Mohon tunggu...
Almizan Ulfa
Almizan Ulfa Mohon Tunggu... Pensiunan Peneliti Utama Kementerian Keuangan RI -

Just do it. kunjungi blog sharing and trusting bogorbersemangat.com, dan, http://sirc.web.id, email: alulfa@gmail.com, matarakyat869@gmail.com

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Airlangga Hartarto masuk bursa Cawapres Jokowi 2019

27 Februari 2018   15:41 Diperbarui: 26 Maret 2018   15:14 1520
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Satu atau dua pekan yang lalu, nama jurnalist John McBeth sempat viral di Sosmed Indonesia. Jurnalis yang sekarang bergabung dengan Asia Times ini menyatakan Jusuf Kalla  akan kembali menjadi Cawapres Jokowi di ajang Pilpres 2019. Dasar pertimbangan utama dari jurnalist ini adalah Beliau yang akrab disapa dengan JK itu memiliki potensi yang besar untuk membantu mengamankan pemilih tradisional Muslim.

John Mcbeth, wartawan senior pengamat politik Asia tenggara terutama Indonesia, menuliskan dua faktor yang merupakan bagian utama hasil pengamatannya itu yaitu JK adalah Alumnis HMI dan Ketua Dewan Masjid Indonesia. Selain itu, John McBeth yang dilahirkan di New Zealand (Selandia Baru) dan menulis untuk Straits Times selama 11 tahun, melaporkan juga bahwa ia sudah melakukan pembicaraan dengan Tim Kampanye Informal Capres Jokowi 2019. 

Hasil analisis John itu mendapat kritikan dalam aspek legalitas, yaitu, Kalla tidak dimungkinkan lagi menjadi Cawapres karena jabatan Cawapres maksimal terbatas hanya untuk dua periode dua kali lima tahun. Larangan untuk menjadi Cawapres lebih dari dua periode lima tahun dituangkan dalam UUD 1945 dan diperkuat oleh UU Pemilu tahun 2017.

Lebih jauh, tentang sudah tertutupnya peluang JK untuk menjadi cawapres kembali diajang Pilpres 2019 antara lain disampaikan oleh Pakar hukum tata negara dari Universitas Udayana, Bali, Jimmy Z Usfunan.

Walaupun demikian, larangan di kedua UU tersebut sebetulnya tidak begitu tegas dan cenderung multi interpretasi. Opini dari pakar hukum tata negara lain yang lebih sering dirujuk oleh publik seperti Yusril Ihza Mahendra dan Refly Harun masih ditunggu. Mungkin juga lebih kuat jika dimungkin MA memberi fatwa atau tafsir resmi atas kedua UU tersebut.

Kemungkinan terjadinya multi tafsir tersebut sudah terdeteksi antara lain dengan pernyataan Bambang Soesatyo yang merupakan Ketua Partai Golkar dan juga Ketua DPR RI seperti disiarkan oleh Tv CNN Indonesia sekitar jam 7.00 pagi tadi (Selasa, 27 Februari 2018). Menurut Bambang, JK adalah pilihan terbaik untuk Cawapres Jokowi 2019 dan tentang hambatan konstitusi tersebut sedang dijajaki kemungkinan adanya tafsir yang masih memungkinkan JK untuk maju kembali.

Tendensi multi tafsir tersebut juga diperkuat oleh pernyataan JK yang dirilis oleh Kompas pagi ini, 27 Februari 2018. Disini JK menyatakan kesiapannya untuk menjadi Cawapres Jokowi dan merasa yakin bahwa dirinya akan dapat membantu elektabilitas pasangan ini dalam Pilpres April 2019 nanti. Selain itu JK juga menyatakan bahwa Cawapres Jokowi harussiap untuk menjadiCapres pada ajang Pilpres 2024. Kutipan penuh pernyataan JK yang dirilis oleh Kompas tersebut adalah:

"..... jika negara masih memerlukan dan mendapat dukungan dari masyarakat, .... siap menjadi calon wakil presiden periode 2019 - 2024 mendampingi Joko Widodo. Namun, dengan catatan hal itu tidak bertentangan dengan UUD 1945 dan ketentuan lain. ......calon wakil presiden (cawapres) pendamping Jokowi ........ harus dapat menjadi presiden berikutnya setelah Jokowi menyelesaikan periode kedua jika... menang dalam Pemilu 2019." 

Sekarang coba kita lihat dulu redaksi syah dari UUD 1945 dan UU Pemilu 2019 tersebut. 

Pasal 7 UUD 1945

"Presiden dan Wakil Presiden memegang jabatan selama lima tahun, dan sesudahnya dapat dipilih kembali dalam jabatan yang sama, hanya untuk satu kali masa jabatan"

Apakah mungkin frasa "dipilih kembali dalam jabatan yang sama, hanya untuk satu kali masa jabatan" itu diinterpretasikan sebagai "dalam pasangan Presiden/Wakil Presiden yang sama." Dengan demikian periode pertama JK sebagai Wapres yang berpasangan dengan SBY dalam periode 2004 - 2009 tidak relevan dengan Pasal 7 UUD 1945 tersebut. Atau, frasa berhak untuk dipilih kembali hanya untuk satu kali itu hanya berlaku secara berturut-turut. Jika salah satu atau kedua tafsir ini dapat diterima, maka JK akan tampil kembali di ajang Pilpres 2019.

Sekarang coba kita lihat juga UU Pemilu 2019. Pasal 169 huruf (n) UU ini (UU No. 7/2017), menyatakan:

"belum pernah menjabat sebagai presiden atau wakil presiden, selama 2 (dua) kali masa jabatan dalam jabatan yang sama."

Kata kuncinya adalah selama 2 (kali) masa jabatan dalam jabatan yang sama. Juga, tidak ada penjelasan lebih lanjut pengertian 2 (dua) kali tersebut. Tidak ditegaskan apakah sama itu dalam perspektif periode yang berurutan dan/atau pasangan Capres/Wacapres yang sama. Ketidaktegasan itu dapat bermuara pada masih berpeluangnya JK dalam Pemilu 2019 nanti  dan ini berpotensi terjadinya gugatan di Mahkamah Konstitusi (MK). 

Indikasi akan adanya gugatan ke MK tersebut dapat kita simpulkan dari pernyataan JK yang dirilis oleh Tv CNN Indonesia yang tayang agak siangan dari siaran tadi pagi. Rasanya sekitar jam 9.00 WIB. Disini JK menyatakan bahwa Beliau tidak berniat lagi untuk maju sebagai Cawapres Jokowi 2019. Beliau akan lebih banyak mengabdikan diri untuk kepentingan sosial agama seperti Masjid, kesehatan, dan pendidikan. 

Pernyataan ini dapat kita simpulkan bahwa JK, yang selalu taktis serta diplomatis, berusaha menghilangkan ketidakpastian. Beliau ikhlas untuk mundur jika potensi gugatan ke MK itu cukup kuat. Kita tunggu...Goyang Pendulum Timur Barat Bacawapres Jokowi masih berlanjut. 

Sementara itu, esensi dari analisis John McBeth, yang saat ini aktif menulis di Asia Times, The Nikkei Asian Review, dan The South China Morning Post, masih tetap relevan. Masih tetap relevan karena sangat-sangat dimungkinkan sosok yang akan dipilih oleh Jokowi (dan koalisi partai pendukung) sebagai Cawapres 2019 nya adalah sosok yang seperti Jusuf Kalla jika memang nantinya JK tidak maju lagi.

Sosok JK ini dapat kita pertegas lagi sebagai sosok Saudagar (pengusaha besar yang kaya raya) dan memiliki pengaruh yang kuat terhadap partai politik poros utama yaitu Golkar, yang JK Pernah menjabat sebagai Ketua Umum. Besarnya pengaruh JK atas Partai Golkar juga banyak dikaitkan oleh pengamat pengamat politik atas diangkatnya Sekjen Partai Partai Golkar Idrus Marham menjadi Menteri Sosial dan tidak dicopotnya Air Langga Hartarto sebagai Menteri Perindustrian walaupun terpilih menjadi Ketum Golkar.

Dengan demikian, kita dapat membuat modifikasi kriteria John Mcbeth yang juga penulis buku The Loner: President Yudhoyono's Decade of Trial and Indecision yang berisi uraian komprehensif 10 tahun kepemimpinan Susilo Bambang Yudhoyono. Modifikasi kriteria tersebut adalah:

(i) Dapat mengendalikan pemilih tradisional Islam;

(ii) Saudagar;

(iii) Memiliki pengaruh yang kuat pada partai politik besar; 

(iv) taktis, dan

(v) dalam jenjang usia yang mapan (generasi baby booms). 

Bahwa JK adalah sosok yang taktis, atau, trouble shooter, yang dapat dengan segera meredam kebisingan demokrasi dan untuk itu kebijakan pemerintah dapat diambil dengan segera dan dapat diterima oleh publik, dapat kita tunjukan mulai dari beberapa kasus terkini. Dapat kita mulai, misalnya, dengan isu penistaan agama yang menerpa Gubernur Ahok pada waktu itu. JK lebih memilih banyak berdiam diri seperti pepatah Silent is Golden dalam menyikapi kebisingan Pros Kons Ahok.

Kemudian, ketika gelombang pendemo dalam jumlah puluhan, atau, mungkin ratusan ribu orang sudah mulai meringsek ke Istana Negara dan Presiden Jokowi menolak untuk menerima mereka, JK baru maju dan bersedia menerima delegasi tersebut walaupun tawaran JK ini ternyata ditolak. 

Kasus taktis JK yang lain terkait dengan kebijakan pengalihan subsidi BBM. Disini Beliau memberikan pernyataan dukungan atas wacana pengalihan subsidi BBM dengan kata-kata singkat, atau, argumentasi sederhana, tentang perlunya pemotongan subsidi BBM. Sebagian kata Beliau yang dapat pemulis ingat adalah:

"Subsidi BBM hanya habis di knalpot motor dan mobil. Alihkan itu ke pembangunan infrastruktur, pendidikan, kesehatan, dll."

Kira-kira itu substansi kata-kata JK, yang sering ceplas ceplos, terkait dengan rencana pemerintah untuk pengalihan subsidi BMM tersebut. Hal yang serupa juga dilakukan Beliau dalam kebijakan pengalihan subsidi minyak tanah ke subsidi gas tabung melon. Lebih jauh mungkin masih ingat dengan posisi cerdik Beliau ketika menyikapi isu kawin kontrak orang Arab di kawasan puncak.

Sekarang, jika JK memang tidak maju lagi di Pemilu 2019, maka pertanyaannya siapa saja yang kira-kira berpotensi memiliki kelima kriteria tersebut? Menurut intuisi awal penulis ada dua nama tokoh nasional yang memenuhi kelima kriteria tersebut dengan bobot yang besar yaitu Surya Paloh dan Fadel Muhammad. Fadel adalah tokoh Islam, Saudagar, dan memiliki pengaruh yang kuat di Partai Golkar. Sedangkan Surya Paloh adalah Saudagar, Tokoh Islam, dan juga Ketua Umum Partai Nasdem. 

Tapi, terjadi perkembangan yang sangat cepat dan menarik beberapa hari yang lalu, yang terus bertambah kuat hingga semalam, dan tambah kuat hingga siang ini. Viral di sosmed Prabowo Subianto memiliki peluang yang besar untuk menjadi Cawapres 2019 nJokowi. Dan,.... Ahok menjadi Cawapres 2019 Anies Baswedan! Lucu tetapi bikin suasana adem, bagi sebagian besar orang, saya kira. 

Pak Prabowo jelas memenuhi kelima kriteria tersebut. Selain itu, bangkit kembalinya isu SARA yang menurut hasil survei Denny J.A. berpeluang untuk menjadi batu sandungan besar Jokowi menuju RIOne 2019, otomatis dapat diredam secara sempurna. Peluang Prabowo bersedia menjadi Cawapres Jokowi juga diindikasikan oleh belum adanya pernyataan langsung dari Beliau untuk menjadi Capres 2019. Beliau juga pernah menjadi Cawapres 2009 Megawati. Dan, .. yang sangat penting juga biaya kampanye Capres itu sangat besar dan jika gagal ini akan merupakan beban finansial dan mental yang akan sangat menghimpit Prabowo. 

Sebaliknya, peluang Jokowi untuk memenangkan kembali Pilpres 2019 sangat besar dan otomatis peluang Prabowo untuk menjadi Wapres juga terbuka lebar. Diatas kesemua itu, sesuai dengan pernyataan Jusuf Kalla diatas, Cawapres 2019 Jokowi harus orang yang memiliki potensi sangat tinggi untuk menjadi presiden RI di tahun 2024. Ini tentunya opsi yang sangat menarik untuk Prabowo.

Jika skenario ini memang terjadi, maka jalan Prabowo ke RIOne mirip yang dilakukan oleh Donald Trump. Trump memutuskan mengundurkan diri untuk menantang Barack Obama di tahun 2008 karena hasil polling elektabilitas Obama sangat tinggi. Kemudian, batal kembali menjadi penantang Obama di tahun 2012 lagi-lagi karena hasil polling Barack Obama yang bahkan bertambah tinggi.

Trump kemudian berhasil mengalahkan Hillary Clinton pada Pilpres 8 November tahun 2016 dan diambil sumpah sebagai Presiden Amerika Serikat ke 45 di tahun 2017 dalam umur 72 tahun.  Prabowo yang sekarang baru berumur 66 tahun jauh lebih mudah dari Trump saat ini. Di tahun 2024 nanti, Prabowo akan berumur 72 tahun dalam kondisi yang jauh lebih bugar dibanding dengan Trump ketika dilantik pada usia 72 tahun.

Mungkin bermanfaat juga untuk mengetahui bahwa banyak Presiden Amerika Serikat yang dilahirkan dalam bulan Oktober seperti Prabowo Subianto. Dua diantaranya yg sangat populer adalah Teddy Roosevelt dan Jimmy Carter.

Sekarang bolanya tinggal menunggu keputusan Jokowi sendiri bersama dua partai pengusung utama yaitu PDIP dan Golkar. Pertimbangan Partai Nasdem, PPP, PAN dan Hanura masih di tunggu Jokowi tentunya sebagai unsur penyeimbang dan penyempurna.

Last but not least, kira-kira siapa yang jadi lawan skenario duet Jokowi Prabowo di Pemilu 2019? Anies-Ahok,  yang diviralkan oleh netizen? atau, dalam sisi yang yang berbeda siapa yang akan dijagokan oleh Partai PKS, Demokrat, dan PKB sebagai koalisi penantang duet Jokowi Prabowo?

CNN Indonesia tadi pagi, Selasa 6 Maret 2018, merilis deklarasi kesiapan Rizal Ramli untuk maju sebaga Capres di Pemilu 2019 tersebut. Deklarasi mantan Menko Maritim ini yang akrab disapa dengan Pak RR sehari sebelumnya dirilis oleh banyak media. Tribunnews, misalnya, menyajikan berita dengan judul: Rizal Ramli Deklarasi Capres 2019, Ace Hasan: Semoga dapat Dukungan Partai Politik.

Updating terkini menampilkan sosok Airlangga Hartarto untuk mendampingi Jokowi dalam Pilpres 2019. Beliau yang sekarang ini menjabat sebagai Menteri Perindustrian Kabinet Kerja Jokowi terlihat memenuhi unsur-unsur kriteria seperti yang disampaikan oleh John McBeth diatas, yaitu: (i) Dapat mengendalikan pemilih tradisional Islam; (ii) Saudagar; (iii) Memiliki pengaruh yang kuat pada partai politik besar; (iv) taktis, dan (v) dalam jenjang usia yang mapan (generasi baby booms).

Mungkin yang terasa agak kurang dari Ketua Umum Golkar ini adalah kriteria "Saudagar". Agak lebih kurang lagi, rasanya, untuk memenuhi kriteria "Dapat megendalikan pemilih tradisional Islam." Tiga kriteria yang lain dapat dipenuhi dengan baik oleh putra Ir. Hartarto yang menjabat sebagai Menteri Perindustrian dan Menko Perekonomian pada Kabinet Pembangunan Soeharto.

Kita ikuti terus perkembangan Paslon Presiden pada Pemilu 2019. 

 Pendulum Cawapres 2019 Jokowi masih bergoyang ke Barat.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun