Mohon tunggu...
Almizan Ulfa
Almizan Ulfa Mohon Tunggu... Pensiunan Peneliti Utama Kementerian Keuangan RI -

Just do it. kunjungi blog sharing and trusting bogorbersemangat.com, dan, http://sirc.web.id, email: alulfa@gmail.com, matarakyat869@gmail.com

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Kisruh Freeport Indonesia Kapan akan Berakhir?

17 Januari 2018   15:25 Diperbarui: 6 Maret 2018   11:03 983
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Kondisi ini berpotensi menciptakan kegaduhan politik dengan isu Pemerintah mengabaikan perintah Pasal 33 UUD 1945. Pertayannya sekarang apa memang betul tafsir Pasal 33 itu menghendaki seluruh sumber daya alam Indonesia dikelola oleh BUMN? Apa hanya terbatas pada sektor mineral saja? 

Sektor batubara tentu saja tidak. Lihat itu raksasa perusahaan batubara Indonesia seperti Adaro dan Bumi Resources yang keduanya bukan BUMN. Demikian juga dengan sektor minyak dan gas bumi. Pemain terbesar Migas Indonesia adalah perusahaan asing. Porsi PT (Persero) Pertamina hanya sekitar 10 persen.

Dalam kaitannya dengan tafsir Pasal 33 UUD 1945 untuk kasus PT Freeport Indonesia ini, coba kita lihat artikel nomor 7 pada tabel diatas. Artikel ini ditulis oleh Hardi Ahmad dan diberi judul "Freeport Indonesia dan Pasal 33 ayat 3." Artikel ini lebih ditujukan untuk menanggapi dua opini Kompas. Pertama,  opini yang ditulis oleh  Junaidi  Albab Setiawan – Advokat Pengamat Hukum Pertambangan pada Kompas 7 Maret 2017 dengan judul “Freeport Menguji Kita.” Kedua, artikel yang diutlis oleh oleh Makmur Keliat –  Pengamat Ekonomi Politik Internasional FISIP Universitas Indonesia , pada opini Kompas 8  Maret 2017 dan diberi judul “Nasionalisme Sumberdaya.” 

Menurut Kompasianer kita itu, Hardi Ahmad, tafsir Pasal 33 ayat 3 itu adalah perlu memperhatikan "dua hal pokok dalam pengelolaan hasil sumberdaya alam, yaitu  (1) untuk kemakmuran masyarakat sekitar & (2) bisnisnya tidak  semau-gue." Bisnis tidak semau gue itu mungkin maksudnya harus tunduk dengan peraturan perundang-undangan yang ada termasuk Perda Papua dan Kabupaten Mimika khususnya.

 Sedangkan untuk kemakmuran masyarakat sekitar, penulis menyajikan data kuantitatif dan kualitatif kontribusi FPI di Kabupaten Mimika. Data tersebut diuraikan dalam empat bidang, yaitu: kesehatan, pendidikan, olah raga, dan transportasi. 

Akhir kata, dan sesuai dengan pesan pengantar penulis bahwa isu Freeport Indonesia akan dalam beberapa tahun kedepan termasuk terus bergulir sepanjang tahun 2018 ini. Dalam bulan Januari ini beberapa media merelis berita bahwa renegosiasi divestasi saham Freeport Indonesia akan semakin sulit karena ada participating interest yang besar dari perusahaan pertambangan Australia, Rio Tinto, atas saham FCX (Freeport McMoran). Maksudnya, Rio Tinto tidak memiliki kewenangan untuk mengendalikan FPI tetapi memilik hak tetap sekian persen atas arus uang masuk FPI yang langsung ditransfer ke rekening perusahaan Rio Tinto. 

Perkembangan terkini hingga 6 Maret 2018 mencakup berita yang dirilis Tribunnews dengan judul "Jokowi: Divestasi 51 Persen Saham Freeport Indonesia Selesai April." Disini dilaporkan, antara lain, bahwa Pemerintah tetap akan membeli saham PT FPI tersebut sebelum berakhirnya rezim Kontrak Karya PT FPI di tahun 2021. Pertimbangannya adalah jika ditunggu hingga 2021 Pemerintah tetap harus membayar nilai buku dari investasi, aset berwujud dan tidak berwujud, PT FPI di pertambangan Grasberg Papua itu. Menteri ESDM Ignasius Jonan, yang dikutip oleh Tribunnews, menyatakan:

“Kalau ditunggu 2021 kita harus bayar nilai buku sesuai investasi Freeport disitu. Bukan nilai tambang, tapi nilai semuanya alat juga,”

Rasanya "It does not make sense at all" ya. Nilai keseluruhan tambang Garsberg tersebut seharusnya terdiri dari dua komponen: nilai tambang dan nilai aset. Sangat jelas, harga aset tersebut seharusnya lebih murah dari harga tambang Grasberg secara keseluruhan!


Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun