksi-saksi Paslon pasti masih ada. Peluang kesalahan tidak sengaja dan/atau manipulasi cukup tinggi untuk jenis pemilihan legislatif. Faktor kelelahan, rumitnya opsi Partai dan/atau partai Caleg, banyak dan besar nya jumlah Parpol jelas tidak dapat dikesampingkan terjadinya kesalahan yang tidak sengaja itu. Faktor lain memang ada persengkongkolan antara Tim KPPS dengan para saksi dan pihak lain yang mungkin terlibat. Kenapa? 

Pertama, jumlah Tim KPPS hanya tujuh orang, plus hansip dua orang. Jumlah yang kecil dan sudah saling kenal lama satu dengan yang lain membuat persengkokolan lebih gampang dilaksanakan. Kedua, KPU Kecamatan (PPK) tidak melakukan validasi antara C1 Plano dengan C1 hologram. Dengan demikian, persengkongkolan itu sangat sangat sulit untuk dideteksi dan/atau diproses secara hukum.

Nihil Potensi Manipulasi dan Human Error Aplikasi Perhitungan Suara Pemilu

Hasil perhitungan suara C1 Plano langsung dikirim ke Aplikasi oleh E-Saksi. C1 hologram sudah dipindahkan ke data base aplikasi. Validasi dilakukan oleh sistem dan diperkuat dengan validasi silang antar E-Saksi yang dipilih secara acak oleh sistem. MataRakyat 2017 menggunakan tiga E-Saksi acak untuk melakukan validasi setiap TPS. Populasi E-Saksi, yang dilatih secara onlen, dua atau tiga lipat dari jumlah TPS, yang jika jumlah TPS 14.000 seperti di Kabupaten Bogor (Dapil Jabar V), jumlah populasi itu adalah 42.000 orang dan dengan demikian peluang adanya kolusi antara E-Saksi sangat-sangat kecil. 

Nihilnya potensi persengkongkolan jahat dan human error itu juga diperkuat dengan terbukanya akses publik ke aplikasi ini. Mereka semua secara onlen dan live dapat melihat progres hasil TPS mereka sendiri dan TPS lain di SELURUH wilayah Pemilu Indonesia. 

BIAYA TECH 2.0 KPU  Vs  BIAYA TECH 3.0 ONLEN-ONLEN

Biaya pembangunan, operasional, dan pemeliharaan aplikasi Tech 3.0-onlen onlen jelas sangat kecil dibandingkan dengan biaya Tech Padat Karya KPU yang ada sekarang ini. Aplikasi Tech 3.0 tidak perlu beli server sendiri. Cloud hosting dengan kapasitas tera dapat disewa dengan biaya dalam hitungan puluhan juta rupiah saja. Sewa internet security (SSL), anti virus spam dan hacker juga sudah demikian murahnya saat ini. Jumlah operator aplikasi hanya dalam hitungan jari dan sangat gampang untuk melatih mereka yang cukup dengan tamatan SMK sederajat atau mereka yang sedang di SMK sederajat. 

Aplikasi perhitungan suara pemilu Tech 3.0 onlen-onlen memutus mata rantai birokrasi kegiatan-kegiatan pemungutan, perhitungan, dan rekapitulasi suara Pemilu. Kegiatan-kegiatan tersebut sudah tidak diperlukan lagi mulai dari KPU Kecamatan, KPU Kabupataen/Kota, KPU Provinsi, hingga KPU Nasional di Jl Imam Bonjol no. 29 Jakarta Pusat. Kegiatan tersebut sudah selesai di TPS. Sudah selesai ketika E-Saksi submit data C1 Plano untuk direkam secara otomatis di C1 hologram aplikasi!

Mobil box terbuka dan truk tidak diperlukan lagi untuk mengangkut dan mengirim berton-ton berkas Pemilu ke Kecamatan, Kabupaten, Provinsi, hingga ke Jakarta. Semuanya sudah di submit E-Saksi langsung dari TPS!

Dahsyat sekali! Ini baru Tech 3.0 dan kita semua terpanggil dengan seruan Presiden Jokowi untuk melakukan persiapan sedini mungkin menuju Revolusi Indusrti 4.0

PENUTUP

Kita semua adalah bagian dari perubahan. Yes, we can change.... kata Barack Obama. 

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Gadget Selengkapnya
Lihat Gadget Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun