Mohon tunggu...
Almizan Ulfa
Almizan Ulfa Mohon Tunggu... Pensiunan Peneliti Utama Kementerian Keuangan RI -

Just do it. kunjungi blog sharing and trusting bogorbersemangat.com, dan, http://sirc.web.id, email: alulfa@gmail.com, matarakyat869@gmail.com

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Jusuf Kalla masih berpluang untuk Cawapres Jokowi

2 Maret 2018   11:18 Diperbarui: 6 Maret 2018   08:13 892
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Jusuf Kalla yang saat ini menjadi Wapres Jokowi menurut banyak sumber adalah sosok yang paling tepat untuk mendampingi Jokowi pada Pemilu 2019. Beliau yang akrab disapa dengan JK itu dijagokan oleh wartawan Senior Asia Times, John McBeth. Hal yang serupa juga mencuat dari beberapa elit parpol seperti dari Ketua Partai Golkar Bambang Soesatyo yang saat ini menjabat Ketua DPR RI.

JK sendiri pada prinsipnya menyatakan kesiapannya. Namun, beberapa opini dan analisis terkini menyatakan bahwa Beliau tidak mungkin lagi maju sebagai sebagai Cawapres pada Pemilu 2019 nanti karena terganjal dengan aturan konstitusi dan UU Pemilu 2019. Coba kita lihat dulu aturan konstitusi itu. Kita lihat Pasal 7 UUD 1945 yang berbunyi:

"Presiden dan Wakil Presiden memegang jabatan selama lima tahun, dan sesudahnya dapat dipilih kembali dalam jabatan yang sama, hanya untuk satu kali masa jabatan"

Kata kuncinya adalah dipilih kembali dalam jabatan yang sama hanya untuk satu kalimasa jabatan. JK adalah Wapres SBY 2004 - 2009 dan sekarang Wapres Jokowi untuk periode 2014 - 2019. Dengan demikian, Beliau sudah dipilih kembali untuk satu kali masa jabatan. Tidak dimungkinkan lagi untuk dipilih kembali untuk kedua kalinya dalam jabatan yang sama itu.

Jika semua ahli hukum tata negara kita berpendapat demikian, maka betul JK tidak mungkin lagi mendampingi Jokowi pada Pemilu 2019 nanti. Namun, pakar hukum tata negara yang berpendapat demikian, yang baru penulis dengar, hanya Jimmy Z Usfunan dari Universitas Udayana Bali. Belum terdengar pendapat pakar hukum tata negara kondang yang lain seperti Effendi Gazali, Mahfud M.D.,Refly Harun,Yusril Mahendra, Marguerito Kemis, dan lain sebagainya. Apakah ada beberapa atau kesemuanya dari mereka berpendapat bahwa tafsir pasal tersebut tidak harus demikian?

beberapa sumber digabung. Dibaca dari kiri ke kanan: Jimmy Z. Usfunan; Effendi Gozali; Yusril Ihza Mahendra; Refly Harun; Mahfud M.D., dan Marguerito Kemis
beberapa sumber digabung. Dibaca dari kiri ke kanan: Jimmy Z. Usfunan; Effendi Gozali; Yusril Ihza Mahendra; Refly Harun; Mahfud M.D., dan Marguerito Kemis
Misalnya, apa mungkin pasal tersebut ditafsirkan "dalam pasangan Presiden/Wakil Presiden yang sama." Dengan demikian,  periode pertama JK sebagai Wapres yang berpasangan dengan SBY dalam periode 2004 - 2009 tidak relevan dengan Pasal 7 UUD 1945 tersebut. Atau, frasa berhak untuk dipilih kembali hanya untuk satu kali itu hanya berlaku secara berturut-turut. Jika salah satu atau kedua tafsir ini dapat diterima, maka JK akan tampil kembali di ajang Pilpres 2019.

Beberapa kejadian terkini menunjukan bahwa potensi munculnya multi tafsir seperti tersebut diatas tidak dapat diabaikan. Misal, Bambang Soesatyo yang disebutkan diatas menyatakan akan mempelajari lebih jauh tafsir dari pasal 7 UUD 1945 tersebut ketika ditanya oleh wartawan CNN Indonesia beberapa waktu yang lalu. 

Selain itu, JK juga tidak secara tegas menyatakan bahwa konstitusi melarangnya untuk maju kembali di Pemilu 2019. Beliau hanya menyatakan bahwa siap ditugaskan untuk mendampingi kembali Jokowi pada Pemilu 2019 jika tidak bertentangan dengan UUD 1945 dan aturan-aturan yang lainnya.

Ketidaktegasan beberapa pasal UUD1945 menyebabkan penerapan (interpretasi) berbeda-beda dalam UU pelaksananya. Misal, Pasal 33 UUD1945 diterapkan berbeda untuk pengaturan pengelolaan pertambangan mineral dan batubara dengan pengaturan untuk pertambangan migas. Yang pertama diserahkan pada mekanisme pasar tetapi yang kedua memberikan hak eksklusif monopoli pada PT Pertamina.

Contoh yang lain terkait dengan Pemilihan Umum. Pasal 22E UUD 1945 ayat (2) menyatakan:

"Pemilihan umum diselenggarakan untuk memilih anggota Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah, Presiden dan Wakil Presiden dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah.”

Pasal 22 E itu tidak memberikan penjelasan tentang apakah pemilihan legislator-legislator tersebut dengan pemilihan presiden/wakil dilakukan secara serentak atau dalam waktu yang berbeda. Undang-Undang Nomor 42 Tahun 2008 menfasirkannya tidak serentak atau dilakukan dalam waktu yang berbeda. Pasal 3 ayat (5) UU ini menyatakan:

“Pemilu Presiden dan Wakil Presiden dilaksanakan setelah pelaksanaan pemilihan umum anggota DPR, DPD, dan DPRD”

Untuk itu, Pemilihan Umum untuk anggota legislatif dilakukan mendahului Pilpres. Ini dilakukan untuk Pemilu tahun 2009 dan tahun 2004. 

UU Nomor 42/2008 tersebut kemudian digugat ke Mahkahmah Konstitusi (MK) oleh antara lain beberapa pakar hukum tata negara termasuk Effendi Gazali. Mereka berpendapat bahwa konstitusi menghendaki Pemilu legislatif itu dilakukan secara serentak atau dalam waktu yang persis bersamaan dengan Pilpres. Mereka memenangkan gugatan itu. Ini tertuang dalam Putusan MK Nomor 14/PUU-XI/2013

Dengan demikian, Timses Informal Jokowi plus elit partai pengusung utama (Golkar dan PDIP plus Nasdem) tinggal memperhitungkan dampak elektabilitas Jokowi dengan gaduhnya suara ahli hukum tata negara pasca penetapan JK sebagai Cawapres Jokowi, jika opsi ini yang diambil. Tim tersebut plus Jokowi sendiri tentunya juga perlu mempertimbangkan kapasitas Tim untuk berkomunikasi dan/atau melobby MK/Bawaslu serta tinggi rendahnya risiko jika ada gugatan ke Bawaslu dan/atau ke Mahkamah Konstitusi. 

Pagi ini, Selasa, 6 Maret 2018, sekilas saya dengar CNN Indonesia menyiarkan kesiapan Rizal Ramli, Mantan Menko Maritim dan Kelautan Kabinet Kerja Jokowi, menyatakan kesiapan untuk bertarung untuk RIOne (Presiden) di Pemilu 2019. Pernyataan itu benar ketika saya cek di media OnLine seperti yang dirilis oleh TribunNews, 5 Maret 2018.

Rizal Ramli. Foto: Tribunnews.
Rizal Ramli. Foto: Tribunnews.
Untuk itu, Beliau yang akrab disapa dengan Pak RR ini, masih membutuhkan dukungan partai yang belum mendeklarasikan Capres/Wacapres. Masih tersisa lima partai yang belum mengumumkan Capres/Wacapres yang mungkin tertarik dengan deklarasi Pak RR tersebut, yaitu: (i) Partai Gerindra; (ii) Partai PKS; (iii) Partai Demokrat; (iv) Partai PKB, dan (v) Partai PAN. 

Berita ini juga menguatkan spekulasi bahwa Ketua Umum Partai Gerindra, Prabowo Subianto, tidak maju lagi di Pilpres. Selain itu, banyak yang mengunggulkan Prabowo untuk Cawapres Jokowi di Pemilu 2019 tersebut. Misalnya, lihat artikel "Selangkah lagi Prabowo Subianto jadi Cawapres Jokowi."

Pendulum Cawapres Jokowi 2019 masih bergerak Timur Barat.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun