Bangkit kembalinya isu LGBT menginspirasi penulis pada Perpres Impor beras. Perpres ini menurut saya syarat dengan ayat-ayat LGBT atau ayat-ayat bences. Perpres No. 48 tahun 2016 itu banyak mengandung ayat-ayat yang menggantung dan tidak tegas.Â
Coba kita lihat dulu Pasal 2 angka (3) yang berbunyi:
"Pemerintah menugaskan Perum BULOG dalam menjaga ketersediaan pangan dan stabilisasi harga pangan ... beras, jagung, dan kedelai......c."
Bancinya belum terasa di Pasal 2 angka (3) itu dan pasal ini dapat kita ringkas bahwa Bulog ditugaskan pemerintah untuk mengelola pangan jenis beras, jagung dan kedelai. Tugas pengelolaan itu mencakup kegiatan stabilisasi harga.Â
Selanjutnya, coba kita lihat Pasal 3 (1) nya. Disini dikatakan:
"Perum BULOG ....melakukan:Â
a. dst....;Â
b. dst....;....c. ...dst.., danÂ
d. Â .....impor pangan ...... sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan."
Bencesnya mulai kemayu di huruf (d) Pasal 3 (1) diatas. Bulog diizinkan untuk impor beras tetapi disarungi dengan ketentuan "sesuai dengan ketentuan perundang-undangan." Ayat ini ditafsirkan bahwa tata kelola impor beras mengacu pada tata kelola atau kebiasaan yang terdahulu.
Pertama, izin impor jelas harus diterbitkan melalui SK Menteri Perdagangan. Cilakanya, SK ini biasanya baru diterbitkan dalam waktu tiga sampai empat bulan sejak harga beras mulaimerangkak naik (bulan September 2017 untuk kasus terkini) yang disebabkan oleh rangkaian proses birokrasi sebagai berikut.Â
Untuk menerbitkan SK tersebut menteri perdagangan perlu menerima surat permohonan resmi dari Bulog dan Rekomendasi resmi dari Kementerian Pertanian. Praktik ini kemudian dimodifikasi dengan rangkaian rapat-rapat teknis (Tim Ekonom) dan rapat-rapat koordinasi Interkem plus Bulog yang diselenggarakan di Kementerian Koordinator Ekonomi. Terakhir rapat finalisasi Menteri Kabinet dengan Wapres yang biasanya disebut Rakortas Wapres.Â
"Berdasarkanarahan BapakWakil Presiden dalam Rakortas (Rapat Koordinasi Terbatas) pada tanggal 9 Januari 2018, impor beras dapat dilakukan jika cadangan beras pemerintah atau stok beras Bulog di bawah 1 juta ton."
Kegiatan Menteri Perdagangan Enggar Tiasto tersebut antara lain disebabkan oleh masih mahalnyaharga beras hingga 1 Januari 2018.
Jadi, siapa yang bertanggung jawab atas impor beras tersebut? Wakil Presiden? Menteri Koordinator Perekonomian? Menteri Perdangan? atau, Menteri Pertanian?...ekor dari ayat-ayat LGBT Perpres nomor 48 tahun 2016. Juga, harga beras masih terus merangkak naik hingga hari ini. Lihat misalnya, harga beras di pasar Probolinggo.Â
Kondisi ini sangat bertolak belakang dengan kebijakan perberasan di Era Presiden B.J. Habibie. Waktu itu, Beliau memerintahkan agar kebijakan perberasan Indonesia utamanya kebijakan impor beras dilakukan dengan skim otomatis. Tanpa rapat-rapat yang bertele-tele dan tidak perlu lagi menunggu petunjuknya untuk mengeksekusi kebijakan tersebut. Naikan tarif bea masuk impor beras jika harga beras dalam negeri sudah menunjukan gerakan menurun yang significant dan sebaliknya turunkan tarif impor bea masuk itu.Â
Konsep itu penulis tuangkan di artikel yang berjudul "Pengedalian Impor Beras ala Presiden B.J. Habibe." Skim Habibie ini dilanjutkan oleh Presiden Gus Dur dan Presiden Megawati. Hasilnya sangat menakjubkan. Harga beras sangat stabil di masa pemerintahan ketiga Presiden RI ini. Jauh lebih stabil dibandingkan dengan harga beras di zaman Orde Baru Pak Harto. Dan, bukan itu saja. Nasib para petani terlindungi dengan baik dan saudagar dan/atau pedagang beras mendapat kebebasan dan kemudahan dalam melakukan impor dan ekspor besar. Lebih jauh lagi dan sangat membanggakan, model pengendalian impor beras Habibie ini sama sekali tidak membebani kekuangan negara.Â
Artikel penulis yang berikutnya  menawarkan opsi second best jika opsi Full Habibie tersebut tidak dapat dilaksanakan. Konsep second best ini menginginkan tersedianya SK Impor Beras yang secara eksplisit menunjuk Perum Bulog untuk melakukan impor bebas sesuai dengan analisis sendiri. Tidak perlu lagi menunggu arahan dari Menteri Pertanian, atau, Menteri Perdagangan, atau, Menteri Koordinator Perekonomian. Dan, lebih-lebih tidak perlu menunggu arahan dari Wapres dan/atau Presiden Jokowi sendiri.
Selanjutnya, penulis sedang menyiapkan artikel yang terkait tetapi dengan fokus kebijakan cadangan beras nasional. Hampir selesai tetapi terusik dengan isu LGBT. Ditinggalkan dulu untuk menyelesaikan artikel "Ayat-ayat LGBT pada Perpres Impor Beras," yang Anda hadapi sekarang.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H